Kembali ke soal retro/nostalgia turun temurun ini. Umumnya kedai2 populers semacam ini adalah franchisee. Utk menjaga kualitas rasa mereka buat bumbu racikan yg sudah berupa sachet-sachet berlabel A, B, C misalnya. Campurkan 1 bagian A + 2 B + 5C + 200ml air utk menghasilkan resep isi donat ChocJadule. Nah jelas MUI akan kesulitan menentukan kadar kehalalannya, wong sudah nyampur nan0-nano begini.
Mirip halnya dgn kehalalan ayam, burger, kebab, pasta dll di franchisee yg kita tak lihat logo halal nya.
Mirip dgn minuman soda, cokes, berry, icecream, jelly dll yg kita tak pernah tahu campurannya.
Ingredient nya sudah racikan, tak mgkn dipilah satu2, kecuali datang ke pabrik yg mencampur bahan2 aslinya.
Utk bahan baku yg jelas2 pada ingredients nya ditulis "ein hundert prozent" 100% tepung jagung, sari tebu, madu lebah, minyak sawit, mgkn kita jauh dari syak wasangka bahwa akan tercampur dgn zat yg haram. Meski dlm prosesnya kita tak pernah tahu. Kami sendiri mencari yg punya logo halal juga bila memang tersedia. Sekali lagi saya tekankan Mcd, Kfc, Nescafe, Walls, Cokes itu merek dunia namun logo halal itu belum "roaming" otomatis :-)
Berhati-hati itu jauh lebih baik, toh kita hanya mampir sebentar sbg pengembara di dunia ini. Adanya logo membuat kita yakin. Tak perlu berprasangka buruk misalnya dengan menganggap minimnya pengawasan dalam praktek sehari2 memungkinkan produsen memakai bahan2 haram dlm kerjanya (mgkn alasan teknis, rasa, harga). Kewajiban untuk berhati2 sudah cukup. Atau mau aman lagi, bawa bekal dari rumah misalnya abon, sosis, rendang, kecap/saos sendiri sekaligus penanak nasi mini. Ini berguna apalagi kalau trip nya hanya kurang dari seminggu. Berdoa saja agar tidak sampai dicegat petugas imigrasi bandara dan dianggap "sesuatu" yg membahayakan :-(
Ustadz Ahmad Sarwat dalam ruang diskusinya memakai dua pendekatan:
Kalau kita menggunakan pendekatan hukum fiqih, maka status suatu makanan itu belum bisa berubah menjadi haram, kecuali ada ketetapan yang meyakinkan tentang keharamannya. Bila belum ada kepastian, maka hukumnya kembali kepada hukum asal, yaitu halal. Maka makanan yang beredar di tengah umat Islam, meski tidak ada pengesahan dari suatu lembaga tertentu tentang kehalalannya, tidak bisa divonis hukumnya menjadi haram, tanpa ada penelitian khusus yang bisa meyakinkan munculya keharaman.
Disebut dengan tasawuf maksudnya karena lebih menekankan sikap di dalam hati, berupa kehati-hatian dan wara'. Pendekatan ini jauh dari masalah hukum. Adalah hak setiap muslim untuk menjaga diri dari hal-hal yang meragukan hatinya. Apabila seseorang kurang yakin atas kehalalan suatu makanan, meski tidak ada fatwa yang mengharamkannya, tidak mengapa bila dia tidak menyantap makanan itu, sebagai sebuah sikap wara' (hati-hati) dari terkena kemungkinan jatuh kepada yang haram. Namun orang tsb tidak punya hak dan otoritas untuk memaksakan sikapnya tsb kepada orang lain, karena ini hanya sebuah pendekatan pribadi. Secara hukum fiqih, biar bagaimana pun tetap dibutuhkan penelitian ilmiyah secara langsung atas makanan tersebut, sampai bisa dikeluarkan fatwa keharamannya. Dan selama belum ada fatwa tentang keharamannya, kita tidak mungkin memvonisnya sebagai haram.
Sebagai penutup saya salin di sini jawaban dari senior otoritas MUIS yang membawahi urusan halal di Singapura mengenai status F&B yg ada di gerai2 halal di rantau ini. Terus terang selama ini kami masih bingung makan di Mcd atau Kfc karena minuman2 yg ditawarkan di sana --setahu kami-- tidak memiliki logo halal. Berikut kutipan emailnya...
Assalamualaikum wr wb
Saudara Imanuddin Amril
Terima kasih diatas emel dan keprihatinan anda dalam pemakanan halal.
Untuk pengetahuan anda Muis apabila memberi sijil Halal kepada pengusaha
premis makanan, skop pensijilan termasuk makanan dan minuman sekali.
Minuman yang dijual di premis Halal telah dikaji (verified) status Halal
produk tersebut. Tidak semua produk minuman perlu ada logo Halal. Pihak
kami boleh memberi kelurusan sesuatu produk dengan dua cara. Pertama,
dengan memastikan produk tersebut ada sijil Halal. Tetapi sekiranya
produk tersebut tiada sijil Halal maka cara kedua akan digunakan ia-itu
dengan menyelidik produk spesifikasi (product specification) dan
sekiranya bahan yang diguna tiada bahan haram atau masbooh, maka boleh
lah produk minuman tersebut dijual.
Wassalam
Mohd Ariff Salleh | Senior Executive | Halal Certification Strategic Unit
Semoga apa saja yg dapat saya bagi di sini adalah utk kemaslahatan kita bersama dan juga pembaca blog ini secara umum. Dua artikel di blog ini hasil sharing discussion kami di milis IMAS medio April 2011. Terima kasih saudara-saudari ku !
/habis/
/bacaan lain: Keharaman Makanan di Negara Minoritas Muslim/
No comments:
Post a Comment