Notifikasi berupa nada atau getar handphone (HP) dapat hadir kapanpun. Kadang sengaja dinantikan atau ia datang sesukanya. Ia menjelma menjadi interupsi bagi yg meladeninya, namun bagi yg tak mengindahkan, tak berakibat apa-apa. Betapa ramai HP yg sengaja diset silent mode: HP si anak yg tak mau menerima panggilan ortu/guru, SMS yg sengaja tak dibaca atau tak dibalas karena memang sedang tak mau diganggu atau ilfeel dengan si pengirim, status YM yg dibuat offline, alarm pengajak shalat Subuh di pagi hari dll.
Namun jauh lebih ramai lagi orang2 yg senang dengan notifikasi. Jelas dong, ini memang fungsinya, pesan singkat membuat siapapun dpt dihubungi dimana saja, sinyal nyambung terus. Meski kurang dari 160 huruf, SMS adalah sebuah ketagihan (addiction) sejak 10 tahun belakangan ini. Setelah SMS, ada tweet (140 huruf), chat, buzz, dan tentunya dering HP itu sendiri. Seorang teman punya definisi praktis tentang ketagihan. Menurutnya, asalkan sesuatu (dapat berupa benda, kegiatan, dll) itu telah membuat seseorang mengabaikan hal2 penting lain yg wajib atau bernilai kemaslahatan (baginya) maka itulah ketagihan.
Dan sebagaimana ketagihan lainnya ia pun dapat merusak ibadah. Notifikasi yg dapat melalaikan seorang muslim saat akan atau sedang berkomunikasi dengan Tuhannya. Di saat melangkahkan kaki memasuki mushalla, setelah berwudhu, menunggu iqamah untuk shalat, mendengarkan khutbah/ceramah, menunaikan shalat, berzikir/berdoa, dll. Sesuatu yg hadir melalui getar di saku celana, kedipan cahaya di atas sajadah, layar kecilnya yang berbinar menampilkan received call/incoming SMS dari seseorang meski HP sudah tak bersuara. Jika dalam shalat berjamaah tentulah mengganggu orang lain. Tak heran jika di masjid2, imam selalu mengingatkan makmum agar menenangkan HP selama waktu shalat.
Telungkupkan HP itu untuk sementara sehingga kita tak menjadi laron yg senang terbang mendekati sinar yg terang. Meski kita hanya shalat di rumah entah sendiri atau berjamaah, matikan deringnya. Pengalaman pribadi di rumah, kadang saya lupa mematikannya dan alhasil saat shalat/zikir terdengar bunyi telp/pesan yg masuk. Tips saya, jangan ladeni notifikasi itu. Meski shalat sudah usai dan kita sedang berzikir/baca al-Quran. Mana tahu pesan yg datang hanyalah spam/iklan (ini bisa diacuhkan), isi pesan yg membuat kening berkerut utk berfikir apa maksud dan balasannya (konsentrasi terganggu), atau pesan yg membuat kita terlompat dan harus meninggalkan aktivitas ibadah saat itu juga (paling jelek).
Itulah sekilas cobaan dari sebuah pesan singkat, sebuah perangkat komunikasi yg dapat menyapa pemakainya kapan dan dimana saja. Sebagai penguasa merdeka dari hati dan otak, kita punya kemampuan untuk mengatur/mengurangi hal2 dari luar yg dapat menginterupsi kegiatan ibadah. Tak ada ruginya menunda 10 menit untuk menyelesaikan ritual shalat/zikir/baca Quran karena ini jelas lebih utama. Keutamaan untuk memelihara kanal komunikasi langsung tanpa perantara dengan Sang Pencipta, kanal utk mengadukan harapan/keinginan/keampunan/ketenangan ... dan tak mudah utk membuat saluran sebagaimana yg kita tahu. Perlu niat, konsentrasi, dan kesungguhan hati yang luar biasa ! Jelas amat rugi jika jalur online yg telah terbentuk ini buyar bubar hanya karena ada pesan iklan masuk ?
Yaa Muqallibal quluub tsabbit qalbii 'alaa diinika wa 'alaa tha'atiq.
Wahai Dzat yang membolak-balik hati manusia, tetapkanlah hati ini dalam agama dan ketaatan kepadamu.
*Foto dari kolega ST saat ustadz Jeffry al Buchory mengisi Maulid Rasul di KBRI (SI Feb 2011)
No comments:
Post a Comment