May 25, 2011

Mau Belanja Murah, Bawa Kalkulator !



Apa bedanya beli item pertama dengan harga penuh dan item kedua free (CARA PERTAMA) atau beli tiap item dengan diskon p% + 5% VAT (CARA KEDUA) ?

VAT di sini semacam GST di Singapura.

Studi kasus 1 belanja dua jenis baju dengan skema diskon p%:
  • Baju I:
    Harga awal Rs 1399, p=35%, net = 1.05 x (65% x 1399) = Rs 955
  • Baju II:
    Harga awal Rs 1499, diskon 40%, net = 1.05 x (0% x 1499) = Rs 944
Total yang harus dibayar = Rs 955 + Rs 944 = Rs 1899.

Studi kasus 2 belanja dua jenis baju dan hanya membayar penuh baju pertama:
(sementara individual discount is 50%)
  • Baju I:
    Harga awal Rs 1700, net = Rs 1700
  • Baju II:
    Harga awal Rs 1550, net = 0
Total yang harus dibayar = Rs 1700 + 0 = Rs 1700.

Di sinilah kelihaian pedagang dan kecermatan pembeli (baca: mampu menghitung) perlu beradu kesaktian. Sebelum meneruskan diskusi, perlu diberikan
caveat (batasan atau aturan main) nya sbb.:
  1. Untuk dapat membeli dengan cara pertama (bayar 1 penuh dan bayar 2 nol), syaratnya adalah harga yg dipakai sebagai jangkar (anchor) untuk dibayar penuh adalah yg harga barang yg paling mahal. Perhatikan studi kasus 2, patokan harga yg harus dibayar adalah baju I dengan harga Rs 1700.
  2. Jika pembeli ingin fleksibilitas maka ia akan memilih membayar dengan cara kedua (meski ANEH nya, masih ada 5% VAT). Padahal harga di mall tsb sudah dikatakan MRP (Maximum Retail Price), all taxes inclusive. Apakah VAT itu bukan sejenis pajak ??
  3. Tidak semua produk memberi kedua opsi sekaligus, kadang hanya tersedia opsi diskon sekian persen saja.
Mengapa pembeli memilih cara kedua ?
  • Jelas saja, kadang ia hanya ingin membeli satu baju dari merek A dan baju lainnya dari merek B.
  • Atau perbedaan harga antara merek A dan merek B terlampau besar, so it does not make sense at all to pay higher ! Sebagai contoh baju 1 harganya Rs 2000 (disc 50%) dan baju 2 harganya Rs 1000 (disc 40%), jelas ia akan memilih membayar dengan cara kedua (total paid Rs 1000 + Rs 600 + 5% VAT = Rs 1680) dibandingkan membayar Rs 2000 dengan cara pertama :-)
Adakalanya tak banyak keuntungan antara kedua cara:
  • Misalkan pada studi kasus 2 di atas dimana cara pertama memberikan total harga Rs 1700 dan cara kedua memberikan keuntungan HANYA enam rupee (Rs 850 + Rs 775 + 5% VAT = Rs 1706).
Paling baik tentunya, si pembeli menemukan dua baju yang ia sukai dengan harga yg murah dan sama murah nya :-) Padahal si pembeli dapat membeli dua baju dengan harga Rs 1550 saja dan bukan Rs 1700 pada studi kasus nomor dua di atas. Pada saat menimang-nimang baju yg sudah cocok di badan dan memang akan dibeli pun HARUS dicek ke pelayan di gerai tsb: berapa total harga yg harus dibayar. Apakah harga tsb sudah termasuk semuanya, apa masih ada tax lagi, dan ... apa maksudnya iklan2 rayuan diskon, beli 1 dapat 2 dll itu.

Jangan sampai "terasa" membeli murah padahal membayar lebih mahal. Mungkin cukup membeli satu saja dan jangan tergiur oleh godaan beli-1-dapat-2 :-( Kadang otak tumpul dan perlu kalkulator, bertenang diri, dan pertimbangan sebelum menggesekkan uang plastik Anda. Meski dibayar tunai, uang pun susah kembali, kecuali ditukarkan dengan barang lain.
Easy go but not easy comeback again !

