Sep 28, 2010

Dibuat Miskin oleh Kelebihan Bagasi


Iklan peringatan atau ancaman dari AirAsia ini sungguh kreatif. Penerbangan berbiaya rendah (LCC = low cost carrier) AirAsia/Tiger/ValueAir hanya membebaskan satu unit bagasi seukuran cabin size seberat maksimum 7 kg untuk dapat masuk ke ruang penumpang. Selebihnya, barang yang dibawa penumpang harus masuk bagasi, dan itu berarti penumpang harus merogoh kocek untuk membayarnya. Tiada maaf bagimu, itu mungkin pesan yang ingin disampaikan iklan tsb.

Saat penumpang check-in di airport memang berurusan dengan ground staff yang juga manusia, punya otak dan hati nurani, untuk menentukan apakah sebuah koper kelebihan berat dari yang seharusnya. Jika kita ikut penerbangan bertarif reguler, umumnya dapat jatah bagasi 20 kg, dan toleransi nya lumayan 2-3 kg bahkan sampai 5-10 kg jika penumpang sepi dan ground staff nya baik hati. Tapi jangan coba-coba dengan LCC, toleransinya tak lebih dari 1-2 kg saja.

Cerita di atas adalah untuk bagasi yang dibayar saat tiket dipesan online. Nah pada saat penumpang tinggal melenggang menuju pesawat dan diperiksa boarding pass nya, kadang-kadang ada lagi pemeriksaan tambahan khusus untuk bagasi. Di sini acap kali terjaring lagi penumpang yang mencoba membawa masuk barang bawaan ke kabin yang lebih dari 7 kg dan ukuran tak sesuai ketentuan pula. Ketentuan berat bagasi ke kabin ini mengikut peraturan maskapainya berkisar antara 5-10 kg sementara dimensi bagasi tadi jelas2 diatur IATA.

Petugas di lapangan biasanya masih berbaik hati membiarkan penumpang membawa lebih dari satu “tentengan” barang ke dalam bagasi, misalnya satu cabin trolley (hand/cabin baggage sesuai peraturan) plus satu laptop plus satu ransel kecil atau tas wanita. Berapa total berat tentengan tsb tidak peduli, bahkan ada yang belanja lagi di duty free store sampai beberapa tas plastik (kresek) yang besar, dan tetap lolos. Ide nakal utk mengelabui petugas ada juga, dengan berpura-pura santai menjinjing koper/ransel tsb, seolah2 memang tidak berat :-) Mungkin buat mereka, yang penting barang bawaan ke dalam kabin itu ringan meskipun ada beberapa unit. Barang yang ringan tentunya mudah untuk disimpan di rak atas atau di bawah kursi penumpang. Cingcai lah


Benar juga dari banner yang dipajang di bandara LCCT KUL hari raya kemarin, boleh percaya boleh tidak, AirAsia menangguk lebih dari RM 90 juta (setara dengan 270 milyar rupiah) dari 660 ribu penumpang akibat kelebihan bagasi tahun lalu ! Kalau sudah terjebak dengan situasi macam ini ada bbrp jalan keluar: sharing bagasi dengan teman yang sudah kita kenal (kalau ada yang sama-sama berangkat), atur lagi distribusi berat barang antara yang masuk bagasi dan akan ditenteng ke kabin, meninggalkan barang2 yang tak perlu (kalau ada pengantar kita ke bandara dapat dititipkan), dan terakhir ... negosiasi dengan petugas apa boleh dapat diskon. Pengalaman kemarin, petugas membiarkan saja barang kami kelebihan berat sekitar 1.2 kg, namun ia "mengancam" dengan lembut ... "Saya boleh saja meloloskan tas awak, tapi orang dekat belakang nanti (porter angkat barang ke pesawat maksudnya) mungkin tak mau angkat barang awak ke pesawat" Lhaa... untuk amannya saya keluarkan saja sebuah buku tebal dari dalam koper tsb utk mencegah hal-hal yang tak diinginkan :-(

Tampil Prima dari Murah sampai Mahal

Ini namanya pemerintah yg tanggap lewat lembaga perlindungan konsumen. Fungsinya mencegah banyak korban yg KECEWA dengan iklan2 kecantikan yg menjanjikan hasil menggiurkan dalam waktu cepat. Iklan janji surga begini sanggup tampil tiap hari, satu halaman penuh berwarna, serentak di beberapa harian terkemuka. Belum lagi yang tampil di majalah, ditempel di billboard tempat2 keramaian, atau dibawa dinding bus yg berjalan. Luar biasa mungkin keuntungan $$$ yang diraih. Maklum hari begini makin banyak yg ingin pamer full-skin, pria atau wanita, tua muda remaja, dan ingin hasil instant. Padahal ritme hidup yg serba cepat susah mengimbangi antara kerja dan relaks, akibatnya tidur sedikit, makan banyak tak teratur (junk food jadi idola), dan jarang olahraga.

