Aug 8, 2008

Resiko Perawatan Akar Gigi (Bagian 2)

Sehatkah memelihara "gigi mati" ?

Dalam masa penantian sebelum temu janji berikutnya tanggal 14 Agustus, saya coba tanya ke mbah Google dengan kata kunci = "side effect root canal". Amat mengejutkan hasilnya, ternyata memang ada dan bukan perkara remeh. Penelitian aslinya telah dilakukan sejak 85 tahun yang lalu oleh Dr. Weston A. Price. Kertas-kertas ilmiah seperempat abad penelitiannya dibukukan hingga dua jilid total 1174 halaman. Namun hasil penelitian ini bukan bahan kuliah populer, terkubur oleh masa, dan "dilupakan" para dokter gigi seluruh dunia. Baru tahun 1965 atas inisiatif Dr. George E. Meinig muncul buku yang lebih mudah dicerna "orang awam" berjudul Root Canal Cover-Up dengan hanya 220+ halaman.

I
nti penelitiannya adalah gigi yang telah diselamatkan dengan perawatan saluran akar (root canal) atau endodontik akan selalu terkena infeksi sebaik apapun penampilan ataupun rasanya setelah operasi tersebut. Dr. Price mencurigai:
  1. infeksi bakteri gigi mengakibatkan banyak penyakit pada pasien yang terjadi akibat kerusakan sel atau organ tubuh lain (focal infection) di kemudian hari.
  2. melemahnya imunitas tubuh pasien yang mengakibatkan pasien mudah terserang penyakit
Seperti yang diketahui, dentin adalah struktur yang membangun 95% bagian dari sebuah gigi. Dentin tidak seutuhnya padat namun tersusun dari rongga-rongga berbentuk silinder halus berdiameter 1-1.3 mikron (pori-pori dentin). Pori-pori ini menjadi jalur nutrisi zat yang menjaga kesehatan dan kehidupan gigi. Nutrisi tersebut dikirim tiap hari kedalam tiap rongga oleh pembuluh darah arteri yang menyertai syaraf dan pembuluh darah vena di dalam saluran akar. Proses alamiah ini mirip dengan arteri yang memberi nutrisi pada sel-sel tubuh manusia.

Pada tahap awal kerusakan gigi biasanya masih bisa disembuhkan dengan mengikis bagian luar gigi yang rusak (membuang bakteri yang telah menguasai bagian tersebut) dan menambal enamel atau dentin tsb. Namun bilamana kerusakan dibiarkan dan bakteri jahat telah berhasil menembus saluran akar maka syaraf dan pembuluh darah di dalam akar tersebut menjadi terinfeksi. Bakteri menjadi mudah menjalar di dalam saluran akar dan berenang menuju pori-pori dentin. Pori-pori dentin menjadi rumah baru bakteri yang nyaman dan terjamin suplai makanannya :-(

Ramai drg tak faham atau mengabaikan kemampuan bakteri untuk hidup dalam dentin dan tak mempertimbangkan kemungkinan bakteri ini dapat menyebar ke seluruh tubuh (menimbulkan penyakit lain). Drg beranggapan bahwa pemusnah bakteri (desinfektan) yang digunakan saat proses perawatan akar akan membunuh semua bakteri jahat tersebut. Mayoritas bakteri di dalam saluran akar memang tereliminasi namun bagaimana dengan bakteri yang sudah "pindah rumah" ke dalam pori-pori dentin ? Penelitian Dr. Price
menyebutkan dari 100 jenis desinfektan yang ia coba, tak ada yang mampu menembus rongga-rongga halus ini, termasuk sel darah putih dan beragam antibiotik yang dipakai pada masa kini ! Selain itu sukar dipastikan bahwa saluran akar ini benar-benar bersih dari sisa syaraf-syaraf mati dan kumpulan bakteri mengingat salurannya sempit, gelap, dan mungkin tak lurus. Pembersihan dengan desinfektan dapat juga menyebabkan efek samping yaitu rusaknya jaringan yang terkena dan timbulnya rasa nyeri, infeksi baru, alergi, atau efek buruk pada kekebalan tubuh. Saluran akar yang steril ini hanya bertahan 1-2 hari dan selanjutnya bakteri sudah dapat ditemukan lagi di sana.