Dari hitungan2 di atas memang penjual tak bakal rugi. Ruginya kecilllll saja. Mau dipakai cara apapun, pasti dapat dibuat jebakan (caveat) yg sempurna he..he.. Di "medan" pertempuran pun sudah diatur stok barang sedemikian rupa sehingga ada saja kekurangannya: size nya tidak lengkap lah, warna yg dicari tinggal satu, edisi yg tampil SALE adalah edisi usang, tidak menemukan item dengan harga yg sama, koq hanya ada satu model yg disukai sementara harus cari merek lain utk item kedua, pelayan yg kurang tanggap (baca: tidak memerlukan pelanggan, take it or leave it type), pelayan yg "tidak menginformasikan" selisih total harga, dll... Mgkn mata ini sudah gelap saja melihat spanduk SALE besar2n, bersaing dengan pembeli-pembeli lain untuk mendapatkan item yg diburu, sementara keuntungan tak seberapa :-)


******

Seribu satu macam trik penjual merayu calon pembeli agar mau menyinggahi tokonya dan melakukan transaksi pembelian. Melihat angka diskon yg lumayan besar tentu membuat pembeli yg tadinya malas singgah jadi tergoda untuk sekedar mampir. Namun begitulah jika pergi ke mall tanpa direncanakan. Apalagi sudah ada peringatan bahwa pasar atau tempat berjual beli itu juga tempat para setan mempraktekkan jurus2 anyar nya untuk menggoda manusia :-( Membeli bukan karena KEINGINAN namun karena KEBUTUHAN. Memiliki sesuatu bukan karena MURAH HARGANYA namun juga karena KEPERLUAN. Alangkah elok jika antara KEPERLUAN dan HARGA MURAH itu bertemu. Ngantuk datang, bantal tiba.


Intinya sekali lagi, teliti harga barang kepada pelayan atau kasir sebelum membayar.



Di bagian akhir ini saya cuplikan forum diskusi dari situs-situs lokal mengenai konsumen yg berang (kesal) karena komponen VAT masih dibebankan kepada mereka atas harga MRP yg sudah dicantumkan pada produk. Why VAT is not included in MRP ?
http://www.consumercomplaints.in/complaints/vat-not-included-in-mrp-c160479.html
http://www.lawyersclubindia.com/forum/Higher-price-than-MRP-9515.asp
http://arun-taxexcise.nic.in/html/faqvat.html

May 22, 2011

Kisah Rp. 200


Recehan logam warna perak Rp. 200 (rupiah) dan Rs 1 (rupee) itu persis bundarnya, sekitar 1 sentimeter diameter. Meski koin Rs 1 lebih tipis dan terlihat ia terbuat dari bahan yang lebih baik, sehingga lebih berat dan kokoh penampakannya. Nilain keduanya pun agak mirip Rs 1 = Rp. 215 mengikut kurs uang hari ini. Setahu saya di India nominal uang receh terbesar adalah Rs 5 dengan warna emas atau perak yang lebih berat. Sama juga dengan di Indonesia Rp. 1000 adalah nominal receh terbesar dengan desain dan bahan yang jauh lebih baik dibandingkan recehan lainnya.

Bagaimana orang memperlakukan koin receh ini ?

Di Jakarta koin Rp. 200 itu langka, biasanya bertemu saat belanja di supermarket. Nilai Rp 200 memang sudah tak berdaya menghadapi inflasi harga barang di tanah air, bahkan satu pisang molen goreng ukuran mini pun harganya sudah Rp. 1000 tiga buah bulan lalu. Jadi pandangan biasa, orang2 di Jakarta menganggap remeh receh Rp. 200 ini, bahkan receh Rp. 500 pun hanya beredar aktif di mikrolet/angkot/metromini, tukang parkir, atau pak ogah U-turn. Kadang konsumen "mengikhlaskan" saja uang kembalian recehan ini. Namun hal ini tak berlaku bagi pemberi jasa, semisal supir taksi dengan argometer menunjukkan Rp. 22200 maka ia tak mau dibayar kurang dan mengharapkan kalau dapat dibayar Rp. 22500 atau lebih besar dari itu misalnya Rp. 23000++. Bahkan cerita biasa jika ia dibayar dengan tiga lembar sepuluh ribuan, kembalinya hanya lima ribu dengan alasan tak ada uang kecil :-(

Amat mengherankan peredaran uang receh nominal kecil ini terkesan amat disepelekan di tanah air. Akibatnya peningkatan harga jasa semisal transportasi, tarif tol, parkir, harga barang akan mengikuti nominal pecahan besar seperti Rp. 500 atau Rp. 1000.

