Supir di Jakarta pasti menyangka menjadi supir bus di pulau ini jauh lebih menyenangkan. Dapat gaji bulanan plus uang ekstra jika lembur atau standby di hari libur nasional, asuransi kesehatan, baju seragam yang rapi, bus yang sejuk ber AC, jalan raya yang luas dan jarang macet, dan penumpang yang tidak terlampau sesak kecuali saat peak hour. Ditambah lagi dengan trayek dan frekuensi bus yang jelas (tak tumpang tindih), tak perlu pusing bawa kondektur untuk menagih ongkos bus, dan umumnya pemakai jalan beroda lainnya taat aturan lalu lintas. Sangat nyaman: tak perlu kejar-kejaran mengejar penumpang, tak ada maki supir lain karena harus mengetem di tikungan mencari penumpang, tak ada pungli, tak ada maki penumpang karena bus sudah sangat sesak dan berjalan ugal-ugalan dll.
Namun kenikmatan ini kadang disalahgunakan, mental raja jalanan ada di minda sebagian supir bus. Mungkin karena pembawaan supir itu sendiri yang suka ngebut, jadwal/rit yang terlampau padat dalam satu hari (mereka kerja selama 9-12 jam, 6 hari kerja seminggu, shift pagi harus mulai sejak 0530) sehingga mereka perlu akrobat membawa bus menerobos tatib lalin, gaji kurang, jalanan macet tiba2 karena ada kecelakaan ... yang semuanya bermuara pada keletihan ... letih otot, letih otak. Belum lagi aksi transport umum lain yang bernama taksi ... hmm ini pun moda transportasi yang cukup gila manuver nya.
Cuaca kota ini tak menentu dalam satu dua minggu ini kadang panas, kadang hujan lebat, tak merata, dan (seperti biasa) tak dapat diprediksi di pulau kecil ini. Supir bus yang kelelahan dan stamina tidak fit karena perubahan cuaca adalah beberapa sebab yang mengakibatkan tiga kecelakaan bus yang jarang2 terjadi di bulan ini. Menjadi penumpang di bawah komando supir nekad kadang menyenangkan karena bisa cepat sampai tempat tujuan, namun kalau sampai celaka ?
*foto2 diambil dari Today Online, Asiaone
Namun kenikmatan ini kadang disalahgunakan, mental raja jalanan ada di minda sebagian supir bus. Mungkin karena pembawaan supir itu sendiri yang suka ngebut, jadwal/rit yang terlampau padat dalam satu hari (mereka kerja selama 9-12 jam, 6 hari kerja seminggu, shift pagi harus mulai sejak 0530) sehingga mereka perlu akrobat membawa bus menerobos tatib lalin, gaji kurang, jalanan macet tiba2 karena ada kecelakaan ... yang semuanya bermuara pada keletihan ... letih otot, letih otak. Belum lagi aksi transport umum lain yang bernama taksi ... hmm ini pun moda transportasi yang cukup gila manuver nya.
Cuaca kota ini tak menentu dalam satu dua minggu ini kadang panas, kadang hujan lebat, tak merata, dan (seperti biasa) tak dapat diprediksi di pulau kecil ini. Supir bus yang kelelahan dan stamina tidak fit karena perubahan cuaca adalah beberapa sebab yang mengakibatkan tiga kecelakaan bus yang jarang2 terjadi di bulan ini. Menjadi penumpang di bawah komando supir nekad kadang menyenangkan karena bisa cepat sampai tempat tujuan, namun kalau sampai celaka ?
(1) SBS 51 yang melabrak halte (bus stop) di Eunos Link dan juga mengakibatkan tabrakan beruntun di sekitarnya. Biar sudah dibuat lima tonggak beton penghalang di depan halte bus tetap saja calon penumpang di sana harus tetap awas karena bus ini tidak menerjang pagar melainkan "lewat jalan samping".
(2) SMRT 302 bus yang menabrak seorang PLRT Indonesia (Ms Puji) di Choa Chu Kang St 52. Divisi sosial milis IMAS bekerja sama dengan HPRLTIS/FKMIS/KBRI turut memberikan sumbangan untuk ahli waris mbak Puji Astuti.
(3) SMRT yang menghajar taksi dan melompat ke rumput pembatas di perbatasan Woodlands - Kranji
Dan terakhir mungkin murni kesalahan mobil atau cuaca yang amat panas, sedan seharga USD 600k hangus di Victoria St. Makin banyak saja sepertinya mobil2 yg harus di-recall pembuatnya semacam kasus Toyota/Lexus di awal tahun ini.
Memang jalan-jalan di Singapura relatif aman, garis/marka jalan yang jelas, speed camera ada di persimpangan dan tempat2 tersembunyi lain, dan semua pengendara tampak taat peraturan. Namun karena itulah, setiap pengguna jalan "merasa" terlena dengan kenyamanan tsb. Di saat ada satu saja yang melanggar akibatnya sungguh fatal ! Belum lagi pengguna kendaraan pribadi merasa sudah membayar asuransi kecelakaan (dan mungkin asuransi jiwa) sehingga rasa khawatir jika terjadi kecelakaan pun makin hilang :-( (dont quote me, this is my naive assumption only). Jadi tidak ada kata aman, yang diperlukan adalah kehati-hatian, berdoa agar selamat pulang pergi dan bertanggung jawab dimanapun baik sebagai pemakai jalan yang berkaki ataupun beroda.
*foto2 diambil dari Today Online, Asiaone
No comments:
Post a Comment