Ramai drg berargumen bahwa dengan menutup saluran akar "sepenuhnya dengan cairan khusus" akan menghentikan sumber makanan bakteri yang terperangkap dalam dentin. Namun anggapan ini tidak tepat karena bakteri mampu bermutasi dan mereformasi tubuhnya. Perubahan lingkungan dan kondisi sekitar membuat bakteri menjadi lebih ganas, bersifat anaerobik, dan memproduksi racun yang lebih berbahaya. Kerumitan seperti yang telah diungkap di atas: tidak ada antibiotik yang mampu menembus pori-pori dentin dan sel darah putih terlampau besar untuk membunuh bakteri di dalam pori-pori dentin semakin
memperburuk kondisi pasien. Antibiotik yang tidak tepat tak mampu membunuh bakteri dan justru memperkuat bakteri tsb. Di saat yang sama bakteri terus memproduksi racun yang dapat menginfeksi organ tubuh lain. Di sini puncak masalahnya, racun ini dapat lolos keluar dari dentin melalui lapisan otot penyangga gigi (periodontal membrane), terus ke tulang rahang, dan menyatu dengan aliran darah merah yang memberi makan pada tulang rahang tsb.

Dari penelitian Dr. Price disebutkan 25-30% dari pasien perawatan akar memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik dan gaya hidup yang sehat sehingga mereka relatif aman dari penyakit-penyakit yang dijangkitkan bakteri ini. Namun bila saja ada diantara mereka mengalami kecelakaan serius, flu berat, atau berada dalam tingkat stres tinggi tetap ada kemungkinan kekebalan tubuh mereka menurun drastis dan terkena serangan penyakit juga. 70% pasien lainnya yang memiliki kualitas kesehatan rendah akan amat mudah menderita penyakit bawaan bakteri tsb secepat ia selesai menerima perawaat akar giginya.

Perawatan akar gigi adalah kemajuan besar dunia pergigian dan patut diacungi dua jempol, namun perlu diingat efek sampingnya yang cukup berbahaya. Sudah menjadi kewajiban para dokter gigi untuk melakukan diagnosis sebaik mungkin tentang kesehatan pasien dan menginformasikan resiko ini sebelum memberi vonis cabut atau tindakan lain. Selain itu pemantauan akan mujarabnya perawatan saluran akar perlu diselidiki, apakah benar-benar "gigi mati" ini dapat berumur panjang (setelah di root canal) dan justru tidak menimbulkan penyakit lain pada mulut atau gigi di sekitarnya. Kasihan kan sudah bayar mahal tapi tidak memberi kenyamanan lama. Bagi mantan pasien yang tiba-tiba mengalami gejala penyakit yang muncul setelah perawatan ini perlu memberi tahu dokter yang memeriksanya, ada kemungkinan diagnosis ke gigi ini diperlukan. Perhatikan peta berikut ini untuk melihat kerapatan hubungan gigi dengan organ tubuh lainnya.


Sementara nasib saya sejauh ini "cukup" dibersihkan saluran akar dan ditambal saja. Konsultan yang memeriksa mengatakan lubang yang amat besar menyebabkan sukar untuk membuat dudukan crown yang mantap di atas molar-2 (M2) saya. Jadi crown tak dapat melindungi M2 ini lama-lama dan perlu diganti jika pecah. Mbak dentist memberi gambaran kalau saya tak mau menyelamatkan M2 ini maka saya perlu memikirkan implantasi atau gigi palsu (denture) di kemudian hari. Membiarkan tempat M2 dan M3 (gigi bungsu) kosong terlampau lama adalah tidak baik dan membuat geraham atas pasangannya kehilangan dudukan dan menimbulkan masalah lain (seperti turun, pengunyahan tak sempurna, sarang sisa makanan yang menyangkut). Implantasi (implant) jelas butuh biaya amat mahal dan sakit juga. Gigi palsu pun tak nyaman kalau tidak dirancang dengan baik. Alternatif terbaik memang dicabut, saya berdoa untuk yang terbaik.

Karena saya bukan dokter gigi atau berlatar belakang kedokteran jadi ini beberapa sumber pustakanya:
Chetday
Tuberose
Ulasan buku Dr.Meinig

Tes vitalitas gigi dan penanganan endodentik dibaca di British Dental Journal

Untuk membaca argumen dari drg yang berasumsi bahwa efek samping perawatan saluran akar adalah amat kecil dengan semakin baiknya teknik dan obat-obatan yang digunakan pada masa kini, baca di sini salahsatunya.

Gambar-gambar berasal dari sini:
(1) Clarian.org
(2) Toxinfreesmile.org

Mohon maaf kalau tulisan ini jauh dari sisi ilmiah dan lebih pada riset pribadi. Semoga ada pencerahan dari dokter/spesialis gigi terhadap tulisan ini sehingga kita tidak perlu ragu untuk mengambil [salahsatu] keputusan terberat dalam hidup ini.

Tulisan terkait:
Resiko Perawatan Akar Gigi (Bagian 1)
Sakit Gigi atau Sakit Gusi

No comments:

Post a Comment