May 25, 2008

Ayat Ayat Cinta di Singapura


18 days review

Ayat Ayat Cinta (AAC = Love verses) yang diadaptasi dari novel laris karya Habiburrahman El Shirazy adalah film fenomenal anak bangsa pada seratus tahun kebangkitan nasional ini. Tayangan 126 menit yang mampu menyedot tiga juta penonton sinepleks-21 Indonesia dalam kurun waktu satu bulan saja. Belum lagi bagi yang memaksakan diri menikmatinya lewat DVD bajakan atau situs YouTube ... dan rela berulang kali meneteskan air mata menontonnya lagi dan lagi :-)

Melihat kesuksesan di Batam (terbukti beratus warga yang bermukim di Singapura antri tiket di sana, bahkan sampai rela menginap di hotel karena tak kebagian tiket hari itu), importir film Cathay dan Shaw Singapura pun tak mau ketinggalan untuk menayangkannya mulai 8 Mei lalu. Pokoknya rumah produksi MD Entertainment dan kang Abik (HES) panen untung dari hak siar dan hak cipta deh !

Don't judge the book by its movie

Satu minggu sebelum film naik tayang, pihak sponsor mengajak tiga pemeran utama AAC ke Singapura, mereka adalah Fedi Nuril, Rianti Cartwright, dan Clarissa Putri. Nah bagaimana pendapat mereka yang telah menonton film ini ?

Di lelaman Yahoo!Singapore Movies mayoritas beropini:
  • Yang paling disukai dari film ini: lokasi pengambilan gambar di Mesir, kisah mengharukan saat Aisha mengizinkan Fahri menikahi Maria, dan jalur cerita keseluruhan.
  • Yang paling dibenci: tokoh antagonis Noura, potret negatif tentang wanita yang mau diduakan.
Selama dua minggu lebih di Singapura, overall film ini dapat tiga bintang !

Kalau saya sendiri berpendapat, sebaiknya ulasan penonton ini dibagi empat kategori:
  1. Penonton yang sudah pernah baca novelnya
  2. Penonton yang belum pernah baca novelnya
  3. Penonton yang setelah menonton, ingin baca novelnya
  4. Penonton yang setelah menonton, tak merasa perlu baca novelnya lagi, entah biasa-biasa saja atau kecewa.
Penilaian yang lebih objektif sepertinya akan datang dari penonton kategori 2 dan 3. Penonton kategori 1 akan cenderung subjektif dan menyesal mengapa versi film jauh dari harapan atau imajinasinya saat membaca novel tsb :-) Singgah ke situs Asma Nadia yang cukup komplet mengapresiasi secara seimbang hasil karya Hanung B ini, tentunya dari penonton di tanah air. Asma menulis bahwa HES berhasil membuktikan bahwa novel Islam bisa sangat komersil.

Dengan persentase warga Melayu yang hanya 13.6% dari total penduduk di Singapura menurut statistik Juni 2007 maka sudah pasti penonton AAC di rantau ini tak bakal melampaui level psikologis satu juta penonton. Dengan asumsi mayoritas penonton terdiri dari:
  • orang Melayu (mulai bocah lima tahun sampai warga emas^ 80 tahunan) sekitar 400 ribuan
  • orang bukan Melayu namun serumpun semacam orang Indonesia dan Malaysia yang mukim di Singapura (mengerti bahasa Indonesia/Melayu): dengan asumsi optimis 80 ribu profesional dan keluarganya (SPR atau EP/DP), 75 ribu PLRT, 10 ribu pelaut, dan 10 ribu pelajar). Lihat demografi di akhir tulisan ini.
maka baru diperoleh sekitar 600 ribuan calon penonton. Angka ini tetap lebih rendah dibandingkan tujuh ratus ribu penonton di tanah air yang telah sukses kebagian tiket dalam empat hari penayangan AAC di bioskop.

Ah mana tahu warga dari ras non-Melayu pun sebenarnya ingin atau suka menonton film ini karena ada terjemahan bahasa Inggris (subtitle), jadi angka sejutaan mungkin dapat terlampaui, katakan kalau film tadi tetap ditayangkan selama 3 bulan ke depan. Sudah beberapa pihak penerbit dari negara asing yang membeli hak cipta novelnya sehingga angka 400 ribu eksemplar penjualan novel ini akan terus bertambah dan tentu saja pemutaran film nya juga. Semoga !

Sekilas demografi Singapura
Sebagai informasi jumlah penduduk Singapura (resident) terdiri dari warganegara (citizen) ditambah penduduk tetap (singapore permanent resident /SPR), total sekitar 3.68 juta jiwa. SPR menyumbang sekitar 9% dari jumlah tadi dan tiga perempatnya berasal Cina. Penduduk dikelompokkan dalam empat ras utama (Cina, Melayu, India, dan Lain-lain). Sementara jumlah non-penduduk ada sekitar 1 juta jiwa baik mereka yang masih berstatus orang asing (foreigner) maupun status lain seperti pemegang kartu kerja (employment pass /EP, working permit) atau kartu pelajar (student pass) plus istri dan anak kalau ada (dependent pass/DP). Dari 670 ribu pekerja non-penduduk di tahun 2006: 90 ribu pekerja dari mereka adalah profesional, 160 ribu PLRT (dari Filipina, Indonesia, Srilanka), dan sisanya adalah low-skilled workers dalam usaha konstruksi, buruh di kapal, buruh kilang dan jasa. Selain itu di tahun 2005 tercatat 66 ribu pelajar asing yang belajar di Singapura. Menurut Dubes Wardana, PLRT (domestic maid) dari Indonesia di Singapura yang tercatat bekerja di KBRI ada sekitar 75 ribu orang dan ada 10 ribu pelaut Indonesia yang biasa mampir sebentar di pulau ini saat bongkar muat atau tukar kapal. Tak tahu juga apakah jumlah PLRT dan pelaut itu sering diperbarui mengingat mungkin saja sudah ada yang pulang, ganti nama, atau ganti paspor baru :-)

Referensi:
^: warga emas = manula = senior citizen.
Data demografi diambil dari Statistic Singapore dan Migration Policy Institute
Jumlah PLRT dan pelaut dicatat dari tulisan Sabam Siagian di Straits Times (April 2007)
Ada 32785 WNI yang menetap di Singapura (SPR atau EP/DP) menurut sensus tahun 2000.

No comments:

Post a Comment