******

Nasib receh Rs 1 di Bangalore lebih baik alias distribusinya lebih nyata meski hari2 ini. Tak ada orang sombong yg membuang sengaja koin Rs 1 ini. Kedai makan, supermarket, bus kota semua biasa bertransaksi dengan Rs 1. Tinggal masih ada stok atau tidak. Kalau perlu diadakan "pengaturan" uang kembalian agar solusi kembalian tetap tercapai. Sebagai contoh:
(1) bila kembalian makan siang itu sebesar Rs 4, maka kasir akan meminta Rs 1 dari si pembeli apabila ia tidak memiliki stok receh, si pembeli menambah Rs 1 dan si kasir mengembalikan dengan receh Rs 5.
(2) misalnya tiket bus seharga Rs 13 dan penumpang bayar Rs 50, berarti akan ada kembalian Rs 37, sementara tak cukup recehan untuk mengembalikan sebesar itu. Kondektur yang cerdik akan meminta tambahan Rs 2 dari penumpang sehingga ia dapat mengembalikan Rs 5.

Ada kondektur yg begitu rapi soal uang kembalian. Semuanya tuntas, penumpang bayar, uang kembali langsung dikembalikan. Meskipun itu hanya Rs 1, ia akan mengeruk tas kulit belel warna coklatnya untuk "memburu" receh Rs 1. Ada juga yg sulit meminta uang kembalian terutama saat bus penuh yg membuat kondektur sukar bermanuver di dalam bus. Ada juga yg menganggap remeh pecahan Rs 1 atau Rs 2 itu dan dianggap penumpang ikhlas dgn nya. Untuk kasus terakhir ini sering terjadi juga dan repotnya si kondektur hanya paham bahasa ibunya :-( Suatu saat ia mengatakan seperti ini (kira-kira) ... "Untuk kembali Rs 4 saya tak ada, tapi beri saya Rs 1, nanti saya kembalikan Rs 5". Lha bagi saya sebagai pendatang, mana ngerti hal ini :-)

Memang semua kembali pada kejujuran dan ketersediaan recehan yg diperlukan. Prakteknya, penumpang bus yg tiap hari memakai bus ke tempat kerja maka mereka akan membeli tiket bulanan sehingga tak repot lagi menyiapkan uang pas. Tiket bulanan (season ticket) ini tentu lebih murah dan dapat dipakai unlimited.

Kesimpulan sejauh ini, di Bangalore nilai uang Rs 1 ini tetap dihargai. Kasir memberikannya dan pembeli memintanya. Tidak ada istilah pembulatan ke atas apalagi ke bawah ya karena tiap orang dapat meminta receipt pembayaran. Di atas karcis tertera nominal harga tiket yg diperlukan untuk sampai tujuan. Lupa membeli tiket, membuang tiket padahal masih dipakai di dalam bus, menipu harga maka hukumannya amat berat. Denda Rs 500 sekali ditemukan ! Pengguna jasa pun berhak komplain ke kantor BMTC (operator bus) tentang ketakadilan yg mungkin terjadi.

******

Di Singapura, penggunaan koin terkecil yaitu $0.01 alias 1 sen (sekitar Rp. 68) sudah semakin langka. Toko, supermarket, kedai makan semua mengatur pembulatan ke atas atau ke bawah untuk melenyapkan uang kembalian yg lebih kecil dari 5 sen. Dengan kata lain, koin terkecil $0.05 alias 5 sen saja yg masih banyak beredar hari ini. Koin 1 sen secara fisik boleh diasumsikan sudah punah. Selain dengan pembulatan, ada satu hal lagi yg membuat konsumen/produsen jasa/barang tak terlalu dipusingkan oleh urusan koin satuan, yaitu dengan pembayaran tanpa uang tunai. Semuanya dilakukan dengan kartu debit/kredit/cashcard/dll sehingga mau nilai berapapun transaksi tetap dapat dilakukan dengan tepat.


catatankaki:
Kisah konduktor bus BLR yg tertangkap di kamera saya, baca di sini.


