Aug 24, 2013

Perlukah Marah ?

Jujur saya menulis bahwa saya bukan tipe orang yang mudah marah. Namun dengan perjalanan waktu dan ritme kehidupan yang memerlukan interaksi dengan banyak orang, keinginan marah itu dapat datang kapan saja dengan berbagai macam alasan.

Ada alasan yg bersumberkan diri sendiri atau dipicu faktor luar. Ada yang sederhana, ada yang kompleks. Untuk yg ditimbulkan diri sendiri, saya berusaha untuk tidak marah atau sekurangnya cukup memarahi diri sendiri dalam hati ...  basketball !  Istighfar dan berupaya untuk tak mengulangi. Tidak membuat kesal hati menjalar ke orang / hal-hal di sekeliling. Mungkin ini jenis kesalahan yang acap berulang: TIDAK DISIPLIN faktor utamanya: waktu, tempat, prosedur, menunda pekerjaan, dan sebangsanya.

Bagaimana dengan marah yg ditimbulkan krn interaksi dengan orang lain ?


Ada kalanya memang hak saya untuk marah. Marah besar dengan skala 9 dari 10.
Namun sudah sering saya mencoba untuk tak memperturutkan hak tsb. Coba menarik nafas dalam, berfikir selangkah mundur sejenak. Apa ada alternatif lain atau berandai-andai jika tanpa marah bisa menyelesaikan problem tsb. Umumnya hal ini terjadi krn prosedur yg bertele-tele atau kesalahan prosedur yg disebabkan beberapa pihak. Bisa jadi saat berbelanja, restoran, check-in pesawat, imigrasi, administrasi bank dll.

Marah sama siapa ?
Yang bakal jadi target marah tentu the last man/woman standing in front of me !

Nasib yg membuat ia harus berhadapan dengan seorang yg tak puas dengan layanan tempat ia bekerja.
Namun di era yg serba kompleks ini mas atau mbak CS (customer service) atau petugas yg melayani boleh jadi hanya "korban" dari mistakes belong to chain of people before him/her or simply buggy / stupid IT system or the nature of his/her "complex" job procedures.

Kasihan memang, kadang dalam sebuah sistem yg beranjak utk lebih baik atau seorang CS yang berdedikasi namun tak selamanya berjalan mulus, hal ini sering terjadi. Mudah saja, sebagai seorang pekerja, mengapa dia harus repot, buang tenaga, cerewet, dihardik penumpang/pelanggan dll kalau ia sebenarnya tak perlu demikian ? Memang sistem komputernya yg dodol, memang jaringan internet nya yg lemot, rekan kerjanya yang salah memasukkan data, atau perintah boss menyuruh demikian ... dan segudang alasan lain yg membuat dia harus berbuat macam itu.

Dulu bbrp kejadian istri saya tak sabar kalau harus digeledah petugas keamanan di bandara di luar negeri. Awalnya memang kita suka prasangka buruk, hah ini krn dia bergaun muslimah saja sehingga sering "nyangkut" atau koper digeledah. Namun kalau dipikir sedikit, siapa yg mau capek-capek kerja begitu ?  Menghabiskan waktu dan tidak ada untungnya bagi mereka. Dari 1000 yang digeledah mungkin tiada satu pun informasi yg bernilai. Terlepas dari alasan si petugas menggeledah, kita tak boleh berprasangka bahwa dia mau cari muka atau sengaja mau menyusahkan. Itu tugas mereka. Jalani saja dengan benar.

Sama halnya dengan kompleksnya sistem IT di perusahaan2 yg mulai menerapkan online system. Namanya saja yg online serba komputer, namun di belakang layar tetap manusia yg bekerja. Manusia gajian, yg punya lelah, dan berbagai keruwetan di otaknya. Tidak ... saya tidak sedang bicara sistem atau birokrasi yg korup ... yg berpemeo jika bisa dipersulit mengapa perlu dipermudah. It is a simple human error or buggy system. Tapi sekali lagi, ingat yg salah bukan orang yg berhadapan dengan Anda. Mengapa menyeleaikan hal yg mudah begini harus satu minggu, mengapa perlu bukti KTP, mengapa kerjaan mudah begini masih salah, lhoo tadi error hanya satu koq sekarang error dua-dua nya ... worst than before  ? Saya bisa meledak kalau ingat berapa waktu terbuang, tenaga, uang hanya untuk menyaksikan kesalahan demi kesalahan.

