Artinya total membawa enam buku paling banyak, itupun kalau punya semua bukunya. Buku cetak masih kurang dari 100 halaman dan punya buku tulis isi 80 lembar saja sudah mewah saat itu. Ditimbang tak lebih dari 2 kilogram sepertinya. Mungkin dengan berat ransel kain atau parasut total beratnya tak sampai 3 kg. Dulu lebih suka bawa koper kecil president karena kondisi buku terjaga di dalamnya, tas ini dapat diduduki kalau capek, tahan air dan tidak mudah kotor.
Lalu pertama kali pergi ke Jepang, melihat anak2 SD membawa tas ransel kulit berwarna hitam atau merah yang sama ukurannya, dimana-mana ! Tas randoseru (ransel dalam tulisan katakana) ini ternyata sudah tradisi, kalau tak mau disebut suatu yang wajib bagi tiap siswa baru, memiliki bahan dan kualitas yang baik hingga tahan dipakai hingga lulus. Sayangnya, ransel yang dapat diisi apa saja ini mahal (sekitar 30 - 60 ribu yen) dan berat untuk anak-anak ! Dgn pengetahuan ttg anatomi badan, material, dan teknologi produksi, tas ini dibuat agar lebih nyaman di punggung, kokoh, lebih besar volumenya, namun tetap ringan.
Ternyata kondisi di Singapura juga sama, malah mungkin jauh lebih berat, meski tak harus memiliki model wajib seperti di Jepang, sehingga ortu dapat membelikan anak sesuai anggaran biaya masing-masing. Sudah pemandangan biasa melihat ransel-ransel berat itu tergeletak di pinggir lapangan olahraga atau di kantin sekolah karena siswa merasa gerah untuk terus menggotongnya kemana-mana. Minggu lalu surat kabar di Bangalore pun memberitakan hal yang sama. Intinya orang tua, dokter, dan pihak yang merasa prihatin merasakan beban di punggung anak2 SD ini sudah terlampau berat. Ada yang memulai hari sekolahnya dengan memanggul beban 8 hingga 10 kilogram ! Padahal berat ransel yang dianjurkan hanyalah 10% dari berat tubuh si anak. Jadi idealnya jika si anak kelas 2 atau 3 SD berat badannya kurang dari 25 kg, berat ranselnya cukup 2.5 kg saja. Dalam kenyataan, banyak yang membawa beban di atas 5 kg setiap hari nya.
Ada yang harus berjalan kaki 1 km ke sekolah, ada yang harus naik kendaraan umum berdesakan dengan penumpang dewasa lain, atau menunggu bus sekolah mengantar jemput mereka. Namun intinya ransel tsb tetap harus mereka panggul most of the time. Membawa buku sesuai jadwal pelajaran hari itu saja (texts and notebooks) cukup membantu, namun di masa sekarang untuk satu mata pelaran beragam jenis buku cetak (paket) yg perlu dibawa: buku materi, buku latihan, buku pemantapan dll. Apalagi kalau anak masuk sekolah unggulan, yang mewajibkan buku2 paket yang lebih berkualitas (baca: lebih banyak gambar, latihan, dan tentu lebih tebal). Jika pada hari yang sama ada kegiatan ekstra-kurikuler tentu bertambah lagi isi tas si anak plus kotak makanan/botol minum. Sakit di bahu atau di punggung jelas menjadi keluhan tiap harinya. Anak2 sekolah saat ini membawa beban dua atau tiga kali lipat beban yang seharusnya ! Belum lagi bahaya lain semacam tulang punggung yang bengkok (skoliosis), berjalan bongkok, pusing karena beban berat di siang yang terik sementara perut minta diisi, dan yang pasti anak sulit bergerak dengan nyaman.
Ditambah dengan gaya anak membawa ransel yang nyentrik: menyandang di satu bahu, mengaitkan tali di jidat (bukan di leher, karena bisa tercekik), membiarkan ransel menggantung di bawah pinggang, membawa benda2 tak penting dan menyusunnya acak2 an sehingga beban tak terdistribusi merata, membawa buku di luar jadwal atau buku2 komik yang tak perlu, dll.
Bayangkan kalau dulu kita mengenal tas beroda itu hanya utk koper besar, nah lima tahun terakhir ini roda tsb sudah pula hadir di beberapa model ransel sekolah. Roda hanya membantu selama jalan yang dilalui datar dan tidak naik turun, seperti harus mendaki tangga di sekolah. Belum lagi jika harus tukar bus utk sampai rumah. Ada juga sekolah yang menyediakan loker, tapi berapa banyak sekolah yang mampu memfasilitasi ini ? Bagi ortu yang mampu memiliki supir atau pembantu yang khusus menjemput si anak, mungkin dapat "diberdayakan", namun sekali lagi mereka bukan pengawal khusus yang mengiringi si anak kemana saja.
Hmm tidak heran kalau melihat postur tubuh anak2 di Eropa atau Amerika itu tinggi dan besar relatif dibandingkan kawan-kawannya di Asia kan ...Bagi anak2 di sana, masa-masa di SD adalah masa-masa enjoy bermain sambil belajar, sementara bagi anak2 di sini ortu mereka berlomba memasukkan anak2 ke sekolah2 top unggulan dengan resiko lanjut yang tak disadari ini !
Bagaimana dengan anak-anak Anda ?
Catatan:
Tapi saya cukup salut melihat anak STM/SMA hanya bawa satu buku gado-gado ke sekolah dibawa dengan cukup diselipkan di saku celana belakang he..he.. sptnya ilmu sudah khatam di kepalanya :-)
Picture taken from here and scan from here.