Apr 29, 2010

Awas Supir Lelah

Supir di Jakarta pasti menyangka menjadi supir bus di pulau ini jauh lebih menyenangkan. Dapat gaji bulanan plus uang ekstra jika lembur atau standby di hari libur nasional, asuransi kesehatan, baju seragam yang rapi, bus yang sejuk ber AC, jalan raya yang luas dan jarang macet, dan penumpang yang tidak terlampau sesak kecuali saat peak hour. Ditambah lagi dengan trayek dan frekuensi bus yang jelas (tak tumpang tindih), tak perlu pusing bawa kondektur untuk menagih ongkos bus, dan umumnya pemakai jalan beroda lainnya taat aturan lalu lintas. Sangat nyaman: tak perlu kejar-kejaran mengejar penumpang, tak ada maki supir lain karena harus mengetem di tikungan mencari penumpang, tak ada pungli, tak ada maki penumpang karena bus sudah sangat sesak dan berjalan ugal-ugalan dll.

Namun kenikmatan ini kadang disalahgunakan, mental raja jalanan ada di minda sebagian supir bus. Mungkin karena pembawaan supir itu sendiri yang suka ngebut, jadwal/rit yang terlampau padat dalam satu hari (mereka kerja selama 9-12 jam, 6 hari kerja seminggu, shift pagi harus mulai sejak 0530) sehingga mereka perlu akrobat membawa bus menerobos tatib lalin, gaji kurang, jalanan macet tiba2 karena ada kecelakaan ... yang semuanya bermuara pada keletihan ... letih otot, letih otak. Belum lagi aksi transport umum lain yang bernama taksi ... hmm ini pun moda transportasi yang cukup gila manuver nya.

Cuaca kota ini tak menentu dalam satu dua minggu ini kadang panas, kadang hujan lebat, tak merata, dan (seperti biasa) tak dapat diprediksi di pulau kecil ini. Supir bus yang kelelahan dan stamina tidak fit karena perubahan cuaca adalah beberapa sebab yang mengakibatkan tiga kecelakaan bus yang jarang2 terjadi di bulan ini. Menjadi penumpang di bawah komando supir nekad kadang menyenangkan karena bisa cepat sampai tempat tujuan, namun kalau sampai celaka ?

(1) SBS 51 yang melabrak halte (bus stop) di Eunos Link dan juga mengakibatkan tabrakan beruntun di sekitarnya. Biar sudah dibuat lima tonggak beton penghalang di depan halte bus tetap saja calon penumpang di sana harus tetap awas karena bus ini tidak menerjang pagar melainkan "lewat jalan samping".



















(2) SMRT 302 bus yang menabrak seorang PLRT Indonesia (Ms Puji) di Choa Chu Kang St 52. Divisi sosial milis IMAS bekerja sama dengan HPRLTIS/FKMIS/KBRI turut memberikan sumbangan untuk ahli waris mbak Puji Astuti.
















(3) SMRT yang menghajar taksi dan melompat ke rumput pembatas di perbatasan Woodlands - Kranji













Dan terakhir mungkin murni kesalahan mobil atau cuaca yang amat panas, sedan seharga USD 600k hangus di Victoria St. Makin banyak saja sepertinya mobil2 yg harus di-recall pembuatnya semacam kasus Toyota/Lexus di awal tahun ini.






















Memang jalan-jalan di Singapura relatif aman, garis/marka jalan yang jelas, speed camera ada di persimpangan dan tempat2 tersembunyi lain, dan semua pengendara tampak taat peraturan. Namun karena itulah, setiap pengguna jalan "merasa" terlena dengan kenyamanan tsb. Di saat ada satu saja yang melanggar akibatnya sungguh fatal ! Belum lagi pengguna kendaraan pribadi merasa sudah membayar asuransi kecelakaan (dan mungkin asuransi jiwa) sehingga rasa khawatir jika terjadi kecelakaan pun makin hilang :-( (dont quote me, this is my naive assumption only). Jadi tidak ada kata aman, yang diperlukan adalah kehati-hatian, berdoa agar selamat pulang pergi dan bertanggung jawab dimanapun baik sebagai pemakai jalan yang berkaki ataupun beroda.

