Kami pernah menyewa rumah bbrp kali saat berada di luar negara. Motif utama si pemilik rumah (owner/landlord) menyewakan rumahnya adalah mendapatkan penghasilan pasif (tambahan). Pemilik biasanya akan tinggal di tempat lain, mgkn ia punya rumah lebih dari satu (investasi), berbagi bersama ortu/anaknya, menyewa lagi di tempat lain yg lebih murah (mendapatkan keuntungan dari selisih uang sewa), atau ia memang sedang travelling dalam waktu lama ke tempat lain juga.
Biasa, untuk menyewa rumah pertama kali selalunya memerlukan uang deposit. Uang ini berbentuk cash dalam jumlah yg cukup besar. Paling kecil adalah satu bulan sewa dan terbesar adalah enam bulan. It is really a big money to start your own home in foreign country. Malahan di beberapa negara, pemilik meminta deposit awal uang sewa satu tahun. Selain deposit, ada tambahan berupa uang komisi utk agen rumah yg membantu mencarikan dan kemungkinan ada pula uang awal utk pemilik rumah (di Jepang namaya reikin = uang kebajikan) yang besarnya 1-2 bulan. Uang agen dan reikin ini adalah uang hangus tak kan kembali lagi. Biasanya utk kasus2 tertentu, perusahaan tempat penyewa bekerja menyediakan pinjaman lunak tanpa bunga untuk membayar uang deposit tadi.
Uang deposit mengikat kedua belah pihak (penyewa dan pemilik). Biasanya dalam perjanjian sewa di awal, ditetapkan masa minimum sewa misalnya enam bulan. Dalam masa ini tiada yg boleh melanggar masa minimum, jika tidak ingin mendapatkan denda, yaitu membayar pihak yg dirugikan sejumlah deposit yg telah disetujui. Si pemilik tak berhak mengusir si penyewa dan si pemilik tak boleh memutuskan untuk tak melanjutkan sewa. Hukum ini mengikat keduanya dan meskipun *biasanya* tidak diatur oleh hukum positif di negara itu, kedua pihak menaatinya.
Setelah masa minimum tsb lewat, uang deposit tetap ditahan oleh pemilik rumah hingga akhir masa kontrak atau si penyewa menyatakan akan keluar dari rumah tsb. Dengan adanya uang deposit di tangan, si pemilik rumah berada pada posisi di *atas angin*, memiliki sedikit kekuatan untuk menekan agar si penyewa *berlaku sesuai yg diharapkan* sebagaimana yg tercantum dalam surat perjanjian sewa.
Rumah sewa perlu dirawat terutama jangan sampai rusak perabotannya (bila menyewa fully furnished), kotor atau bocor. Jika terjadi hal-hal dalam rumah misalnya mesin cuci mogok, kebocoran, atau pipa air mampat segera melapor pemilik rumah atau penanggung jawab komplek apartemen (hausmeister istilahnya di Jerman). Khawatir jika dibiarkan akan membuat masalah makin besar.
Di saat akan keluar nanti, pemilik rumah akan mengecek seisi rumah dgn seksama.
Pengalaman berkesan saat di Muenchen dimana pak Hausvermieter kami (meski seorang supir taksi) begitu detil memeriksa kebersihan dinding, ventilasi, langit-langit, ventilasi, dapur, dan toilet. jari-jari tangannya begitu mahir menyapu pojok-pojok ruangan/ventilasi utk memeriksa debu atau noda minyak di dapur dan matanya memeriksa seksama langit-langit ruangan dan toilet untuk menandai jika ada jamur menempel di sana :-) Wah benar-benar inspeksi komplet dah sehari sebelum kami mengakhiri sewa di apartemen pertama kali di Muenchen itu. Alhamdulillah uang deposit kembali 100%.
