Apr 18, 2008

Berhemat makan daging ...


Lhoo koq daging, bukannya berhemat makan nasi karena beras makin mahal dua bulan belakangan ini ? Lima kilo beras wangi dari sawah orang Siam harganya sudah 2-3 dolle lebih mahal dan belum yakin kapan gonjang ganjing harga ini akan stabil di negeri singa kecil ini. Kalau ditangan chef yang hebat, daging ini enak mau dibuat apa saja: rendang, asam padeh, kalio, sate, sop, oseng, opor, panggang, baso, tandoori, kari india dll. Orang Indonesia pun termasuk ahli mempreteli daging hewan ini sampai tingkat sesulit apapun seperti otak, iga, jeroan, lidah, buntut, kaki, sumsum, ceker, ...

Nah kenapa masih ada yang berhemat atau tak terlalu suka makan daging ? Ini beberapa alasan yang masih masuk akal ...
  • Ketinggian kolesterol, wajar saja kalau darah sudah mengandung kebanyakan lemak jenuh.
  • Badan jadi kurang lincah, kebanyakan makan daging identik dengan kegemukan.
  • Susah BAB, karena daging kebanyakan urat tapi miskin serat
  • Geraham sudah tak mampu mengunyah sempurna atau suka nyangkut karena gigi tak rapat.
  • Bosen, karena bau nya tak sedap saat dimasak.
  • Nggak suka saja, karena tak terbiasa.
  • Putus asa karena nggak berhasil nemu bumbunya yang pas.
  • I'm vegetarian :-)
Dan ada seribu satu alasan klasik lain termasuk harga daging yang naik dua kali lipat di hari menjelang lebaran atau ada isu sapi gila, antraks dll.

Namun ada satu alasan yang baru buat kami (maklum kawan-kawan kami tidak ada yang vegetarianos) ! Salahsatu penyebab kelangkaan bahan pangan dari hasil pertanian erat hubungannya dengan konsumsi daging yang berlebihan dari penduduk di muka bumi. Disebutkan tiap tahun rata-rata 50 milyar hewan darat dikonsumsi penduduk dunia. Memang tidak semua 6.6 milyar penduduk bumi ini doyan daging, tapi dari data ini saja sudah dapat dipastikan betapa repotnya menyediakan lahan bagi hewan ternak dan unggas tersebut. Belum lagi memikirkan cara memberi makan 50 milyar hewan ternak dan unggas tersebut ? Tentunya dibutuhkan padang rumput, gandum, bulir jagung, sayur mayur, umbi-umbian, kacang-kacangan yang super duper luas kan.

Disinilah awal perkara bermula, petani dibantu pemerintah dan kumpeni swasta terus membuka hutan untuk menyiapkan lahan-lahan yang dapat ditanami makanan hewan tersebut. Catat ... sampai hari ini sudah 1/3 permukaan tanah di muka bumi ini disediakan untuk semata pakan ternak. Untuk mengusahakan pakan ternak yang mayoritas dari tumbuh-tumbuhan sudah barang tentu dibutuhkan air, pupuk, pestisida, dan energi dalam jumlah besar (untuk traktornya, irigasi, mesin pemanen, pabrik pupuk, pabrik pestisida, pengolahan limbah, dll). Hebohnya, untuk menghasilkan 1 kg daging dibutuhkan 10 kg pakan ternak murni dari tanaman dan 3000 liter air. Sementara untuk sumber tenaga bagi pabrik-pabrik di atas dibutuhkan minyak bumi, ini memicu kebutuhan minyak bumi yang meningkat dari dunia peternakan.

Selain butuh makan, sang sapi, kambing, b***, ayam, bebek, itu juga butuh minum. Kalau sudah kenyang, tentunya bakalan mules dan perlu ada yang "disetor sebagai hasil akhir". Limbah buangan 50 milyar hewan ini pasti dalam jutaan ton juga per tahunnya kan. Pisahkan saja deh mana yang bakal mengendap ke tanah diuraikan mikroba, mana yang mencemari sungai dan air tanah, dan seberapa besar yang dapat diolah jadi pupuk kandang atau jadi bioshit energy ;-) Belum lagi kalau dihitung pupuk dan pestisida/insektisida yang juga mencemarkan alam. Dihitung-hitung (percaya aja deh ...) ternyata 18% penyebab pemanasan global adalah disebabkan pengusahaan hewan ini ... maksudnya dari pembukaan lahan untuk peternakan (yang biasanya bakar sana bakar sini) dan penanganan limbah mereka.

Sampai sini saja kita sudah dapat "mengasihani" hewan ternak dan unggas tadi, karena memelihara mereka untuk diambil daging dan susunya, berdampak hebat pada penyediaan lahan, persaingan makanan dan air dengan manusia, kerusakan lingkungan, kenaikan pemakaian bahan bakar, efek rumah kaca, dll. Ck..ck...

Untuk memperpanjang rumitnya rantai makanan ini adalah hitung2an efisiensi. Dari kalkulasi ahli nutrisi disimpulkan, bahwa untuk memenuhi total kalori atau protein langsung dari biji-bijian macam jagung, kedelai dan sumber nabati lainnya adalah dua hingga lima kali lebih efisien dibandingkan mengkonsumsi daging ! Artinya 1 kg dedak, kacang2an, jagung yang dimakan seekor ayam dalam masa hidupnya hanya menghasilkan kalori dan protein yang sama bila manusia memakan langsung dua sampai lima ons sumber nabati tsb langsung. But for meat lovers, it means they must sacrifice the juicy and crispy tender flesh during their meal :-)

[t a r i k n a f a s ... d u l u]


Untungnya ada alternatif lain yaitu makan daging IKAN. Subhanallah, mahluk yang satu ini memang hadir dalam beragam ukuran, rasa, ketebalan daging, dan kandungan nutrisi. Belum lagi kalau dijejerkan IKAN air tawar dan air laut termasuk cumi, udang, dll. Tapi ... IKAN itu lebih mahal dari daging dan lebih repot mempersiapkannya :-) Memakannya juga mungkin lebih sulit karena banyak duri-durinya. Well, kami tetap cinta daging bagaimanapun kondisinya.

Jadi kesimpulannya ... berapa kali sebaiknya makan daging seminggu ?
I am not a vegetarian because I love animals. I am a vegetarian because I hate plants [Whitney Brown]

Sumber:
Dipicu dari artikel koran Today tanggal 10 April 2008
Statistik dari sini ...
http://www.nytimes.com/2008/01/27/weekinreview/27bittman.html
http://www.thevegetariansite.com/env_animalfarming.htm
http://www.virtualcentre.org/en/library/key_pub/longshad/A0701E00.htm

No comments:

Post a Comment