*foto2 diambil dari Today Online, Asiaone

Apr 27, 2010

USD9.9 billion

Baru sadar hari ini bahwa ada definisi lain dari bahasa Inggris "1 billion". Selama ini saya kenal 1 billion itu diterjemahkan sebagai 1 milyar dalam bahasa Indonesia (1 milliard = 1000 juta = 10^6 = 1E+06). Nah dalam situs Jim Loy disebutkan bahwa definisi yang saya pakai selama ini adalah definisi standar orang Amerika (dan komunitas peneliti iptek), dan ternyata berbeda jauh dengan kesepakatan yang dipakai di tiga negara adidaya Eropa (GBF = Germany Britain France). Definisi GBF menyebutkan bahwa:
  • billion ("bi" artinya dua), memiliki jumlah angka nol dua kali lebih banyak dari jumlah nol di dalam satuan 1 million). Artinya 1 billion = 1 million x 1 million = 10^12.

  • 1 trillion = 1 million x 1 million x 1 million = 10^18

Contoh di dunia nyata:

  • Singapore throws open the doors of its second casino Tuesday as part of a 5.5 billion US dollar complex built by US gaming giant Las Vegas Sands. Its first casino, the 4.4 billion US-dollar Resorts World Sentosa, opened for business on February 14.

  • Officials hope the casinos will help Singapore achieve a target of attracting 17 million visitors a year generating over 21 billion US dollars by 2015, boosting the services sector and reducing the role of manufacturing in the economy.

Dengan investasi US$9.9bn negeri ini berharap dapat segera balik modal sesudah 5 tahun dan bahkan untung. Tiket masuknya dibandrol S$100 (jika tamunya bukan orang asing). Pengelola mengharapkan masing2 pengunjung yang datang dapat "menyumbang" sebanyak US$250 setiap kali mereka masuk. Ini perhitungan kasar saja untuk mencapai angka 21bn selama 5 tahun dari 17m pengunjung :-) Kalau difikir US$250 adalah angka yang terlalu kecil untuk pejudi non-pemula, namun mengharapkan 17 juta pengunjung per tahun adalah terlalu optimis, mengingat pesaing dari operator kasino di kawasan regional (Msia, Macao, Cina/HK dll).


Lho koq jadi ngelantur bicara bisnis kasino sih. Jelas saja ini arena dugem paling baru di sini tahun 2010 ... langsung buka dua dengan total biaya 9.9 milyar dolar.


Satu yang saya suka dari harian lokal pagi ini adalah selain Marina Bay Sands iklan penuh di halaman 7 untuk acara pembukaannya sore ini 3:18pm, ternyata NCPG (dewan nasional untuk masalah judi) juga iklan setengah halaman di halaman 10. Seimbang kan :-)


Saya yakin operator judi raksasa harus rela mengucurkan sebagian keuntungannya untuk tujuan sosial edukasi ini. Mencegah agar permainan judi tidak menjadi masalah keluarga dan masyarakat, membatasinya hanya sebagai ajang "rekreasi" sosial, dan tahu kapan harus menarik diri agar tidak menjadi candu.


  • Gambling longer than intended.

  • Gambling until the last dollar is spent.

  • Thinking of gambling losses causes stress e.g. loss of sleep, depression or suicidal thoughts.

  • Using income or savings to gamble while letting bills go unpaid.

  • Repeated but unsuccessful attempts to give up or control gambling.

  • Borrowing money to finance one's gambling needs.


Efek terakhir dari kalah judi dan putus asa adalah mencari pinjaman dari tengkulak (loan shark/tai-long/illegal money lender), yg mudah diperoleh namun bunganya per hari dan amat tinggi. Jika tak mampu mengembalikan maka debt-collector siap meneror si penjudi/keluarganya dan bahkan mempermalukan lewat coretan2 (O$P$ lengkap dengan nomor HP si penunggak utang dan nomor unit flat nya) atau mengotori tempat tinggal sekitar rumahnya sehingga orang ramai pun tahu. Untuk "menyambut kehadiran" dua kasino raksasa tahun ini, polisi pun tak tinggal diam. Sejak 2010 awal, jauh hari sebelum kasino dibuka, razia tengkulak diintesifkan di seluruh penjuru negeri. Luar biasa, semuanya terintegrasi dan terencana, kasino akan dibuka maka antisipasi dari hal2 yg tak diinginkan di kemudian hari juga harus difikirkan.


