Di dekat salahsatu pintu ruangan kantor ada toilet untuk pengguna kursi roda seperti yg pernah diceritakan di sini. Hingga hari ini toilet ini relatif bersih dan ramai pengunjung setianya. Sayang, sudah beberapa hari sejak minggu lalu lampu di dalam toilet ini bertukar gaya menjadi lampu disko jika dinyalakan ... kedap kedip. Pertama kali saya sadar hari Jumat siang, krn terburu-buru utk pergi ke luar, saya diamkan saja. Pasrah gelap-gelapan, remang macam disko saat BAK, mata pun perlu dipejamkan agar tak sakit mengikuti irama kedap-kedip nya yg cepat dan menyilaukan :-(
Akhir pekan pun lewat, masuk hari Senin, Selasa hari buruh libur lagi. Rabu masuk kantor ternyata kondisi tak membaik. Padahal apa susahnya melaporkan kejadian ini. Saya melihat petugas kebersihan toilet (janitor) tiap tiga jam mendatangi toilet ini namun sptnya ia pun tak melapor. Ia tentu berpikir lampu toilet rusak itu bukan bagian checklist pekerjaannya. Sementara pemakai lain pastinya "kapok" bertandang ke sana krn lampu rusak tsb. Hmm ... entah apa istilahnya, bystander effect, biarkan orang lain yg melapor, EGP ... Sementara bagi saya itu toilet favorit krn bisa bersuci dan berwudhu dengan lebih nyaman di dalam. Bukan mau riya, akhirnya saya inisiatif menelepon 3998 bagian facility (maintenance gedung). Saya coba ingat ini mgkn kejadian yg kedua setelah sebelumnya ada kejadian sama tanpa ada yg melapor jg. Padahal betapa mudahnya menelepon, telp gratis ada di dekat toilet, nomornya pun dipajang di tiap pintu masuk kantor !
Kalau tak salah saya melapor usai shalat Zuhur. Saat ingin wudhu utk shalat Ashr ternyata lampu sudah diganti alhamdulillah. Cepat kan ! Ini Singapura dan kantor sudah bayar mahal kepada pengelola gedung. Nomor telepon bagian fasilitas ditempel dimana-mana bukan tanpa makna :-)
********
Masih soal lampu. Di malam hari kadang-kadang kami pakai lampu kecil di kala tidur. Entah sudah berapa lama umur bola lampu yg terpasang di sana. Cukup terang dan tak silau di malam hari, kalau tak salah hanya lima watt daya nya. Dua hari yang lalu bola lampu tsb putus dan baru sempat tadi pagi mencari gantinya. Cari punya cari tidak bertemu bolam lima watt tsb. Yang ada bolam hemat energi lima watt atau bolam biasa dgn daya minimum 25 watt. Wah boros sekali dan bakalan panas kamar tidur kalau harus menyalakan bolam 25 watt.
Apa mau coba teknologi hemat energi, diklaim hingga 80% hemat krn dengan memakai daya lima watt menghasilkan cahaya terang setara bolam 25 watt. Benar-benar 80% penghematan seperti tertulis di bungkusnya. Hebatnya lagi bolam ini punya umur 6000 jam (asumsi saya ini nonstop) yang setara dengan 3 tahun tulis di bungkusnya (3 x 365 x 5.4 jam) alias pemakaian 5-6 jam sehari. Hmm pilih mana ya ? Dari sisi harga bolam biasa (MADE IN INDONESIA) ini hanya 90 sen harganya dan bolam hemat energi (MADE IN CHINA) adalah $6 alias lebih dari enam kali lipatnya. Sebenarnya kami tak perlu 25 watt, tapi inilah ukuran paling kecil yg dijual di sana he..he.. Mau tunggu toko-toko kelontong di luar belum buka jam 8 pagi begini. Seingat saya bolam biasa 5 watt juga harganya sekitar satu dollar (ah sami mawon).
Akhirnya saya putuskan beli bolam hemat energi. Terangnya sih tak seberapa, maklumlah ini memakai teknologi neon jg. Namun "katanya" lebih tahan lama dan lebih hemat utk terang yg sama (mis. 25 watt). Sambil membandingkan keduanya saya teringat mengapa bolam hemat energi tidak dibuat di Indonesia juga ? Apa kita hanya jadi tempat membuat barang murah ?
Akhir pekan pun lewat, masuk hari Senin, Selasa hari buruh libur lagi. Rabu masuk kantor ternyata kondisi tak membaik. Padahal apa susahnya melaporkan kejadian ini. Saya melihat petugas kebersihan toilet (janitor) tiap tiga jam mendatangi toilet ini namun sptnya ia pun tak melapor. Ia tentu berpikir lampu toilet rusak itu bukan bagian checklist pekerjaannya. Sementara pemakai lain pastinya "kapok" bertandang ke sana krn lampu rusak tsb. Hmm ... entah apa istilahnya, bystander effect, biarkan orang lain yg melapor, EGP ... Sementara bagi saya itu toilet favorit krn bisa bersuci dan berwudhu dengan lebih nyaman di dalam. Bukan mau riya, akhirnya saya inisiatif menelepon 3998 bagian facility (maintenance gedung). Saya coba ingat ini mgkn kejadian yg kedua setelah sebelumnya ada kejadian sama tanpa ada yg melapor jg. Padahal betapa mudahnya menelepon, telp gratis ada di dekat toilet, nomornya pun dipajang di tiap pintu masuk kantor !
Kalau tak salah saya melapor usai shalat Zuhur. Saat ingin wudhu utk shalat Ashr ternyata lampu sudah diganti alhamdulillah. Cepat kan ! Ini Singapura dan kantor sudah bayar mahal kepada pengelola gedung. Nomor telepon bagian fasilitas ditempel dimana-mana bukan tanpa makna :-)
********
Indonesia dan China |
Apa mau coba teknologi hemat energi, diklaim hingga 80% hemat krn dengan memakai daya lima watt menghasilkan cahaya terang setara bolam 25 watt. Benar-benar 80% penghematan seperti tertulis di bungkusnya. Hebatnya lagi bolam ini punya umur 6000 jam (asumsi saya ini nonstop) yang setara dengan 3 tahun tulis di bungkusnya (3 x 365 x 5.4 jam) alias pemakaian 5-6 jam sehari. Hmm pilih mana ya ? Dari sisi harga bolam biasa (MADE IN INDONESIA) ini hanya 90 sen harganya dan bolam hemat energi (MADE IN CHINA) adalah $6 alias lebih dari enam kali lipatnya. Sebenarnya kami tak perlu 25 watt, tapi inilah ukuran paling kecil yg dijual di sana he..he.. Mau tunggu toko-toko kelontong di luar belum buka jam 8 pagi begini. Seingat saya bolam biasa 5 watt juga harganya sekitar satu dollar (ah sami mawon).
Akhirnya saya putuskan beli bolam hemat energi. Terangnya sih tak seberapa, maklumlah ini memakai teknologi neon jg. Namun "katanya" lebih tahan lama dan lebih hemat utk terang yg sama (mis. 25 watt). Sambil membandingkan keduanya saya teringat mengapa bolam hemat energi tidak dibuat di Indonesia juga ? Apa kita hanya jadi tempat membuat barang murah ?
ada beberapa merk yang buatan indonesia: Panasonic, Sharp.
ReplyDelete