Dan hari yang dinantikan pun tiba. Senin 4-1-16 jam 1 siang.
Orientasi siswa siswi tadika di PCF Sparketots blok 135 Bedok North bermula. Para ortu dan murid baru diundang untuk masuk ke dalam kelas. Mendengarkan ucapan selamat datang dan penyambutan dari kepala sekolah (principal) Ruth Neo-Lim. Di aula yg besar itu juga berkumpul guru guru yang akan mengajar kelas sore (1-4pm). Pidato dilanjutkan oleh guru yg akan mengajar di kelas N2-3 (kelas yg akan ditempati DuoS) bernama Mrs Tan (form teacher). Pendamping Mrs Tan adalah Madam Chua yg juga bertugas sebagai guru bahasa Mandarin.
Jika diingat" lagi, hari" di awal Januari itu adalah yg masa" yg berat bagi DuoS. Pertama kali mereka mengenal arti berpisah dari kenyamanan rumah yg mereka kenal dan memasuki suasana yang sama sekali baru. Ada lokasi baru di luar rumah, orang dewasa baru (guru") yg akan menjadi orang tua kedua di masa sekolah, kawan" baru (yg masih menampakkan muka asing, cemas, dan berbicara dgn bahasa "asing"), dan aturan" baru yg wajib diikuti selama jam 1 hingga 4 sore di playgroup tahun pertama (kelas N2) tsb. Bahasa pengantar adalah bahasa Inggris, meski guru" tadika di sini mengerti istilah dalam bahasa Indonesia (Melayu) sedikit, namun kebanyakan dari mereka berbahasa Mandarin. Qadarullah di rumah pun, mama DuoS sedang bersiap menghadapi kehadiran anggota baru, calon bayi keempat. Jadi cukup hectic suasana saat itu. Sakinah masih 21 bulan dan masih sangat lengket dengan Elwis krn baru beralih ke susu formula :-)
Saya ambil cuti setengah hari untuk seminggu lebih dimulai dari Senin 4 Januari. Pada saat hari orientasi yg berdurasi dua jam an, DuoS masih agak tenang meski mata dan tubuh mereka tak pernah jauh dari Papa Mama nya. Mata mereka tak fokus kepada guru" yg berganti di depan kelas bercerita tentang aturan dan kondisi sekolah. Usai ceramah, kami diajak berkeliling dari ruangan ke ruangan melihat fasilitas yg ada di sana. Anak" memperhatikan dan mencoba benda" yg ada di dekat mereka, agak tertarik sebentar. Saya melihat ada anak" yg sudah agak pededgn suasana persekolahan ini, mgkn mereka sudah pernah ikut kelas" awal sebelumnya (playgroup / N1), pernah dititipkan di child day-care, atau memang sudah pernah punya abang/kakak yg bersekolah sebelumnya di sana. Hari pertama itu ditutup dengan perpisahan setelah orientasi keliling sekolah tadi. Di hari pertama, anak" sudah diminta untuk memakai seragam merah putih biru nya, hanya saja belum memakai tas resmi sekolah. Siang pertama itu DuoS masih memakai baju bebas dan menyandang tas ransel mungil favorit mereka si kodok hijau (uda) dan ladybird merah (uni).