Memang sudah seharusnya untuk tidak pernah bermimpi menjadi kaya dengan judi. Penjudi kalah, bandar senang. Penjudi menang besar, bandar pun gusar. Bandar ini persis punya sifat buruk: Senang lihat orang lain susah dan susah lihat orang lain senang (Aa Gym) :-)

Apr 23, 2010

Kartini Bukan “Pahlawan Emansipasi”

Tanggal 21 April bagi wanita Indonesia, adalah hari yang khusus untuk memperingati perjuangan RA Kartini. Tapi sayangnya, peringatan tersebut sarat dengan simbol-simbol yang berlawanan dengan nilai yang diperjuangkan Kartini (misalnya, penampilan perempuan berkebaya atau bersanggul, lomba masak dan sebagainya yang merupakan simbol domestikisasi perempuan). Suara emansipasi pun terasa lebih kuat pada bulan April karena Kartini dianggap sebagai pahlawan emansipasi wanita.

Terlepas dari keterlibatan RA. Kartini sebagai pejuang dalam pemberdayaan perempuan di Indonesia, emansipasi sebenarnya diilhami dari gerakan feminisme di barat. Pada abad ke-19, muncul benih-benih yang dikenal dengan feminisme yang kemudian terhimpun dalam wadah Women’s Liberation (Gerakan Pembebasan Wanita).

Gerakan yang berpusat di Amerika Serikat ini berupaya memperoleh kesamaan hak serta menghendaki adanya kemandirian dan kebebasan bagi perempuan. Pada tahun 1960, isu feminisme berkembang di AS. Tujuannya adalah menyadarkan kaum wanita bahwa pekerjaan yang dilakukan di sektor domestik (rumah tangga) merupakan hal yang tidak produktif. Kemunculan isu ini karena diilhami oleh buku karya Betty Freidan berjudul The Feminine Mystiquue (1963).

Freidan mengatakan bahwa peran tradisional wanita sebagai ibu rumah tangga adalah faktor utama penyebab wanita tidak berkembang kepribadiannya. Ide virus peradaban ini kemudian terus menginfeksi tubuh masyarakat dan ‘getol’ diperjuangkan oleh orang-orang feminis.

Gencarnya kampanye feminisme tidak hanya berpengaruh bagi masyarakat AS pada saat itu, tetapi juga di seluruh dunia. Munculnya tokoh-tokoh feminisme di negeri-negeri Islam seperti Fatima Mernissi (Maroko), Nafis Sadik (Pakistan), Taslima Nasreen (Bangladesh), Amina Wadud (Malaysia), Mazharul Haq Khan serta beberapa tokoh dari Indonesia seperti Wardah Hafidz dan Myra Diarsi kemudian beberapa gerakan perempuan penganjur feminisme, seperti Yayasan Kalyanamitra, Forum Indonesia untuk Perempuan dan Islam (FIPI), Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK), Yayasan Solidaritas Perempuan dan sebagainya, setidaknya menjadi bukti bahwa gerakan inipun cukup laku di dunia Islam. Bahkan tak hanya dari kalangan wanita, dari kalangan pria juga mendukung gerakan ini seperti Asghar Ali Engineer, Didin Syafruddin, dan lain-lain.

Dalam perjuangannya, orang-orang feminis seringkali menuduh Islam sebagai penghambat tercapainya kesetaraan dan kemajuan kaum perempuan. Hal ini dilakukan baik secara terang-terangan maupun ‘malu-malu’. Tuduhan-tuduhan ‘miring’ yang sering dilontarkan antara lain bahwa hukum-hukum Islam yang berkaitan dengan rumah tangga, seperti ketaatan istri terhadap suami, poligami juga dianggap sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan menimbulkan potensi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Sementara itu peran domestik perempuan yang menempatkan perempuan sebagai ibu dan pengatur rumah tangga dianggap sebagai peran rendahan. Busana muslimah yang seharusnya digunakan untuk menutup aurat dengan memakai jilbab (Q.S Al-Ahzab:59) dan kerudung (Q.S An-Nur:31) dianggap mengungkung kebebasan berekspresi kaum perempuan. Lalu benarkah R.A Kartini dalam sejarahnya merupakan pahlawan emansipasi, sebagaimana yang diklaim oleh para pengusung ide feminis?

Andai Kartini Masih Hidup

Dalam buku Kartini yang fenomenal berjudul Door Duisternis Tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang, R.A Kartini saat itu menuliskan kegelisahan hatinya menyaksikan wanita Jawa yang terkungkung adat sedemikian rupa. Tujuan utama beliau menginginkan hak pendidikan untuk kaum wanita sama dengan laki-laki, tidak lebih. Ia begitu prihatin dengan budaya adat yang mengungkung kebebasan wanita untuk menuntut ilmu.

