Mar 21, 2013

Life of PI

Andaikan hanya ada satu partai islam (PI) alias semua partai hijau yg ada saat ini niat tulus ikhlas merger buat poros tengah. Saya yakin bukan LHI yg bakal jadi pucuk pimpinan atau HA yg dinobatkan sbg Godfather oleh detik. Banyak-banyak yg lebih baik sptnya.

Namun kini mimpi masih jauh, yg muncul hanyalah partai2 setengah matang yang:

  • kurang calon pemimpin,
  • kurang kader yg berpengalaman memimpin, berorganisasi, negosiasi yg cantik,
  • kurang dana,
  • kurang didukung oleh orang Islam sendiri krn segmentasi pasar.
  • kurang dpt simpati non muslim.



Terpaksa kasak-kusuk cari SDM (manusia), SDK (kapital) sehingga:

  • sehingga terpaksa menggaet artis, menempel kpd caleg/cakada yg kurang integritas/amanah,
  • aliansi dgn partai-partai hedon lain demi menggolkan calon sendiri,
  • susah cari sumber dana utk kampanye, lahan gerak, ladang bisnis utk operasional partai,
  • gegabah/kurang teliti merangkul simpatisan investor yg seolah2 tulus dan thayyib (terjebak dan disikat KPK)

Apakah satu PI hanya mimpi krn tidak ada pihak yg ikhlas melebur jadi satu kekuatan atau gengsi merasa prinsipnya sendiri paling benar ?

Ini akan membawa masalah di kemudian hari. Alih-alih kekuatan yg disegani malah jadi bulan-bulanan media dan permainan musuh atau mereka yg tak senang melihat PI berjaya. Jika siklus ini terus berulang maka PI tak mungkin hidup sejahtera.

Mgkn saya harus modifikasi impian apakah PI tunggal itu realistis.

Sejak semangat bermulti partai ini timbul selalu ada pertanyaan mau kemana umat beragama harus merapat. Misalnya ke partai hijau utk orang islam (PI), partai ungu buat nasrani (PN), atau partai pelangi utk yg sekuler (PS). Kehadiran aleg independen lewat mekanisme DPD bagi hemat saya adalah albino, hidup segan mati tak mau. Mereka hanya difasilitasi negara agar tak bikin ribut di dalam/luar negeri.

Warga PS menanyakan mengapa umat beragama harus repot2 mendirikan PI atau PN. Kenapa tak merapat ke PS dan menyalurkan aspirasi di sana. Umat beragama yg punya syahwat politik merasa tak terwakili sepenuhnya di PS krn sifatnya yg pelangi tsb sehingga merasa perlu mendirikan PI atau PN. Padahal ini secara tak langsung melemahkan SDA krn tokoh-tokoh muslim yg gemar berpartai terbagi dua atau lebih. Dari sisi pemilih jelas lebih terpencar lagi.

Dibaca di situs KPU:

  • Pemilu 1955 ada Masyumi dan NU sebagai duo PI yg sukses dicoblos 40% pemilih, lima tahun kemudian Masyumi dibubarkan Sukarno.
  • 1971 kuartet PI namun tak lebih dari 25% suara,
  • 1977, 1982, 1987 PPP melenggang sebagai PI tunggal yg menikmati +/- 30% suara. Muslimin Indonesia sudah banyak yg sadar politik, bisa baca tulis, dan akses informasi lebih menjangkau pelosok desa sehingga perolehan suara naik.
  • 1992, 1997 tetap satu PI namun perolehan suara digembosi partai kerbau hitam sehingga menjunam di bawah 20%. Padahal umat Islam nya tetap atau bertambah kan ...
  • 2004 muncul lebih dari lima PI yg sukses menggayung lebih dari 30% suara.
  • Namun 2009 hanya tiga PI lolos electoral threshold PKS, PPP, PKB dgn total hanya 21% suara.

Mana yg ideal ? Satu, dua, tiga PI ? Kue yg diperebutkan dari statistik hanya 30% atau maksimum 1/3 dari 120 jutaan pemilih. Suara umat Islam selebihnya masuk ke PS atau justru golput (musuh bersama).

Dalam al-Quran Qs 3:103 Allah Swt berfirman "... janganlah bercerai berai". Dalam konteks PI, saya memaknai ayat ini BUKAN utk punya partai tunggal (satu PI), melainkan tidak berpecah belah utk satu misi yg lebih besar, yaitu tidak berpecah belah terhadap satu cita, tujuan, keputusan, kebijakan, UU dll.

Umat Islam silakan bermukim di mana saja asal bukan partai keyakinan lain, namun di saat persatuan itu diperlukan umat harus bersatu. Tidak ribut mempermasalahkan presiden mana yg harus dipilih, debat kusir dlm menggolkan RUU yg jelas-jelas menguntungkan muslim, sadar intrik yg membahayakan muslim, dll ... di partai manapun Anda berada. Intinya: menjadi wakil rakyat dlm rangka ibadah, jangan nekad menjual aqidah demi partai, jangan takut di recall bahkan jika aleg itu di dalam PS, dan bahkan harus mundur dari koalisi  sekalipun. Sanggup ?

*****

Angka psikologis 30% di 2014 tetap akan jadi impian semua partai di 2014. Utk kafilah PI sejak 2004 -> 2009 malah menurun trend nya. Bgm dgn 2014 ? Entah turun krn semakin banyak golput atau kesedot partai-partai nasionalis sekuler yg kinclong di luar ternyata bau sengak di dalam. Money politics akan makin kencang krn 2014 sesuatu banget dgn makin tidak adanya kekuatan dominan saat ini.

Apa langkah nyata sehingga trio PI pks-pkb-ppp mampu bersatu dan mengumpulkan minimal 30% suara ?
Apa trik nya agar kader/voters muslim yg terkotak-kotak di PS dan PI bisa bersatu andaikan isu piagam jakarta nomor 1 ".... menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya" masih menjadi momok bahkan bagi muslim Indonesia sendiri ? Or simply because, agama islam yes, partai islam no (catatan: slogan ini lahir dari alm Cak Nur tahun 70 an, dipopulerkan kemudian oleh alm Gus Dur dan JIL).

Seorang rekan berujar utk saat ini, yg terbaik adalah perbaikan di tingkat elit politik, komunikasi di tingkat elit, ketimbang berusaha menyatukan partai. Menyatukan partai ini lebih sulit. Banyak masalah, salah satunya karena kita bicara soal ratusan juta umat islam yg ada di indonesia. Yg penting lagi, menjalin hubungan dgn semua komponen umat islam. Komponen umat islam bukan cuma PI, ada juga ormas di sana. Juga mungkin 'silent majority' spt yg ada di milis ini. Tetap optimis utk masyarakat indonesia yg lebih islami.

Saya pernah menulis di thread paling awal (lupa subjek yg mana), bhw salahsatu kelemahan PI yg ada saat ini adalah mereka kurang mendapat simpati non-muslim indonesia (NMI). NMI ini minoritas dan mrk "tanpa bersuara" ingin payung pelindung yg bisa buat merasa aman berbisnis dgn halal dan benar tanpa bayar preman, tentram beribadah tanpa harus ngotot bikin rumah ibadah dimana-mana, tidak curiga melulu ada diskriminasi saat buat ktp/sim/paspor, aman punya rumah mewah tanpa menggaji satpam dll.
Lagipula kl PI di Papua, Bali, Kalbar siapa mayoritas yg mau coblos ?

*diskusi milis di awal Maret 2013

No comments:

Post a Comment