Hadir Lebih Baik

Memang tiada yg lebih sedap dibandingkan hadir langsung di TKP.
Lebih jelas, terang, dan interaktif secara visual, suara, dan peraga.
Pengalaman kemarin mendengarkan SI secara LIVE lewat internet ternyata cukup mengecewakan. Di menit2 awal tak ada suara, kemudian datang 30 menit ceramah dengan suara yg kurang jelas krn ditimpali dengan bising (noise) yg tak jelas, dan selanjutnya suara benar2 hilang hingga akhir ceramah.

Apa ada yg salah dengan setting rudio internet di masjid KBRI ya ?
Padahal saya biasa mengikuti ceramah online hari Sabtu dari masjid KRPH UGM dengan baik dan lancar (tak terputus-putus).

Bagaimanapun memang tak ada yg dapat menandingi eloknya menghadiri majelis ilmu, baik kemudahan menangkap pesannya dan insya Allah pahalanya. Mengikuti via streaming artinya harus puas dari pendengaran saja. Tidak interaktif meski pertanyaan ke ustadz dapat disampaikan lewat radiopengajian.com atau sms.


Arihna bi sh-shalah

Sungguh karunia Allah SWT dan keberuntungan yg amat besar apabila seorang muslim dapat menemukan tempat shalat (mushalla/masjid) di lokasi yg sukar/hampir mustahil ditemui di negeri2 muslim minoritas. Lebih khusus lagi di tempat2 populer yg banyak dikunjungi, baik karena di lokasi perkantoran, pertokoan, rekreasi dll.

Bagi yg sudah sering mondar-mandir di kawasan Orchard Rd Singapura tentu sudah kenal lokasi masjid al-Falah di sisi kanan The Paragon. Kaki pegal, badan berkeringat sehabis maraton di sepanjang Orchard dapat langsung masuk
pitstop. Berpahala, menyejukkan airnya, tak terbatas waktu, dan bahkan ada water dispenser gratis pula.

Pitstop dalam ukuran mini juga saya temukan di kawasan paling populer bagi kawula muda Bangalore yaitu di MG Road. Siapa yg tak kenal dengan jalan besar dan panjang Mahatma Gandhi (MG) di jantung kota ini. Di sisi kiri jalan, dimana banyak toko-toko tersebar, tampak sebuah gedung antik besar nan kokoh bernama Barton Center. Di lantai satu (sebenarnya satu lantai di atas basement/lantai dasar), pojok kiri gedung dapat ditemukan sebuah ruangan yg dijadikan mushalla permanen. Jika malas naik tangga pakai saja lift kapsul yg ada di tengah2 gedung. Buka lima waktu sehari, lengkap dengan toilet dan tempat wudhu di dalamnya. Bingung tempatnya, tanya saja satpam gedung yg biasa mojok di gerbang masuk.

Saya menemukan tempat ini akhir 2009. Pulang cuci mata di MG Road dan browsing buku di toko legendaris
Higginbothams, tanpa sadar waktu 'Asr sudah masuk sekitar satu jam. Cek di peta, memang ada mesjid besar, tapi jauh dari sana (masjid di sekitar terminal bus Shivajinagar). Alhamdulillah beberapa pria yg memakai kupluk (kopiah) haji, yg menjadi ciri khas muslim India, sedang banyak mengobrol dekat sana. Saya tanyai mereka dan jawabannya melegakan, ada mushalla dekat sana ! Penat hilang dan kewajiban Zuhr-'Asr pun tuntas.

*****

Kemarin napak tilas kembali dilakukan meski mendekati gedung tadi dari arah yg berlawanan.
Sorenya saya mengunjungi Visvesvaraya Industrial & Technological (VIT) Museum, di tepi kawasan taman hijau kota yg amat luas
Cubbon Park, di sisi jalan Kasturba Road. Menjelang Maghrib, saya meninggalkan museum langsung menuju arah MG Road. Macet spt biasa dan saya lebih memilih jalan santai (meski berdebu dan bising kendaraan menyisiri jalan Kasturba) sekitar 15 menitan untuk mencapai simpang MG.