Kartini memiliki cita-cita yang luhur pada saat itu, yaitu mengubah masyarakat, khususnya kaum perempuan yang tidak memperoleh hak pendidikan, juga untuk melepaskan diri dari hukum yang tidak adil dan paham-paham materialisme, untuk kemudian beralih ke keadaan ketika kaum perempuan mendapatkan akses untuk mendapatkan hak dan dalam menjalankan kewajibannya. Ini sebagaimana terlihat dalam tulisan Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya pada 4 oktober 1902, yang isinya, “Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukan sekali-kali, karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya, tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya; menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.”

Menurut Kartini, ilmu yang diperoleh para wanita melalui pendidikan ini sebagai bekal mendidik anak-anak kelak agar menjadi generasi berkualitas. Bukankah anak yang dibesarkan dari ibu yang berpendidikan akan sangat berbeda kualitasnya dengan mereka yang dibesarkan secara asal?. Inilah yang berusaha diperjuangkan Kartini saat itu.

Dalam buku tersebut Kartini adalah sosok yang berani menentang adat-istiadat yang kuat di lingkungannya. Dia menganggap setiap manusia sederajat sehingga tidak seharusnya adat-istiadat membedakan berdasarkan asal-usul keturunannya. Memang, pada awalnya Kartini begitu mengagungkan kehidupan liberal di Eropa yang tidak dibatasi tradisi sebagaimana di Jawa. Namun, setelah sedikit mengenal Islam.

Pemikiran Kartini pun berubah, yakni ingin menjadikan Islam sebagai landasan dalam pemikirannya. Kita dapat menyimak pada komentar kartini ketika bertanya pada gurunya, Kyai Sholeh bin Umar, seorang ulama besar dari Darat Semarang, sebagai berikut:
Kyai, selama kehidupanku baru kali inilah aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama dan induk al-Quran yang isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan bualan rasa syukur hatiku kepada Allah. Namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa para ulama saat ini melarang keras penerjemahan dan penafsiran al-Quran dalam bahasa Jawa? bukankah al-Quran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?”.

Demikian juga dalam surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 21 Juli 1902 yang isinya memuat, “Moga-moga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat umat agama lain memandang agama Islam patut disukai.”

Selain itu Kartini mengkritik peradaban masyarakat Eropa dan menyebutnya sebagai kehidupan yang tidak layak disebut sebagai peradaban, bahkan ia sangat membenci Barat. Hal ini diindikasikan dari surat Kartini kepada Abendanon, 27 Oktober 1902 yang isinya berbunyi, “Sudah lewat masamu, tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu-satunya yang paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, apakah Ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah Ibu menyangkal bahwa di balik sesuatu yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban?”

Selanjutnya di tahun-tahun terakhir sebelum wafat ia menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang bergolak di dalam pemikirannya. Ia mencoba mendalami ajaran yang dianutnya, yaitu Islam. Pada saat Kartini mempelajari Islam dalam arti yang sesungguhnya dan mengkaji isi Al-Qur’an melalui terjemahan bahasa Jawa, Kartini terinspirasi dengan firman Allah SWT (yang artinya), “…mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman) (QS al-Baqarah [2]: 257),” yang diistilahkan Armyn Pane dalam tulisannya dengan, “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Demikianlah, Kartini adalah sosok yang mengajak setiap perempuan memegang teguh ajaran agamanya dan meninggalkan ide kebebasan yang menjauhkan perempuan dari fitrahnya. Beberapa surat Kartini di atas setidaknya menunjukan bahwa Kartini berjuang dalam kerangka mengubah keadaan perempuan pada saat itu agar dapat mendapatkan haknya, di antaranya menuntut pendidikan dan pengajaran untuk kaum perempuan yang juga merupakan kewajibannya dalam Islam, bukan berjuang menuntut kesetaraan (emansipasi) antara perempuan dan pria sebagaimana yang diklaim oleh para pengusung ide feminis.

Kini jelas apa yang diperjuangkan aktivis jender dengan mendorong perempuan meraih kebebasan dan meninggalkan rumah tangganya bukanlah perjuangan Kartini. Sejarah Kartini telah disalahgunakan sesuai dengan kepentingan mereka. Kaum Muslim telah dijauhkan dari Islam dengan dalih kebebasan, keadilan dan kesetaraan jender.

