Iseng saya berhitung dan menemukan bahwa SGD 200 (Dua ratus dollar Singapura) itu murah bagi sebagian besar orang yang tinggal di pulau Singapura ini. Murah utk rentang waktu satu bulan. Siapapun dengan amat mudah mengeluarkan uang sejumlah ini. Jadi jangan heran jika ganti smartphone terbaru tiap tahun itu biasa, tukar TV layar datar tiap tiga tahun itu bukan luar biasa, beli branded bag tiap tahun itu bukan mimpi, dan iklan kasur empuk impor yg harganya lebih dari $5000 itu tidak bikin kaget (toh ganti kasur paling tidak tiga tahun sekali)
Mengapa ?
Dengan kurang dari $1000 sudah dapat iPhone5. TV LCD layar datar 42" terbaru sudah banyak dijual dengan harga kurang $1500. Tas bernama milik sejuta umat pun sudah biasa dijual di butik kurang dari $2500. Itu semua didapat dengan menabung $200 sebulan selama setahun kan ...
Lalu mengapa $200 per bulan itu murah sehingga konsumerisme di level tsb sangat wajar ? Perhatikan bagi yg sudah tinggal di sini sejak tiga tahun terakhir atau lebih, dimana kecendrungan inflasi yg pasti naik setiap tahun dengan kecepatan minimal 4-5%. Bagi sebagian pekerja di jantung kota:
$200 itu bekal makan+minum standar siang hari selama hari kerja dalam sebulan,
$200 itu ongkos taksi pp selama lima hari kerja dalam seminggu,
$200 itu 1/4 harga sewa kamar bujangan per bulan di HDB,
$200 itu hanya cukup untuk lima kali isi bensin mobil selama sebulan,
$200 itu belanja dapur hemat sebuah keluarga dalam seminggu,
$200 itu rekening bulanan listrik/air/gas/telpon sebuah keluarga kecil,
$200 itu rekening kartu kredit tiap bulan,
$200 ...
$200 ...
$200 ...
Namun satu hal yg membuat miris. $200 per bulan itu murah utk sebuah lifestyle namun tidak untuk membina sebuah keluarga. Usia pernikahan semakin telat, semakin banyak orang hidup membujang, dan ramai pasangan suami istri yg tidak ingin punya anak, menunda punya anak, atau membatasi jumlah anak cukup seorang saja padahal dari sisi finansial mereka sangat mampu karena keduanya bekerja.
Teori saya mudah saja, selama seorang individu berpandangan bahwa pasangan hidup atau anak tsb adalah liabilitas maka kondisi di atas adalah wajar. Apa Anda rela berkorban lifestyle dalam arti merelakan lembar-lembar $200 tsb hilang padahal uang dicari utk kesenangan hidup ? (hilang baik dalam arti uang, waktu, tenaga, dll). Liabilitas lain selain repot dan "biaya pemeliharaan" adalah khawatir anak-anak yg dihasilkan menjadi anak bandel, banyak urusan, dan akhirnya tak membalas budi. Alasan terakhir ini membuat banyak orang yg hidup di negeri-negeri maju lebih menyukai memelihara pet (hewan piaraan) dibanding punya anak. Padahal warga negara di sana dijamin negara hingga akhir hayat :-(
Namun jika kita memandang azwaj+zuriat (pasangan dan keturunan) ini sebagai aset maka insya Allah tiada yg terlalu sukar utk dijalani. Aset yg membawa kita semakin dicintai Allah dan memperoleh ridha Nya. Dilapangkan jalan hidup, dimudahkan menggapai rezeki yg telah dijanjikan di dunia, dan yg terpenting beroleh surga Nya di akhirat kelak. Amiin.
Ada pendapat lain ? Atau parameter $200 itu terlalu kecil dan harus ditinggikan lagi sebenarnya.
Mengapa ?
Dengan kurang dari $1000 sudah dapat iPhone5. TV LCD layar datar 42" terbaru sudah banyak dijual dengan harga kurang $1500. Tas bernama milik sejuta umat pun sudah biasa dijual di butik kurang dari $2500. Itu semua didapat dengan menabung $200 sebulan selama setahun kan ...
Lalu mengapa $200 per bulan itu murah sehingga konsumerisme di level tsb sangat wajar ? Perhatikan bagi yg sudah tinggal di sini sejak tiga tahun terakhir atau lebih, dimana kecendrungan inflasi yg pasti naik setiap tahun dengan kecepatan minimal 4-5%. Bagi sebagian pekerja di jantung kota:
$200 itu bekal makan+minum standar siang hari selama hari kerja dalam sebulan,
$200 itu ongkos taksi pp selama lima hari kerja dalam seminggu,
$200 itu 1/4 harga sewa kamar bujangan per bulan di HDB,
$200 itu hanya cukup untuk lima kali isi bensin mobil selama sebulan,
$200 itu belanja dapur hemat sebuah keluarga dalam seminggu,
$200 itu rekening bulanan listrik/air/gas/telpon sebuah keluarga kecil,
$200 itu rekening kartu kredit tiap bulan,
$200 ...
$200 ...
$200 ...
Namun satu hal yg membuat miris. $200 per bulan itu murah utk sebuah lifestyle namun tidak untuk membina sebuah keluarga. Usia pernikahan semakin telat, semakin banyak orang hidup membujang, dan ramai pasangan suami istri yg tidak ingin punya anak, menunda punya anak, atau membatasi jumlah anak cukup seorang saja padahal dari sisi finansial mereka sangat mampu karena keduanya bekerja.
Teori saya mudah saja, selama seorang individu berpandangan bahwa pasangan hidup atau anak tsb adalah liabilitas maka kondisi di atas adalah wajar. Apa Anda rela berkorban lifestyle dalam arti merelakan lembar-lembar $200 tsb hilang padahal uang dicari utk kesenangan hidup ? (hilang baik dalam arti uang, waktu, tenaga, dll). Liabilitas lain selain repot dan "biaya pemeliharaan" adalah khawatir anak-anak yg dihasilkan menjadi anak bandel, banyak urusan, dan akhirnya tak membalas budi. Alasan terakhir ini membuat banyak orang yg hidup di negeri-negeri maju lebih menyukai memelihara pet (hewan piaraan) dibanding punya anak. Padahal warga negara di sana dijamin negara hingga akhir hayat :-(
Namun jika kita memandang azwaj+zuriat (pasangan dan keturunan) ini sebagai aset maka insya Allah tiada yg terlalu sukar utk dijalani. Aset yg membawa kita semakin dicintai Allah dan memperoleh ridha Nya. Dilapangkan jalan hidup, dimudahkan menggapai rezeki yg telah dijanjikan di dunia, dan yg terpenting beroleh surga Nya di akhirat kelak. Amiin.
Ada pendapat lain ? Atau parameter $200 itu terlalu kecil dan harus ditinggikan lagi sebenarnya.
Kesetimbangan baru :-) |
No comments:
Post a Comment