Dari informasi yg ada, layanan mengupgrade penampilan ini bukan murah, meskipun tidak sedramatis biaya yang harus dikeluarkan bila ditangani under-the-knife dokter (sedot lemak, suntik ini itu, tanam ini itu dengan pembedahan, operasi plastik, awet muda dll) sehingga ada juga yg ambil cuti liburan ke luar negeri utk mencari klinik yg lebih murah. Alhasil banyak kalangan orang sibuk menengah ke bawah yang lebih tertarik dengan usaha minimal dgn biaya paket hemat ini (tanpa bedah, tanpa suntik, tanpa diet, tanpa capek2 berolahraga dll). Forum di internet pun terbukti ramai dgn topik2 diskusi sejenis, ini salah satu contohnya cozycot. Ada yang bangga dgn hasilnya, ada yg sedih merasa tertipu, ada yg jadi orang baik berusaha menyadarkan anggota forum yg lain, dan ada juga yg tetap gigih mencoba kemanapun dan bagaimanapun. Solusi murah meriah dan jika gagal tak perlu kecewa ada juga, spt menenggak pil/tablet khusus yang juga diperdagangkan bagai jualan permen.

Lembaga konsumen sadar dan memang sudah ribuan konsumen yg marah krn tak manjur. Maklumlah bayar murah koq mau hasil permanen :) Singapura dan Malaysia mungkin sama saja. Thailand, Taiwan, dan Hongkong katanya lebih murah, banyak success story dan lebih variatif menunya, sampai2 tukar gender pun dilayani. Yang lucu ada satu provider kecantikan di sini dgn awalan nama Tokyo B*** Express padahal di Tokyo pun tak ada provider ini :-) Hari ini keluar peraturan baru agar tiap penyedia layanan kecantikan yg beriklan di publik harus mencantumkan disclaimer (peringatan), khusus utk penyembuh kebotakan, pembasmi segala macam rambut yg tumbuh di daerah yg tak dikehendaki, dan upaya memperbesar yg terasa kecil. Tiada yg abadi dari kecantikan alami ;-)

Sep 24, 2010

Merawat Rambu Larangan Itu Perlu



Merawat rambu larangan itu tak kalah pentingnya dengan menegakkan sanksi atau hukuman sesuai peraturan yg berlaku. Rambu larangan perlu dirancang kokoh dan dipasang di tempat yang terang dan jelas bagi publik. Rambu yang sudah termakan usia berkarat, rambu hilang, atau rambu yang hampir "punah" akibat dilanggar kecelakaan perlu diganti secepatnya agar tidak menjadi hal yang biasa dan terlupakan oleh sistem.

Sep 22, 2010

Mushalla bukan Terminal

Tempat-tempat umum yg dilengkapi mushalla adalah sebuah berkah luar biasa yang sukar kita temukan di luar negeri. Mushalla ini biasa ditemukan di gedung perkantoran, stasiun bus, mall, rumah sakit, airport, restoran, taman hiburan, tempat peristirahatan di pinggir jalan tol antar kota, dll. Perancang dan pengelola gedung (apapun agama yg dianutnya) patut mendapat penghargaan atas niat baik tsb. Ini adalah sesuatu yg hilang di negeri2 minoritas muslim.

Namun satu hal yg perlu menjadi catatan adalah pengelolaan harian dari mushalla tsb. Sarana sudah disediakan lengkap mulai rak sepatu, tempat wudhu, sejadah, lampu, kipas angin (bahkan kadang AC), arah kiblat, mushaf al Quran/yasin/kumpulan zikir doa dll. Namun sayangnya, mayoritas jemaah tidak peduli terhadap kriteria sebuah mushalla yang baik, sehat, dan nyaman. Tempat sudah disediakan, gratis air bahkan bisa utk istirahat setelah penat berjalan atau belanja. Namun mengapa kehadiran mushalla ini hadir hanya saat ia diperlukan saja. Dicari saat kita perlu menunaikan kewajiban shalat, dipakai 5-10 menit, dan dilupakan untuk berjam-jam kemudian, hingga dipakai lagi di keesokan hari atau di saat-saat lainnya. Ada yang masih menjaga tata tertib dengan baik: meletakkan sandal/sepatu di tempatnya, memakai air seperlunya, merapikan sejadah atau alat shalat lain yg telah dipakai, menghemat listrik dengan mematikan kipas/lampu sesudah digunakan. Namun adakah yang peduli mengenai kenyamanan dan kesehatan di dalam mushalla ?

