Gema takbir menggema syahdu di awal pagi hari 24 Oktober 2006 ini. Alhamdulillah cuaca hari ini amat bersahabat: sejuk dan kadar kabut (PSI) sudah jauh berkurang. Pembacaan PSI hanya di bawah 50 dan terus merosot. Allah memudahkan langkah muslimin dan muslimat untuk bergegas menyambut shalat idul fitri, khususnya lagi bagi kami yang diberi kesempatan berhari raya di KBRI Singapura pagi itu. Semoga langit kembali cerah dan terus cerah di rantau nusantara ini.
Shalat Ied dipimpin imam IndoSing -- asal asli Indonesia namun sudah beken di Singapura -- yaitu HM Noor Tijany dan khatibnya Drs. Kusmayatna -- atau yg lebih dikenal dengan Kang Ibing. Iya beneran, ini adalah Kang Ibing, pelawak legendaris dari grup d'Bodors yang cukup kondang di era 1980-1990an. Saat ini Kang Ibing (60 tahun) tampil "tenang dan berisi" selayaknya ustadz. Buat jamaah yg mendambakan sosok nge-bodor beliau saat khutbah tadi tentunya kecewa deh :-) Mantan pemeran Kabayan yang dulu suka tampil dengan muka mengantuk, baju hitam, sarung di selempangkan ke pundak, dan peci butut saat ini adalah ustadz dan pembina dari pesantren modern Baiturrahman Bandung yang sudah punya bbrp cabang di Jawa Barat, Riau, dan Kendari.
Tema sentral yang diangkat adalah Ramadhan menghasilkan pribadi yang mampu memegang erat amanah (maaf yach ... dicari yg agak mirip, lupa versi aslinya). Dimulai dengan kutipan akhir ayat Al Baqarah 185 " ... Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur".
Mencukupkan hari puasa adalah wajib, namun yang lebih penting lagi adalah apa yang telah kita peroleh pasca-Ramadhan ini. Tentunya kita berharap agar puasa ini tidak hanya "latihan" menahan lapar dan haus saja kan ... Apa esensi yg terkandung dalam aktivitas puasa tsb yg menjadikan kita muslim yg lebih baik ?
Kang Ibing mengambil satu kisah tauladan dari sahabat Rasulullah SAW bernama Khalid bin Walid (Saifullah Maslul - the Sword of Allah). Sahabat ini menjadi panglima perang yg amat digjaya dan disegani baik oleh kawan maupun lawan di masa khalifah Umar bin Khattab.
Kisah ini amat indah dan terkenal:
Di masa itu sang panglima Khalid sedang bersiap memimpin peperangan di Yarmuk. Sementara itu kekhalifahan baru saja beralih dari Abubakar ra kepada Umar bin Khattab ra. Namun tanpa diduga di tengah kesibukan persiapan tsb, datanglah utusan khalifah menyerahkan surat kepada Khalid. Isinya singkat dan tegas: (1) mengumumkan wafatnya Abubakar ra dan pengangkatan Umar ra sebagai khalifah dan (2) mencopot dengan hormat jabatan Khalid sebagai panglima perang.
Bagaimana sikap Khalid? Ia menerima pemberhentian tersebut dengan sikap ksatria, tidak sedikit pun kekecewaan dan emosi terpancar dari wajahnya. Ia segera menunjuk Abu Ubaidah bin Jarrah untuk menyerahkan kendali kepemimpinan sementara ia pulang menemui khalifah sebagai seorang prajurit yang taat. Khalid pun bertanya pada sang khalifah: (1) Apakah ada kesalahan yang ia perbuat krn itu ia diberhentikan ? (2) Apakah ada sikapnya yang tidak baik dan membuat tidak senang sahabat lain ? NOPE ! Tiada suatu alasan negatif pun yang melekat pada diri Khalid.
Ini membuat Khalid penasaran dan jauh ingin mengetahui apa sebabnya ia dipanggil pada masa keemasan karirnya tsb. Akhirnya khalifah buka kartu dan berujar legowo kepada Khalid: "Sebagai sahabat karib saya takut bahwa ketenaran dan kehebatan yang engkau miliki saat ini lambat laun membuat dirimu tinggi hati dan menjauhkan diri daripada Allah Yang Maha Besar". Khalid amat terharu dan sambil terisak dipeluknyalah erat-erat khalifah Umar. Khalid amat berterima kasih bahwa ia telah diingatkan dan dijauhkan dari ancaman masuk neraka di akhirat kelak.
Selepas peristiwa itu Khalid pun kembali ke medan tempur dan berperang dengan gigih dibawah komando "mantan anak buahnya". Banyak sahabat heran dan bertanya-tanya mengapa Khalid tetap masih mau bertempur pada posisi prajurit biasa padahal seharusnya ia kecewa berat ? Apa tanggapan Khalid: "Aku tidak berperang untuk Umar. Aku berperang untuk Tuhannya Umar" .
Orientasi perjuangannya adalah Allah, bukan jabatan, ketenaran dan kepuasan nafsunya. Khalid mampu memegang amanah baik sebagai pimpinan maupun sebagai anak buah karena destinasi akhir sepak terjangnya di dunia ini adalah Allah !
Mampukah kita belajar dari kisah ini dan meluruskan kembali niat kita sebagai mahasiswa, pekerja, dll ? Mampukah kita mengemban amanah dengan jujur dimana dan kapanpun ?
Wassalam