Tulisan ini disarikan dari presentasi Dr. Aznan bin Hasan
(Head, Dept. of Islamic Law, Int'l Islamic University Malaysia)
dalam Forum Umum Penguasaan Ekonomi dari Zaman Rasulullah SAW hingga ke Masa Kini
(Anjuran Masjid An-Nahdhah, 20 Mei 2006, Auditorium Politeknik Singapura)
(1) Kesalahpahaman terhadap konsep harta
Sebagian besar umat Islam masih beranggapan bahwa memiliki harta banyak adalah sebuah masalah yang harus dielakkan. Harta hanyalah kenikmatan di dunia yang sementara sehingga tak perlu kita bersusah payah mengumpulkannya dan cukuplah sekadarnya. Pemateri membawakan dua hadits dha'if yang biasa dipakai oleh golongan ini:
- Nabi SAW berdoa agar dihidupkan dalam keadaan miskin, mati dalam keadaan miskin, dan di padang mahsyar nanti juga dibangkitkan bersama orang-orang miskin.
- Nabi SAW mengatakan bahwasannya orang-orang kaya itu lambat masuk syurga karena mereka harus menjawab pertanggungjawaban atas harta mereka, contohnya adalah Nabi Sulaiman a.s dan sahabat rasulullah yaitu Abdurrahman bin Auf yang memasuki surga dengan merangkak kepayahan.
Hal ini, disadari atau tidak, justru memburukkan ekonomi umat Islam karena kita tidak tahu bagaimana mengelola harta kekayaan yang telah dilimpahkan Allah kepada kita. Lebih buruk lagi, umat Islam menjadi malas bekerja keras untuk mencari rezeki (uang dan ilmu), akhirnya menjadi umat yang tidak produktif, konsumtif, dan terbelakang dalam aspek-aspek kehidupan.
(2) Perspektif Islam terhadap ekonomi dan kekayaan
Bagaimana sebenarnya pandangan Islam terhadap kedua hal yang erat hubungannya ini ?
- Islam adalah cara hidup yang komprehensif.
Manusia diberi tugas untuk menjadi khalifah, bertugas sebagai badan perwalian yang amanah mengelola rezeki yang telah dianugerahkan Allah (trustee concept) (QS 7:32). - Segalanya diciptakan di muka bumi untuk manusia dan dilarang mengharamkan yang halal.
QS 2:29 "Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu ..." ,
QS 31:20 "Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi ..." ,
QS 5:87-88 " Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu ... ". - Harta yang baik adalah apabila ia berada di tangan orang yang baik.
Salah satu anugerah yang diberikan Allah kepada manusia adalah harta. Namun, harta sangat berpotensi dalam menimbulkan fitnah, sebagaimana diterangkan Allah dalam QS At-Taghabun 15: "Sesungguhnya harta-harta dan anak-anakmu adalah fitnah (cobaan bagimu); dan pada sisi Allah-lah pahala yang besar". Dalam hal ini ada dua jenis fitnah yang bertolak belakang tergantung bagaimana pengelolaan harta tsb: ia dapat menjadi asset (fitnah yang baik) apabila harta mampu dikelola secara profesional atau menjadi liabilitas (fitnah yang buruk) apabila kita tidak mampu mengelolanya secara proporsional (serakah, kikir, boros, dll). - Mencari rezeki adalah wajib dan bernilai ibadah
QS 62:10 " ... dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung". Hadits: "Apabila kau tahu esok hari akan tiba kiamat, sementara di tanganmu ada sebiji benih tanaman, maka tanamlah benih itu, karena dengan demikian ia akan mendapatkan pahala.." (HR Anas r.a)
Hadits: Suatu ketika, dalam ibadah haji ada seorang ahli ibadah yang sangat kuat beribadah. Tidak ada waktu lowong kecuali berzikir kepada Allah. Umar r.a yang mendengar kesalehan sang ahli ibadah lalu bertanya, “Siapa yang mengurus barang-barangnya?” Seseorang anggota rombongan sang ahli ibadah lalu menjawab, “Kamilah yang mengurus semuanya.” Spontan Umar r.a berkata, “Engkau lebih mulia dari pada orang yang kamu muliakan itu.” 3 - Sistem ekonomi Islam adalah gabungan fardhu 'ain dan fardhu kifayah.
(3) Mengapa Sistem Ekonomi Islam Diperlukan
Sistem ekonomi adalah termasuk bagian dari solusi total (part and parcel) Islam terhadap dunia. Keperluannya dapat dianalisa baik secara makro maupun mikro, diantaranya:
- Berasaskan keadilan.
- Bertujuan untuk memakmurkan seluruh penghuni bumi.
- Mempertemukan antara pihak yang memerlukan dan pihak pemilik uang.
- Memberi arahan dalam berusaha/mencari harta yang berpandukan syariah Islam .
(4) Apa itu sistem ekonomi Islam
Sistem ekonomi Islam adalah sistem terpadu (keuangan, etika, moral, dan syariah) yang memiliki tujuan mulia untuk kesejahteraan hidup seluruh manusia. Sistem ini tidak sekedar pemenuhan konsep wealth creation and distribution saja, meskipun sekilas tampak mirip metode konvensional Barat (mis. sewa, jual beli).
(5) Tujuan Sistem Ekonomi Islam
Dalam presentasi disebutkan tiga tujuan utama:
- Memenuhi kepentingan atau aspek sosial di tiga kategori:
(1) Daruriyat/Asasi (necessities) seperti mempertahankan agama, kehidupan, ilmu, kepemilikan, keturunan,
(2) Hajiyat/Keperluan (desperate needs), dimana gagal memenuhinya akan menimbulkan kesengsaraan atau keputusasaan.
(3) Tahsiniyah/Penyempurnaan (suplementary benefits), meningkatkan kualitas kehidupan dan penyempurnaan tabiat.
Ketiga aspek ini juga dibahas dalam http://www.islamset.com/env/princip.html - Menyadari kenyataan limited resources and unlimited human desires, yang berakibat munculnya perlombaan atau persaingan dalam pemuasan hawa nafsu dalam mengejar sumber daya yang terbatas.
- Equitable distribution of wealth.
Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja profesional untuk berlomba memperoleh hasil yang terbaik, dan di saat yang sama Islam mewajibkan umatnya untuk berzakat dari sebagian rezekinya.
Konsep ini menjunjung tinggi asas keadilan: sistem ini bukan Sosialis (tiap individu memperoleh bagian yang sama, tanpa memandang usahanya) dan jauh dari sistem Kapitalis (individu dapat menghalalkan segala cara untuk mencapai hasil maksimal dan penyalahgunaan kekuasaan rentan terjadi terhadap yang lemah).
Wah, dari google nie...terdampar di tempat seteduh ini. Ikut nimbrung aaah,
ReplyDeleteSebenarnya harta bukan musuh orang islam kok, yang penting adalah bagaimana mengelolanya sesuai syariat, so... mengelola hati, aqidah, dan akhlaq untuk dapat mengelola harta secara "syar'i". Atau mungkin gini saja.... Jangan sampai hati, aqidah, akhlaq, yang terkelola harta .........