Tantangan dimulai di hari kedua, karena DuoS sudah akan bersekolah penuh (full time) 3 jam. Saya juga masih cuti dan berniat mengantar anak" ke sekolah. Di rumah, suasana sudah agak memanas saat Shalih mulai menjauh saat akan dipasangi seragam sekolah. Uni masih tenang" saja meski wajah nya masih belum pede. Shalih memberontak meski akhirnya mau ke sekolah dengan memakai baju/celana berlapis. Di dalam memakai baju/celana rumah, dan dilapis di bagan luar dengan seragam. Pada hari itu, Mrs Tan mengambil foto wajah mrk untuk foto perkenalan. Untuk bbrp hari perjuangan ke depan, DuoS memang memakai baju berlapis, dan kadang" Shalih tak mau memakai seragam nya. Menjalani Selasa - Kamis di minggu pertama itu penuh perjuangan: tarik-tarikan, tangisan, meronta tak mau ditinggal di kelas, minta ditemani terus di dalam kelas dan juga saat perpindahan ruangan ... Alhamdulillaah Mrs Tan membolehkan saya ikut duduk di dalam kelas menemani sejam pertama (meski awalnya hanya boleh 10 menitan), ditinggal ..., dan dijemput 2 jam kemudian. Saat ditinggalkan itu luar biasa keras tangis Shalih, sekuat tenaga ia mencoba minta ikut keluar kelas, dan sekuat itu juga Madam Chua (pendamping Mrs Tan) mencoba menahan dan menenangkannya. Uni yg awalnya masih pede, jadi ikut"an menangis karena melihat kembarannya menangis :-( Di hari lain, ada kalanya keduanya menempel dengan saya di kelas, tak mau lepas, duduk di pangkuan sementara anak" lain terbengong melihat mereka.
Memang ada juga 2-3 anak" lain yg minta ditemani, namun itu sebentar saja dan ortu nya dapat keluar kelas tanpa tangisan panjang sang anak. Guru" tadika meyakinkan saya bahwa hal ini biasa dan mgkn berjalan 1-2 minggu. Istilahnya Separation Anxiety yg biasa dihadapi anak" pra-sekolah di hari" pertama. Namun memasuki minggu kedua, proses ini masih berat. Anak" menolak dibawa keluar rumah, meski dgn bujukan, iming" hadiah, ataupun "paksaan". Mgkn ortu lain yg juga mengantar putra putri mereka sudah kenal/paham dengan proses yg saya, istri, dan DuoS hadapi. "Horor" menyayat hati spt itu yg saya rasakan hu ..hu.. Nggak tega mendengar mereka menangis. Apalagi uda S yg sukar bersosialisasi saat kondisi spt itu. Ia akan diam tak berekspresi saat tangis nya berhenti (mgkn krn kecapekan), memandang keluar lewat jendela, mencari-cari mgkn masih ada Papa atau Mama nya. Sementara saya mencoba melihat dari kejauhan. Selama dua minggu itu juga, kadang mereka "mau" dibawa, kadang mereka bolos. Saya masih mencoba bersabar dan berfikir positif bahwa DuoS akan mampu beradaptasi. Khawatirjika terlalu dipaksakan akan jelek pada perkembangan mental mereka. Doa dipanjatkan, website" parenting dibaca, dan juga sowan berdiskusi dengan inyik/nenek/tante DuoS, guru/kepsek :-) Uni S sudah agak pede, kadang ia pergi sekolah sendiri tanpa Shalih. Sementara Shalih dengan kalimat" sederhana nya komplain tiap malam, "Tidak mau sekolah !", kadang dgn mata berkaca" hiks ...
Situasi masih berat ... hingga akhirnya Syahimah hadir pada Minggu tanggal 17. Ada uni Des, uni Is, dan Ghina yang datang ke Singapura, menemani Elwis bersalin, dan saya pun ambil cuti. DuoS rehat sejenak dari sekolah mulai esok harinya. Dicoba diantar uni Is, berhasil satu dua hari namun akhirnya mogok lagi. Akhirnya kami putuskan untuk mengistirahatakan DuoS sejenak mulai pertengahan Januari. Sementara cuti, ada juga saya bawa DuoS untuk melihat satu dua tadika lain seperti yg ada di masjid al-Ansar atau di Muhammadyah, namun mereka tetap tak mau bersekolah kl Papa/Mama tak ikut bersama di dalam kelas :-) PCF Principal (Mrs Ruth) berkata yakinkan pada anak" kami bahwa mereka harus bersekolah dimanapun mereka mau, namun tetap bersekolah.