Memang tak semua pemilik rumah semacam itu. Ada yg sudah tak mau ambil pusing krn mereka tinggal jauh dari sana atau sedang ke luar negeri, namun mereka sudah meletakkan klausul *uang keluar rumah* sekitar 1/2 - 1 bulan sewa di surat perjanjian untuk uang kebersihan dan antisipasi kerusakan ini. Makanya ada bbrp kejadian saat kami keluar apartemen di hari terakhir untuk pindah atau keluar habis dari negara tsb kami hanya memasukkan kunci pintu apartemen ke dalam kotak surat, tanpa pernah bertemu muka dengan pemiliknya sejak pertemuan pertama kali dulu :-)
Selain uang deposit, penyewa rumah pun memiliki kewajiban membayar rekening pemakaian listrik/air/telepon sendiri. Beda negara, beda cara memang. Ada yg sudah diperhitungkan dalam uang sewa atau ada juga pakai nama penyewa (si penyewa *memasang sambungan* atas namanya sendiri). Di Jepang dan Singapura, si penyewa wajib melapor sebagai pelanggan baru dan mendapatkan nomor pelanggan baru utk fasilitas tadi. Hal ini jelas memberi keuntungan bagi si pemilik rumah karena ia tak perlu pusing mengurusi tagihan tsb tiap bulan dan tak bakal terkena denda jika rekening telat/tak dibayar si penyewa. Hanya saja utk pemakaian bulan terakhir, penyewa perlu menitipkan uang secukupnya utk mengira pemakaiannya di bulan itu (sesuatu yg tak perlu dirisaukan saat ini krn pembayaran melalui online banking sudah dapat dilakukan di mana dan kapan saja).
Bagaimana dengan kondisi di tanah air atau di Jakarta pada khususnya yg saya pahami ?
Utk apartemen/condominium/rumah mewah, terutama yg disewakan pada kantor atau ekspatriat (orang asing) mungkin memiliki standar yg sama spt di atas. Ada uang deposit dari persentase uang sewa setahun atau satu/dua bulan. Namun kasus yg sangat umum adalah tak ada istilah uang deposit sama sekali.
Tagihan listrik, air, dan telpon pun masih tetap atas nama pemilik rumah.
Rumah yg disewakan/dikontrakkan itu nasibnya tak jelas, tergantung hoki, dapat penyewa baik atau tidak. Mau hancur, bocor, dekil, pintu/kunci rusak, lampu hilang ... apes dah ... uang kontrakan setahun habis utk mendandani rumah itu lagi. Listrik, air, telpon nunggak bbrp bulan terakhir, sementara si penyewa super duper boros !
Akibatnya pemilik rumah yg harus menanggung beban utk menyambung kembali aliran2 yg terputus itu plus DENDA nya.
Mau dikata apa ? Lebih beradab kah penyewa yg berktp indonesia dibanding penyewa bule ?
Hingga kini, saya pun nggak berani beli rumah utk tujuan dikontrakkan.
Resikonya hancur. Sudah mencari penyewa susah, narik pembayarannya susah dgn 1001 alasan nggak punya uang, ribet dah. Padahal tujuan awalnya si pemilik menyewakan adalah utk passive income, agar rumahnya tak lapuk, agar jangan ada maling masuk dll.
Hubungan harmonis dengan pemilik rumah amat menguntungkan penyewa
Diantaranya penyewa dapat renegosiasi harga sewa saat akan memperpanjang masa sewa, tak perlu lagi bayar uang agen, atau uang "kebaikan* kepada pemilik rumah. Kami juga punya pengalaman unik dimana saya dgn panik menelpon pemilik apartemen yg bekerja sebagai supir taksi membantu saya yg kebingungan membawa Ford stir kiri saat pertama kali menyewa mobil di musim dingin 2002.
Satu lagi pengalaman paling berkesan saat kami harus meninggalkan kota ini mengejar flight TG402 menuju Bangkok, diantar oleh pemilik rumah ke Terminal 2. Tiba di bandara waktu sekitar satu jam lebih sedikit, mereka membantu kami dengan bagasi yg banyak saat itu dan terakhir kami pun terpaksa minta tolong untuk *membawakan* barang2 kami yg sudah tak mampu lagi utk dibawa pergi krn terlampau banyak overweight. Hingga hari ini pun kami masih berhubungan dengan pemilik rumah yg baik hati ini :-)
No comments:
Post a Comment