Mungkin jamaah beranggapan bahwa seorang muadzin "diharapkan" bertugas rangkap menjadi penjaga kebersihan, baik itu sebagai peraturan tertulis atau tidak. Lalu bagaimana dengan mushalla yang tidak mempunyai muadzin dan tidak ada petugas kebersihannya, seperti di mall, airport, dll ? Sejak hari pertama beroperasi, mungkin mushalla tsb hanya ditengok bila ada masalah saja atau diperiksa sekali seminggu. Alhasil:
  • Tempat berwudhu sering kotor, air tergenang karena sampah tersekat.

  • Keset mushalla (antara tempat wudhu dan shalat) dibiarkan lembab sehingga berbau tak sedap.

  • Sajadah dibiarkan tak beraturan dan jarang dicuci sehingga kening dan hidung pun alergi menempel di sana.

  • Buku, tasbih, dan al Quran yang tak rapi disusun kembali setelah dipakai.

  • Mukena yang berantakan dan dekil.


Tanggung jawab mengelola tentunya kewajiban bersama. Terutama utk jamaah yang rutin memakainya sudah menjadi "aturan" tak tertulis untuk memelihara kenyamanan mushalla tsb (barangkali memang sudah ada sukarelawan/wati yang secara sembunyi melakukan tugas mulia tsb, seperti merapikan sejadah, mencucinya, mengeringkan lantai dll). Mushalla bukanlah seperti terminal bus yg didatangi saat diperlukan dan dilupakan saat hajat sudah selesai.

Muadzin atau merbot atau siapapun yg memakai mesjid tsb perlu sadar apa tugasnya baik secara langsung atau tidak. Kapan keset harus dikeringkan atau dicuci, kapan sajadah atau mukena perlu dicuci, lantai mushalla perlu kering dan di pel, tempat wudhu dibersihkan secara berkala, dll. Sediakan sandal bila diperlukan, letakkan tempat sampah, dan susun sepatu/sandal pada tempatnya sehingga kerapihan muslim itu tampak nyata. Bicarakan dengan pengelola gedung mengenai biaya operasional agar pengelolaan menjadi profesional: biaya kebersihan, bagaimana prosedur untuk penggantian barang yang rusak atau pengadaan barang baru, pemeriksaan berkala terhadap pendingin/listrik/saluran air dll.

Dengan demikian semua pihak merasa memiliki mushalla tsb. Diharapkan jamaah dapat beribadah dengan lebih baik dan berminat utk ikut berpartisipasi memakmurkan mesjid (menyumbang uang, fikiran, ataupun tenaga). Siapa yang tak senang, beribadah di tempat yang nyaman :-)

*gambar diambil saat penulis menunggu zuhur di terminal keberangkatan int'l LCCT KUL (25 Ramadhan 1431)

Mudik Memperkaya Msia ?

Semuanya berpangkal pada hukum ekonomi, mencapai hasil sama dgn biaya serendah mungkin. Tiket sudah dipesan jauh2 hari agar efek murahnya terasa, tanpa bumbu curiga atau khawatir bakal ada seteru bendera ulah KKP vs tukang ikan. Bayangkan terbang bolak balik berdua harganya sama dgn terbang sendiri sekali jalan ! Kalau begini urusannya, tentu akal sehat berkata, Nasionalisme Nomor Dua ... Ribu Sepuluh dah !

Fakta di monitor laptop berbicara: SIN-JKT pp atau SIN-KUL pp hampir sama mahalnya, satu juta rupiah lebih dikit. Itu harga untuk dua orang plus 15kg bagasi, saat saya tengok harga di website Lion atau AirAsia di awal April 2010. Sementara harga KUL-PDG pp utk dua orang naik AirAsia juga satu juta rupiah lebih dikit. Bayangkan dgn harga pesawat dari JKT-PDG di hari2 sekitar lebaran (H-7 or less), satu juta rupiah itu baru utk satu orang satu kali terbang. Pakai kalkulator sayur juga langsung ketahuan, terbang lewat negeri jiran Msia itu sungguh paket hemat mudik, dua juta banding lima juta rupiah mann ! Capek nya sama karena harus ganti pesawat, angkat-angkat kopernya sama karena beda terminal, dan suasananya pun sama alias ramai menjelang lebaran.