... bersambung ...
Orientasi siswa siswi tadika di PCF Sparketots blok 135 Bedok North bermula. Para ortu dan murid baru diundang untuk masuk ke dalam kelas. Mendengarkan ucapan selamat datang dan penyambutan dari kepala sekolah (principal) Ruth Neo-Lim. Di aula yg besar itu juga berkumpul guru guru yang akan mengajar kelas sore (1-4pm). Pidato dilanjutkan oleh guru yg akan mengajar di kelas N2-3 (kelas yg akan ditempati DuoS) bernama Mrs Tan (form teacher). Pendamping Mrs Tan adalah Madam Chua yg juga bertugas sebagai guru bahasa Mandarin.
Jika diingat" lagi, hari" di awal Januari itu adalah yg masa" yg berat bagi DuoS. Pertama kali mereka mengenal arti berpisah dari kenyamanan rumah yg mereka kenal dan memasuki suasana yang sama sekali baru. Ada lokasi baru di luar rumah, orang dewasa baru (guru") yg akan menjadi orang tua kedua di masa sekolah, kawan" baru (yg masih menampakkan muka asing, cemas, dan berbicara dgn bahasa "asing"), dan aturan" baru yg wajib diikuti selama jam 1 hingga 4 sore di playgroup tahun pertama (kelas N2) tsb. Bahasa pengantar adalah bahasa Inggris, meski guru" tadika di sini mengerti istilah dalam bahasa Indonesia (Melayu) sedikit, namun kebanyakan dari mereka berbahasa Mandarin. Qadarullah di rumah pun, mama DuoS sedang bersiap menghadapi kehadiran anggota baru, calon bayi keempat. Jadi cukup hectic suasana saat itu. Sakinah masih 21 bulan dan masih sangat lengket dengan Elwis krn baru beralih ke susu formula :-)
Saya ambil cuti setengah hari untuk seminggu lebih dimulai dari Senin 4 Januari. Pada saat hari orientasi yg berdurasi dua jam an, DuoS masih agak tenang meski mata dan tubuh mereka tak pernah jauh dari Papa Mama nya. Mata mereka tak fokus kepada guru" yg berganti di depan kelas bercerita tentang aturan dan kondisi sekolah. Usai ceramah, kami diajak berkeliling dari ruangan ke ruangan melihat fasilitas yg ada di sana. Anak" memperhatikan dan mencoba benda" yg ada di dekat mereka, agak tertarik sebentar. Saya melihat ada anak" yg sudah agak pededgn suasana persekolahan ini, mgkn mereka sudah pernah ikut kelas" awal sebelumnya (playgroup / N1), pernah dititipkan di child day-care, atau memang sudah pernah punya abang/kakak yg bersekolah sebelumnya di sana. Hari pertama itu ditutup dengan perpisahan setelah orientasi keliling sekolah tadi. Di hari pertama, anak" sudah diminta untuk memakai seragam merah putih biru nya, hanya saja belum memakai tas resmi sekolah. Siang pertama itu DuoS masih memakai baju bebas dan menyandang tas ransel mungil favorit mereka si kodok hijau (uda) dan ladybird merah (uni).
