Dulu saya pernah menulis tentang upaya orang awam belajar agama Islam dan di sisi lain perlunya strategi yang tepat bagi seorang da'i dalam menjemput bola target dakwah yg dibidiknya. Awal bulan ini tiba-tiba seorang sahabat menuliskan status di dinding FB nya, "Ada seorang dai, kemana-mana naik mobil mewah, jam tangan mahal berhias berlian, sepatu dan jas jutaan rupiah. Menurutmu pantaskah dia berbicara tentang Umar yang kuat tapi sederhana ?" (Okt 10). Argumen beliau, dengan penampilan tersebut dakwah di kalangan bawah apakah kira-kira omongannya akan didengar. Sebagaimana Rasulullah Saw yg selalu tampil sederhana meskipun ia bisa tampil kaya raya jika mau.
Lalu saya berkomentar: Saat sang da'i memakai semua perhiasan dunia tsb, dia akan berdakwah di kalangan tsb. Topiknya mungkin bukan hidup sederhana, namun bagaimana membangun kejayaan ekonomi, penguasaan sumber finansial, penguasaan pasar, media, punya rumah sakit canggih dll yg selama ini dinikmati oleh mereka yg (maaf) belum muslim. Atau topik lain yg sudah pasti ... infaq, zakat, kontribusi orang kaya ke orang miskin, dll.
Di saat ia (terpaksa atau dipaksa) berdakwah ke kampung yg terbelakang scr ekonomi, maka ia perlu melepas sebagian perhiasan dunia tadi utk berbicara dgn bahasa kaum tsb. Mengapa terpaksa ... karena IMHO (sebaiknya) ada da'i lain yg memang punya segmen pasar di sana. Tidak semua da'i harus punya global market, ada juga yg pasar nya spesifik karena ia punya keahlian khusus di sana... market ABG, market seleb, anggota parlemen, saudagar, napi, mantan copet, drug abuser dll. Dalam hal ini tak ada yang mampu menandingi keahlian Rasulullah Saw yg mampu berdakwah di segmen apa saja.
Semua punya andil dan spesialisasi. Penonton tak perlu banyak komentar krn penonton tak pernah tahu berapa orang di segmen khusus tsb yg sudah berhasil jadi lebih Islami krn da'i profesional tsb. Tidak melulu orang miskin yg perlu tercerahkan dan hidup lebih Islami, semua kalangan berhak.
Sesama supir metromini dilarang saling mendahului :-)
Alhamdulillah seyogyanya di mana pun sang dai berada, ada batasan-batasan kepantasan yg wajib dipenuhi agar pesan yg ingin disampaikan dapat diserap dengan baik oleh jama'ah.
Lalu saya berkomentar: Saat sang da'i memakai semua perhiasan dunia tsb, dia akan berdakwah di kalangan tsb. Topiknya mungkin bukan hidup sederhana, namun bagaimana membangun kejayaan ekonomi, penguasaan sumber finansial, penguasaan pasar, media, punya rumah sakit canggih dll yg selama ini dinikmati oleh mereka yg (maaf) belum muslim. Atau topik lain yg sudah pasti ... infaq, zakat, kontribusi orang kaya ke orang miskin, dll.
Di saat ia (terpaksa atau dipaksa) berdakwah ke kampung yg terbelakang scr ekonomi, maka ia perlu melepas sebagian perhiasan dunia tadi utk berbicara dgn bahasa kaum tsb. Mengapa terpaksa ... karena IMHO (sebaiknya) ada da'i lain yg memang punya segmen pasar di sana. Tidak semua da'i harus punya global market, ada juga yg pasar nya spesifik karena ia punya keahlian khusus di sana... market ABG, market seleb, anggota parlemen, saudagar, napi, mantan copet, drug abuser dll. Dalam hal ini tak ada yang mampu menandingi keahlian Rasulullah Saw yg mampu berdakwah di segmen apa saja.
Semua punya andil dan spesialisasi. Penonton tak perlu banyak komentar krn penonton tak pernah tahu berapa orang di segmen khusus tsb yg sudah berhasil jadi lebih Islami krn da'i profesional tsb. Tidak melulu orang miskin yg perlu tercerahkan dan hidup lebih Islami, semua kalangan berhak.
Sesama supir metromini dilarang saling mendahului :-)
Alhamdulillah seyogyanya di mana pun sang dai berada, ada batasan-batasan kepantasan yg wajib dipenuhi agar pesan yg ingin disampaikan dapat diserap dengan baik oleh jama'ah.