Kaki pegal berjalan menelusuri lorong-lorong sempit di kota ini. Mata letih yg terpaksa mengalah saat disapa semburat sinar matahari sore seusai shalat Jumat tadi. Punggung pun kian berat menopang badan yg berkeringat dirongrong turunnya persediaan kalori.
Sudah hampir dua jam saya berjalan, merekam keunikan tiap sudut di pusat sebuah kota tua yg bermetamorfosa menjadi magnet perusahaan2 teknologi kelas dunia. Menapaki pusat keramaian tradisionil bernama pasar KR, yang hingga hari ini masih ramai dikunjungi. Toko-toko material dan kelontong yg mayoritas dihuni peniaga muslim telah menempati daerah ini lebih dari seabad yg lalu. Sementara wanita-wanita Hindu bertelanjang kaki dan perut mendominasi perdagangan sayur mayur dan buah-buahan sejak pagi gelap tadi. Bukan sekali dua kali saya terjebak dengan simpang siurnya manusia, gerobak, auto (bajaj) dan penghuni berkaki empat yg setia ... sapi-sapi berbadan tegap baik besar atau kecil yg dibiarkan memamah apa saja yg ia suka di jalan2 di sekeliling pasar tsb.
Lapar dan dahaga terus mengusik minta diperhatikan. Alhamdulillah bertemu kedai saudara seiman yg menjual teh, susu, dan roti di sebuah lorong yg berhampiran dengan sebuah masjid kecil. Kedai sempit dengan beberapa meja dan kursi kayu berukuran mini cukup melegakan hati ... dan kaki. Alhamdulillah rehat sejenak ternyata mampu mengisi ulang tenaga dan mengembalikan semangat untuk kembali berjalan menuju Jalan Punya Tuhan (Godown Street), itu benaran namanya :-). Hanya segelas teh tarik panas dan sekeping roti, total Rs 9 alias Rp 2700. Namun nilainya saat itu sungguh priceless ! Pas susunya, gurih rotinya. Koki paling hebat di dunia itu bernama LAPAR :-)
Dan tak ketinggalan foto kasir toko dan rak anget roti (bun) nya. Bayar sesuai pesanan dan ia akan menyerahkan token (semacam koin plastik kecil berwarna) yg nanti akan ditukarkan dgn menu yg dipesan di dapur.
No comments:
Post a Comment