Namun sekali lagi, siapa yg menginginkan kesalahan ini terjadi ?
Saya bisa meledak, tegur manajer nya, dll namun kesalahan tetap kesalahan.
Jangan berandai-andai kalau saya yg mengerjakan hal tsb semuanya akan lancar.
Apa saya yakin jika berganti dengan posisi mereka, digaji sama dengan mereka, akan menghasilkan kerjaan yg lebih baik ?
Mereka juga ingin istirahat makan siang tak tertunda, bisa pulang tepat jam 5 sore, dll.

Memarahi staf-staf di lini terdepan atau call center ini biasanya tak membuahkan apa-apa. Umumnya mereka prajurit-prajurit kecil (maaf bukan untuk menghina profesi tsb). Malah cenderung merugikan krn staf yg dimarahi jadi gugup, bingung, atau justru jadi bumerang yg akan makin menyulitkan urusan :-( Mereka perlu training lebih namun belum ada anggaran kata bos nya :-(

Lebih baik berhati panas namun kepala tetap dingin. Masalah tak kan selesai dengan marah. Lebih baik, kalau ada ilmu sedikit, ajarkan mereka untuk menyelesaikan masalah :-)

******

Sebelum berhenti menulis, ada pengalaman khusus dengan supir taksi. Biar lebih spesifik lagi supir taksi singapura. Sejauh pengalaman kami bertaksi, mereka kerja baik, efektif, dan 90% sesuai harapan. Ada dua, tiga insiden yang mengesalkan namun tak saya ingat-ingat.

Berita di mypaper 26 Juni 2013 menuliskan ada tiga komplain pemakai taksi di sini: Cabbies who swerve in and out of traffic, speed and use their mobile phones while on the road. Yup ...  saya tambah satu lagi, supir yg merokok sehingga bau rokok di dalam taksi mereka. Untuk keluhan terakhir, saya langsung keluar dari taksi tsb, cari yg lain (kalau memungkinkan sih he...he..).

Reaksi umum penumpang biasanya diam marah atau menghardik kesal. Namun apa itu solusi ? Bisa jadi supir tambah gila mengemudi dan membahayakan semua. Santai sajalah, beri instruksi bila perlu, dan nikmati perjalanan yg akan kita bayar tsb. Minta selamat sama Allah Swt bukan pada supir taksi :-) Kadang apes dibawa jalan berputar dan harus bayar lebih, ini pun resiko, karena kita memang tak paham lokasi tsb.

O .. ya last but not least and should be the most important tip as a family member. Kalau saya dapat menahan marah dan berhati lapang dengan orang lain, dapatkah saya berlaku sama atau lebih baik terhadap anggota keluarga ? Janganlah kita bersikap lemah lembut dengan kawan atau orang lain di luar rumah namun justru terror (galak) di rumah dengan pasangan, ortu, anak, saudara kandung. Itu dunia terbalik namanya ha..ha..

Jadi buat apa marah-marah di awal perjalanan atau di akhir perjalanan.
Akan rugi sendiri krn mestinya perjalanan untuk dinikmati dan pulang dari perjalanan itu enaknya untuk beristirahat.

Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Bukanlah orang yang kuat itu yang pandai bergulat, akan tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan jiwanya ketika marah.(HR. Bukhari 6114,Muslim 2609)

Wassalam dari balik jeruji kamar.



1 comment:

  1. Marah, adalah ekspressi kekecewaan, kekesalan. Seyogyanya dapat dimanaged dengan baik. Perbanyak istighfar meski dalam hati. Insya Allah akan mampu mengendalikan amarah.

    ReplyDelete