Tantangan dimulai di hari kedua, karena DuoS sudah akan bersekolah penuh (full time) 3 jam. Saya juga masih cuti dan berniat mengantar anak" ke sekolah. Di rumah, suasana sudah agak memanas saat Shalih mulai menjauh saat akan dipasangi seragam sekolah. Uni masih tenang" saja meski wajah nya masih belum pede. Shalih memberontak meski akhirnya mau ke sekolah dengan memakai baju/celana berlapis. Di dalam memakai baju/celana rumah, dan dilapis di bagan luar dengan seragam. Pada hari itu, Mrs Tan mengambil foto wajah mrk untuk foto perkenalan. Untuk bbrp hari perjuangan ke depan, DuoS memang memakai baju berlapis, dan kadang" Shalih tak mau memakai seragam nya. Menjalani Selasa - Kamis di minggu pertama itu penuh perjuangan: tarik-tarikan, tangisan, meronta tak mau ditinggal di kelas, minta ditemani terus di dalam kelas dan juga saat perpindahan ruangan ... Alhamdulillaah Mrs Tan membolehkan saya ikut duduk di dalam kelas menemani sejam pertama (meski awalnya hanya boleh 10 menitan), ditinggal ..., dan dijemput 2 jam kemudian. Saat ditinggalkan itu luar biasa keras tangis Shalih, sekuat tenaga ia mencoba minta ikut keluar kelas, dan sekuat itu juga Madam Chua (pendamping Mrs Tan) mencoba menahan dan menenangkannya. Uni yg awalnya masih pede, jadi ikut"an menangis karena melihat kembarannya menangis :-( Di hari lain, ada kalanya keduanya menempel dengan saya di kelas, tak mau lepas, duduk di pangkuan sementara anak" lain terbengong melihat mereka.
Memang ada juga 2-3 anak" lain yg minta ditemani, namun itu sebentar saja dan ortu nya dapat keluar kelas tanpa tangisan panjang sang anak. Guru" tadika meyakinkan saya bahwa hal ini biasa dan mgkn berjalan 1-2 minggu. Istilahnya Separation Anxiety yg biasa dihadapi anak" pra-sekolah di hari" pertama. Namun memasuki minggu kedua, proses ini masih berat. Anak" menolak dibawa keluar rumah, meski dgn bujukan, iming" hadiah, ataupun "paksaan". Mgkn ortu lain yg juga mengantar putra putri mereka sudah kenal/paham dengan proses yg saya, istri, dan DuoS hadapi. "Horor" menyayat hati spt itu yg saya rasakan hu ..hu.. Nggak tega mendengar mereka menangis. Apalagi uda S yg sukar bersosialisasi saat kondisi spt itu. Ia akan diam tak berekspresi saat tangis nya berhenti (mgkn krn kecapekan), memandang keluar lewat jendela, mencari-cari mgkn masih ada Papa atau Mama nya. Sementara saya mencoba melihat dari kejauhan. Selama dua minggu itu juga, kadang mereka "mau" dibawa, kadang mereka bolos. Saya masih mencoba bersabar dan berfikir positif bahwa DuoS akan mampu beradaptasi. Khawatirjika terlalu dipaksakan akan jelek pada perkembangan mental mereka. Doa dipanjatkan, website" parenting dibaca, dan juga sowan berdiskusi dengan inyik/nenek/tante DuoS, guru/kepsek :-) Uni S sudah agak pede, kadang ia pergi sekolah sendiri tanpa Shalih. Sementara Shalih dengan kalimat" sederhana nya komplain tiap malam, "Tidak mau sekolah !", kadang dgn mata berkaca" hiks ...
Situasi masih berat ... hingga akhirnya Syahimah hadir pada Minggu tanggal 17. Ada uni Des, uni Is, dan Ghina yang datang ke Singapura, menemani Elwis bersalin, dan saya pun ambil cuti. DuoS rehat sejenak dari sekolah mulai esok harinya. Dicoba diantar uni Is, berhasil satu dua hari namun akhirnya mogok lagi. Akhirnya kami putuskan untuk mengistirahatakan DuoS sejenak mulai pertengahan Januari. Sementara cuti, ada juga saya bawa DuoS untuk melihat satu dua tadika lain seperti yg ada di masjid al-Ansar atau di Muhammadyah, namun mereka tetap tak mau bersekolah kl Papa/Mama tak ikut bersama di dalam kelas :-) PCF Principal (Mrs Ruth) berkata yakinkan pada anak" kami bahwa mereka harus bersekolah dimanapun mereka mau, namun tetap bersekolah.
... bersambung ...
No comments:
Post a Comment