Mampir dulu di toko buku yang baru sempat didatangi pada kunjungan kali ini. Namanya
Gangarams, lokasinya bbrp puluh meter dari Higginbothams. Setelah puas (baca: capek) melihat koleksi bukunya yg menggunung di lantai 2 dan 3, saya kembali menuju mesjid Barton :-) Menunaikan Magrib dan Isya sambil berehat, menyiapkan tenaga untuk pulang ke hotel.

Lepas Isya, MG Road kembali ditapaki, belok kanan memasuki Brigade Rd dan stop di Kohinoor Restaurant (di seberang Kfc) untuk dinner malam ini. Sekali lagi alhamdulillaah ! Memang benar ungkapan Rasulullah SAW itu ... “
Arihna bi `sh-sholah, ya Bilal. Istirahatkan kami dengan sholat, wahai Bilal!”

(*) foto Barton Center diambil di sini.

May 19, 2011

Hilang Minat Lunch


Iman: Waalaikumsalam honey, Ini baru balik makan siang. Namanya KERLA PRATA CHICKEN. Dua lembar plain prata lingkar besar (no oily at all). Dua ayam tanduri

Iman: merah. Perlu masukan buat pembuatnya: kuah kari nya itu mbok ya diberi rasa, jangan hot spicy doang ! Prata lebar termakan 1.5 saja, sudah kenyang.

Iman: Alhamdulillah ada temennya air putih dan STROBERI LASSI (ini yogurt strob) utk pendorong. Sptnya bakal kembali lunch pakai roti aj lagi nih hari2

98x-x-x-: Haha..bisnis makanan bagus banget tuh di sana:-)makan bt ganjal perut aja:-) klo gitu bw aja maco..apapun makanan klo ada maco jd enak:-)

Iman: berikutnya. Selama ini Senin-Rabu sudah berhasil lunch pakai roti bonjour empat lembar doang.

Iman: Ntar agak sore, makan marie regal + teh tarik/capucino/susu yg FREE di kantin kantor. Bener puyeng menghadapi lunch.Padahal harganya Rs75 alias S$2.5

Iman: Yah mendingan nasi ayam jelas he..he..

98x-x-x: Ya udah..selagi ada stock rotinya..nanti expire:-) paket hemat dong..lengkapi dg jus&buah (pengganti sayur)

98x-x-x: Marie regal ada di sana? gak ada halalnya kan?

Iman: Marie regal logo hijau, insya Allah halal. Pantasan temen2 india di sini jg bawa lunchbox dari rumah. Tmsk kawan2 indonesia yg dibuatkan istrinya.

Iman: Bener2 salut lihat orang2 sini, cowo cewe makan nasi segunung, prata kering berlembar2 dengan kuah yg itu2 saja he..he.. Abis lagi !

Iman: O.yya ada kuah beda warna hijau putih kuning merah. Rasanya pernah daim coba ... putih=yogurt, kuning=kari pedas, hijau=?, merah=manis nggak jelas :-)

98x-x-x: Apaan tuh makanan gak masuk kamus resep makanan enak:-) mereka meyakini, rasa hy sampe tenggorokan..yg penting sehat kale..

Iman: Pls believe me. If I can not take it then it must be very big trouble for you too :-) Usul daim, perbaiki mutu kari nya! Orang2 itu sptnya lahap.

98x-x-x: Sudah makan itu terus..jd lahap mereka..coba aja makan di resto india di Sg..bakal tambah tuh:-)

Iman: Semua orang dari kantor BLR kalau makan di kantin Sg basepoh ! Yg vegetarian aj tiap hari makan di sana meski menu nggak ganti2 :-)

Iman: Nah kan mulai kentut2 nih. Kebanyakan natrium benzoat (baking soda) dicampur di makanan. Kari di resto/hotel yg Rs300 sepiring memang beda :-)

98x-x-x: Weleh2..belinya nasi putih biasa gak ada?mungkin krn di sana byk bahan2 yg mesti di import kl ya?..harga menentukan kwalitas:-)

Iman: Itulah nikmatnya makan malam. Hanya beli nasi putih Rs35, makan ama maco/kacang buatan istri + abon. Atau kadang dicampur mie. Nasi bisa 2xmakan.

(*) Jangan tertipu dengan gambar di atas, penampilan belum menjamin rasa :-)

Powered by SingtelInternetSMSChat