Dec 25, 2018

Ingin kebangkitan muslim

Eksperimen nya sudah dibuat mulai 2016 dengan aksi yang berjilid hingga reuni kedua di tahun 2018 ini. Kode kumpul dua satu dua, dikunjungi dua jutaan muslimin berbahasa Indonesia dengan puncak acara di sekitar monumen akal sehat Jakarta.

Bagaimana agar momen ini punya momentum yang hebat di tahun 2019.

Saya usul tiga hal praktis yang mestinya mudah dibuat mayoritas muslimin di Indonesia
1. Saya seorang muslim, saya tidak merokok.
2. Saya seorang muslim, saya berjamaah shalat subuh di masjid.
3. Saya seorang muslim, saya memilih partai berbasis Islam saat PEMILU.


Bagi sebagian orang agak sulit meninggalkan rokok. Di Jakarta dan di negara" maju lain harga sebatang rokok, sudah sedemikian mahal, sehingga sekotak rokok isi 10 batang adalah 0.4% gaji bulanan mereka sebagai pemuda bekerja yang baru lulus kuliah (misalnya $12/bungkus dan gaji $3k/bulan atau dengan Rp. 15rb/bungkus dan UMR Rp. 3.8jt/bulan). Artinya seorang perokok membakar hampir 12% dari gajinya sebulan (asumsi sebungkus per hari, ngebul asap sebatang per jam di luar waktu tidur/makan/mandi/shalat) untuk hal yang tak produktif. Hematlah uang saudaraku untuk hal" yang lebih penting dan jelas kehalalan nya.

Aspek kedua yang perlu tekad dan konsistensi adalah shalat subuh dengan ikut jamaah kloter pertama di masjid. Ini adalah tonggak kebangkitan umat yang paling ditakuti mereka yang memusuhi Islam, apabila jumlah mereka yang shalat subuh berjamaah sudah menyamai jumlah jamaah shalat Jum'at.

Sementara aspek ketiga adalah aspek yang paling waras dilakukan di tiap pemilu. Jangan golput (alias tidak memilih) dan coblos partai Islam. Pilih presiden dan wakil yang jelas" punya sejarah politik yg mendukung kesejahteraan dan kenyamanan umat Islam di negeri ini. Jika saat pemilu tahun depan nanti ada tiga partai besar yaitu PKS, PKB, dan PPP, ya pilih  salah satunya. Saat ini tiap partai punya masalah, tidak memuaskan, punya kasus, ... namun perlu diingat skala nya berbeda" dan partai" Islam tetap lebih baik. Jangan pilih partai yang jelas" merugikan kondisi umat Islam, sarang koruptor, mendukung faham pluralisme/liberalisme yang kebablasan. Tidak cemburukah kita sebagai umat muslim, umat terbesar di Indonesia, namun melihat kesemua partai Islam hanya dipilih kurang dari 50% total pemilih (masing" dipilih kurang dari 10% dari total suara sah pada 2014) ? Jelas saja arah kebijakan eksekutif, yudikatif, dan legislatif negeri kita akan tetap sekuler dan kurang menguntungkan nasib muslimin di Indonesia. Jadi saya dengan tulus menghimbau bahwa memilih partai (dan caleg) yang berasaskan Islam adalah pilihan yang wajar dan bertanggungjawab, untuk menghindari kemudharatan (atau potensi nya) yang lebih besar di kemudian hari.

No comments:

Post a Comment