Mungkin ada opsi lain yg sptnya agak menarik, dgn menyeberang pakai feri via Batam, namun ini juga buang waktu dan tenaga. Perlu tiga mode transportasi: laut, darat, udara, total waktu hampir sama juga karena pesawat yg akan menjemput dari BTH ke PDG baru terbang insya Allah pukul 3 sore (kalau cuaca baik dan tidak ada delay karena jadwal penerbangan yang padat menjelang lebaran). Total biaya pun tidak menarik sama sekali karena penerbangan dalam negeri sudah memakai tarif toeslag (ferry pp 600 ribuan, plus taxi 300 ribuan, dan pesawat 4 jutaan dalam rupiah).

Salah sendiri ya kenapa harus mudik ke PDG he...he...

Kami memilih memberikan seluruh uang jalan mudik tahun ini pada perusahaan jiran AirAsia. Mengapa ? Karena mereka punya solusi lengkap tersebut. Dari KUL si Airbus gemuk yang sudah dicelup warna merah putih bercoretkan AirAsia itu terbang langsung ke 11 kota di Indonesia. Tidak ada satupun maskapai penerbangan ibu pertiwi yg berani dgn terobosan macam begini. Padahal kita tahu ada kurang lebih 2 juta WNI di Msia dan lebih 100 ribu WNI di Singapura yg senang pulang kampung. Lion, Mandala, Sriwijaya baru berani trayek langsung SIN-JKT, sementara the big brother Garuda lebih legowo terbang langsung dari SIN ke JKT/JOG/DPS. Porsi terbesar kue penerbangan tiga negara ini justru lebih dinikmati oleh pemain2 luar, ada SQ dan SilkAir yang mahalan, ada AirAsia yang sangat agresif, ada ValueAir yang ikut mencicipi jalur metropolitan JKT/MES/SUB/DPS, dan si Tiger yang masih malu-malu harimau beraninya melompat ke JKT saja.

Koq bisa ya si AirAsia itu seenaknya merangkul erat pundi-pundi uang pahlawan devisa negara kita ? Pegawai bandara, satpam bandara apalagi staf AirAsia ... pilot, pramugari, pramugara, dan ground staff semuanya tersenyum senang, target 100 juta penumpang selama 10 tahun terbang rasanya bukan mimpi :-)

Saat menjejakkan kaki di terminal murah meriah LCCT Kuala Lumpur, sudah tampak umat berbondong-bondong dengan wajah gembira, tak sabar utk segera bertemu sanak saudara di nusantara, sambil bercengkerama dengan kolega memakai bahasa Indonesia atau bahasa daerah (yg pasti bukan Tagalog, Tamil apalagi Thai). Mereka berangkat dgn memenuhi bangku2 pesawat gemuk A320 produksi anyar 2006-2007 dengan tarif paling ekonomis yang pas dengan kantong masing2. Yeah ... now everybody can fly, everybody gets the seat, and enjoy the trip. Mau Selamat, Murah Juga Harus Bisa !



Pada intinya saya mau penerbangan langsung dari SIN/KUL ke kota2 besar di tanah air itu diramaikan oleh sayap-sayap besi ibu pertiwi (langsung, bukan transfer di CGK yang membuat waktu terbuang dan badan capek). Harga sejuta rupiah pp utk sebuah penerbangan kurang dari 2 jam rasanya reasonable. Biarlah no freebies, asalkan nyaman dan tepat waktu. Garuda saja sudah promosi SIN-JKT S$150 pp (all inclusive) bbrp kali meski pilihan itenary nya terbatas. Tak heran kalau AirAsia atau Mandala berani tekan harga sampai S$59 pp in normal or peak season as long as offered seat available.

Harga lebih murah dari sejuta rupiah itu bukan sulap oleh para pemilik budget airlines, toh mereka juga manggunakan armada2 baru sekelas A320 atau 737-900. Hitung2 an pajak, harga avtur, sewa landasan (yg sama2 pakai terminal 1 di Changi), dan gaji pilot/pramugari semuanya mirip lah.
Ayo Maskapai Kita Juga Boleh :-)



p.s BTH (Batam), PDG (Padang), MES(Medan), SUB(Surabaya), DPS (Denpasar), JOG (Jogja)

*diperkaya dari posting asli di milis gajahkotasinga dan FB

Sep 20, 2010

Perfect Class Hotel


Perfect location, check in anytime, with plenty of food stalls and nice shops round the gate.
Imagine RM25 for room and shower in the center of Kuala Lumpur !
Google even can't find it since most of the perfect rooms start from RM250 a night :-)