Membaca buku ini untuk kesekian kalinya, mungkin sudah ketiga atau keempat. Awalnya Papa membelikan saat saya kelas 5 SD berbarengan dengan dua buku roman berat lain, Siti Nurbaya dan Salah Asuhan. Di usia itu hanya beberapa puluh halaman depan saja yang terbaca, tak lebih, karena memang kisah surat menyurat percintaan yang sarat pelajaran hidup ini bukan konsumsi anak-anak dibawah 17th :-) Selanjutnya dibuka kembali waktu mendapat tugas pelajaran bahasa Indonesia di kelas 1 atau 2 SMA, kami diwajibkan membuat satu resensi karya sastra angkatan tua ... karena buku ini ada di rumah, dan hanya saya yg punya saat itu, pilih ini saja untuk disimak. Akhirnya bertemu lagi buku ini di Singapura. Sekali baca sampai tuntas beberapa tahun lalu. Dan minggu ini kembali saya tuntas membacanya :-)
Dan saat ini lebih serius dan mendalam.
Masalah yg berawal ringan saja namun karena bersinggungan dengan adat turun temurun yang tak lekang oleh panas dan tak lapuk oleh hujan maka kisah tragis ini pun terjadi. Saya pun menyelami satu hal yg bukan baru di telinga semacam peraturan penggunaan harta pusaka (harta pusako tinggi, yg bukan hasil pencarian orang tua kita, melainkan sudah turun temurun sejak entah bbrp generasi terdahulu). Seperti yang diangkat penulis Buya Hamka: karena menurut pepatah Minangkabau, harta pusaka tak boleh diusik dan digaduh, melainkan jika bertemu sebab yang empat perkara: "Rumah gadang ketirisan, adat pusaka tak berdiri, mayat terbujur di tengah rumah, gadis gedang berlum berlaki". Kalau bertemu sebab yang empat itu, maka "tak kayu jenjang dikeping, tak emas bungkal diasah" (artinya apapun akan dilakukan agar maksud untuk menegakkan yang empat itu tercapai).
*********
Sedikitnya ada tiga pelajaran yang saya ambil dari karya gemilang ini
(1) Mensyukuri nikmat yang ada: apapun, dimanapun, kapanpun
Nikmat Ilahi ada di sekeliling tiap-tiap insan, ada di dusun, ada di kota, ada di gunung, dan ada di lurah, ada di daratan, dan ada di lautan. Tetapi nafsu tiada merasa puas, atau tidak ingat nikmat yang di kelilingnya itu; dia hanya melihat kekurangannya. Yang senantiasa diperhatikannya ialah nikmat yang ada di tempat lain, dan yang di tangan orang lain. Kelak kalau dia ada kesempatan pindah ke tempat yang dilihatnya itu, dia menyesal dan dia teringat pulang, yaitu pada hari yang tiada bergunanya padanya penjelasan lagi ..."
(2) Jangan pernah berharap 100% pada manusia
Berharaplah seutuhnya kepada Allah. Umur, rezeki, jodoh adalah kehendak Allah. Percaya pada kata, janji, dan ikhtiar manusia tetap diperlukan dalam menjalani hablum-minan-naas (mu'amalah, bergaul sesama manusia sebagai mahluk sosial) namun bukan sepenuhnya. Manusia di sini mewakili benda-benda "bertitel" mahluk, baik itu yg bernama sistem, lembaga, kebijaksanaan, kekayaan, ketenaran, jabatan dll. Bersiaplah untuk kecewa bilamana kita mengambil mahluk sebagai tempat berharap dan jelas ini dosa yg tak terampuni alias SYIRIK !!!.
(3) Jadilah orang yang pemaaf
Janga pernah terlambat atau hilang kesempatan memberikan maaf pada saat pertama peluang itu datang. Yang ada hanyalah *terlambat* dan tidak pernah ada *terlalu cepat* untuk meminta maaf. Ingatlah, "damage has been done, so it is time to save the boat". Allah Maha Pemaaf dan Ia suka bilamana sifat ini pun melekat baik pada mahluk Nya.
Hingga pada akhirnya kita menjadi insan yang kuat dan dilindungi dari perasaan sedih atau susah dalam kehidupan ini (La Tahzan inna Allaha ma'ana)
Apa sebab hati akan dibiarkan bersedih dan bersusah di alam ini ? Padahal lapangan kemuliaan dan perasaan bahagia terbuka buat semua orang ! Orang yang bercela di dalam dunia ini hanya bertiga saja.
Pertama orang dengki, yang selalu merasa sakit hati melihat orang diberi Allah nilmat. Kesakitan hatinya itulah yang menyebabkan dia celaka, padahal nikmat Allah tak dapat dihapuskan oleh tangan manusia.
Kedua orang yang tamak dan loba, yang senantiasa merasa belum cukup dengan apa yang telah ada dalam tangannya, selalu menyesal, mengomel, padahal yang akan didapatnya tidak akan lebih daripada yang telah ditentukan Allah dalam kodrat-Nya.
Ketiga orang berdosa yang terlepas dari tangan hakim, karena pencurian atau permbunuhan, karena memperkosa anak bini orang. Orang yang begini, meskipun terlepas dari jaringan undang-undang, tidak juga akan merasai nikmat sedikitpun kemana jua dia pergi. Kesalahan dan tangannya yang berdarah selalu terbayang-bayang di ruangan matanya. Polisi serasa-rasa mengajarnya juga. DImana orang berbisik-bisik, disangkakannya memperkatakan hendak menangkapnya juga.
No comments:
Post a Comment