Refleksi perjuangan Kartini saat ini sangat disayangkan karena banyak disalah artikan oleh wanita-wanita Indonesia dan telah dimanfaatkan oleh pejuang-pejuang feminisme untuk menipu para wanita, agar mereka beranggapan bahwa perjuangan feminisme memiliki akar di negerinya sendiri, yaitu perjuangan Kartini. Mereka berusaha menyaingi laki-laki dalam berbagai hal, yang kadangkala sampai di luar batas kodrat sebagai wanita. Tanpa disadari, wanita-wanita Indonesia telah diarahkan kepada perjuangan feminisme dengan membawa ide-ide sistem kapitalisme yang pada akhirnya merendahkan, menghinakan derajat wanita itu sendiri.

Sistem kapitalisme sejatinya telah menghancurkan kehidupan manusia, termasuk kaum hawa (perempuan). Akibat diterapkan sistem kapitalisme terjadi himpitan ekonomi sehingga tidak sedikit perempuan lebih rela meninggalkan suami dan anaknya untuk menjadi TKW, misalnya, meskipun nyawa taruhannya. Ribuan kasus kekerasan terhadap mereka terjadi. Mereka disiksa oleh majikan hingga pulang dalam keadaan cacat badan, bahkan di antaranya ada yang akhirnya menemui ajal di negeri orang. Sebagaimana yang dialami derita seorang TKW asal Palu, Susanti (24 tahun), yang kini tak bisa lagi berjalan karena disiksa majikannya (Liputan6.com, 9/3/2010).

Maraknya perdagangan perempuan dan anak-anak (trafficking) pun terjadi. Pada Desember 2009 ditemukan 1.300 kasus perdagangan manusia dan pengiriman tenaga kerja ilegal dari Nusa Tenggara Timur (Vivanews.com, 15/12/2009). Sekitar 10.484 wanita yang berada di Kota Tasikmalaya Jawa Barat rawan dijadikan korban trafficking.

Pasalnya, mayoritas di antara mereka berstatus janda serta berasal dari kalangan yang rawan sosial dengan taraf ekonomi rendah (Seputar-indonesia.com, 1/4/2010). Di Kabupaten Cianjur Jawa Barat kasus trafficking dan KDRT tercatat 548 kasus. Tidak sedikit dari mereka menjadi korban dan dipekerjakan sebagai pekerja seks komersil (PSK) (Pikiranrakyat.com, 23/3/2010). Fakta-fakta tersebut setidaknya memberikan gambaran kepada kita bahwa sistem kapitalisme telah gagal dalam memuliakan wanita.

Habis Gelap Terbitlah Islam

Upaya meneladani perjuangkan Kartini seharusnya bukanlah kembali pada ide-ide feminis dengan membawa ide kapitalisme yang absurd melainkan kembali pada sistem syariah Islam (ideologi Islam), yang dalam rentang masa kepemimpinannya selama 13 Abad mampu memposisikan wanita pada kedudukannya yang teramat mulia, maka wajar bila desas desus diskriminasi perempuan ketika diterapkan ideologi Islam tidak pernah terdengar.

Di muka bumi ini, baik laki-laki maupun perempuan diposisikan setara. Derajat mereka ditentukan bukan oleh jenis kelamin, tetapi oleh iman dan amal shaleh masing-masing.

Sebagai pasangan hidup, laki-laki diibaratkan seperti pakaian bagi perempuan, dan begitu pula sebaliknya. Namun dalam kehidupan rumah-tangga, masing-masing mempunyai peran tersendiri dan tanggung-jawab berbeda, seperti lazimnya hubungan antar manusia.

Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, laki-laki dan perempuan dituntut untuk berperan dan berpartisipasi secara aktif, melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar serta berlomba-lomba dalam kebaikan.

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah. laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” Demikian firman Allah dalam al-Qur’an (Q.S al-Ahzab: 35).

Nabi Muhammad SAW juga mengingatkan, bahwa sesungguhnya perempuan itu saudara laki-laki (an-nisâ’ syaqâ’iqu r-rijâl) (HR Abu Dâwud dan an-Nasâ’i).

Meskipun di kalangan Muslim pada kenyataannya masih selalu dijumpai diskriminasi terhadap perempuan, namun yang mesti dikoreksi adalah sistemnya, bukan agamanya. Di tanah kelahirannya sendiri, gerakan feminis dan kesetaraan gender masih belum bisa menghapuskan sama sekali berbagai bentuk pelecehan, penindasan dan kekerasan terhadap perempuan.

Maka sekarang sudah saatnya baik laki-laki dan perempuan berjuang untuk mengganti sistem kapitalisme sekuler dengan sistem Islam yakni dengan menerapkan sistem syariah Islam secara kaffah dalam wadah khilafah Islamiyah sebagai wujud ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Karena hanya dengan sistem syariah Islam saja wanita dimuliakan. Karena itu saatnya habis gelap, terbitlah Islam dengan syariah dan khilafah.

Andi Perdana G;

Ketua umum Majelis Ta’lim Al-Marjan FPIK IPB 2007-2008, (Bendahara Umum Lembaga Dakwah Kampus Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (LDK BKIM) IPB 2006-2007, Tim laboratorium dakwah Syiar Kampus IPB 2010), web: http://almarjan.wordpress.com/

Apr 18, 2010

Obrolan pagi Tn Lam dan Tn Salim


As a general rule of thumb, individuals need "about 70 percent to 80 percent of pre-retirement income during retirement".

Mr Lam estimates that for someone who wants to retire at age 62 and who has a further 25 years ahead of him, an annual spending of $40,000 will require that he has savings of $1 million by the age of 62. And this reckoning does not include the impact of inflation.

The increase in the general price level of goods and services cannot be ignored during retirement planning. Inflation can severely affect purchasing power.

Mr Salim says that after taking into account inflation at 4 per cent a year, a person will need to accumulate nearly $1 million in savings by the time he retires if he wants an income of $4,000 per month during his retirement.

Ampun deh, gali uang terus sampai tua ... beginilah kalau dunia menjadi tujuan akhir, tak pernah cukup, khawatir terus.

Teh tarik dari sini.

Apr 2, 2010

Lindungi Semua -- Bernyawa ataupun Tidak

Kalau ditanya mengapa ongkos membuat fasilitas publik di Singapura itu mahal, salahsatu nya karena memikirkan ini. Sebelum, di saat, dan bahkan seusai kerja-kerja pembangunan, pelaksana perlu memikirkan segala sesuatu yg berhubungan dengan keselamatan siapa dan apa pun -- orang lalu, pekerjanya, tanamannya, dan barang tak bergerak lainnya (mobil, rumah, taman dan lain2 sarana yg ada di sekitar lokasi kerja). Tidak asal hajar, tebas, dan bangun saja. Semua kontraktor yang direstui pemerintah pasti sudah memiliki SOP (standar baku pelaksanaan) yang tepat. Dipahami dan dipatuhi dalam pelaksanaan. Petugas pemerintah pasti datang mengecek segala sesuatunya.



Jelas saja kondisi di medan kerja berbeda-beda, di sinilah perlu menerjemahkan SOP tersebut ke kondisi/lahan yang akan dibangun. Mau biaya jadi bengkak karena faktor keselamatan dan jadwal pekerjaan yang agak molor karena harus memikirkan ini, itu harga yang harus dibayar. Faktor keselamatan untuk semua diupayakan semaksimal mungkin dan bukan dianggap sebagai biaya yang boleh disunat seenaknya (baca: dikorupsi).Tiap perusahaan kontraktor wajib mengirim pegawai nya dalam kursus2 keselamatan kerja. Salah satunya yang saya kenal adalah BCA. Rekan2 dari teknik sipil tentu mengenal betul pasal-pasal di dalamnya. Hanya saja mau atau tidak melakukan hal tsb, apa ada sanksi bila tak melakukan, atau tersedianya dana :-)

Sebagian dari foto-foto saya ambil dekat rumah. Ini baru skala rumah penduduk dengan kepadatan rendah, belum lagi jika dibandingkan dengan pembangunan jalan layang, stasiun kereta bawah tanah, taman wisata, gedung pencakar, dll.
Paling terkesan dengan foto kedua, di sini sesuai sekali pesannya:

(o) foto kanan atas bawah, taman bermain yang dilindungi
(o) foto kiri bawah, pohon yang dilindungi
(o) foto kiri atas, pekerja dilindungi dari terjatuh
Bila saja terjadi kelalaian yang mengakibatkan jiwa melayang, biayanya jauh lebih besar dari sekedar melaksanakan SOP ini dan juga pidana penjara. Namun apabila sudah diingatkan, namun si pejalan (pedestrian) atau pekerja tetap bandel melanggarnya, si kontraktor akan terbebas dari tuntutan materi bila terjadi kecelakaan.
Like it ?