Sep 23, 2011

Diskon: Keperluan vs Anggaran

Diskon $150 bukan diskon yg kecil jika hanya membandingkan dengan harga awal nya $549 atau $499 (27% dan 30%). Zaman sekarang, di saat begitu banyak model kamera baru tampil tiap kwartal (4 bulan), dan persaingan harga yg begitu ketat (cut throat competition) rasanya sukar bagi sebuah produsen menawarkan diskon besar. Lagipula kedua kamera ini model baru dari merek terkenal (FF), product review nya pun baik dibandingkan  kamera sekelasnya, sehingga jelas bukan produk gagal. Jadi tak ada motif yg jelas bagi saya mengapa tiba-tiba ada promosi spt ini. Apa karena produsen kelebihan stok, persaingan, atau market share yg terlampau kecil (salah prediksi).

Satu dua tahun lalu saya juga pernah melihat bbrp kali promosi spt ini utk produk lain berupa printer, handphone, notebook, dan bahkan .... sepatu lari, celana jeans. Trend nya sama: merek terkenal, tipenya sudah ada di pasaran (kurang setahunan), dan belum ada komplain terhadap produk yg dipromosikan. Dengan kata lain bukan produk abal-abal kucing tipe karung yg tak dikenal dan tahu-tahu di SALE oleh toko eceran

Alih-alih langsung memberikan potongan harga atau persentase saat pembelian, sang pemegang merek meminta calon konsumen untuk menukarkan produk bekas pakainya. Hanya saja ada beda, umumnya kondisi produk bekas yg akan ditukarkan mesti merek yg sama, lalu diperiksa dulu (valuation) dan ditetapkan harga tukarnya (capped to certain dollars), namun kali ini FF mau menerima kamera MERK/TIPE/KONDISI apa saja (butut, rusak, kamera roll film jadul, apa saja dihargai $150 selama masa penawaran ini !!!). Rupanya promosi begini sudah jamak juga dilakukan di Jakarta dan di Jepang menurut kawan2.

Ada beberapa alasan yang masuk akal mengapa produsen melakukan hal ini:
(saya ambil contoh kamera FF)
  • Membangun product awareness bagi sebuah tipe baru produk. Oleh karena model kamera digital kompak (contohnya) sudah begitu crowded di pasar, bagaimana si pengusaha mengenalkan tipe baru *yg belum laku keras* alias calon pembeli tak pernah sadar ini ada tipe bagus lhoo ... Menggiring calon pembeli baru yg belum punya ide mau beli yg mana (tergesa-gesa krn tak pernah melakukan riset produk di internet /pasar sebelumnya dan hanya tahu FF itu bagus kualitasnya).
  • Mencoba membanjiri pasar. Meski pembeli zaman sekarang sudah lebih pintar dalam arti lebih teliti membandingkan fungsi dibanding gengsi dan asal sekadar harga murah, namun trik ini tetap dapat memancing minat calon pembeli yg masih *hijau* baru pertama kali ingin punya kamera digital.
  • Perang psikologis dengan kompetitor atau lebih dikenal dgn perang harga. Sebuah kamera dengan fitur yg sama siap bertarung dengan harga miring. Atau memang mau mematikan kompetitor lain secara bertahap meski secara bisnis kamera ini agak sulit krn lawannya banyak yg lebih besar.
  • Perangkap bagi pembeli. Awalnya ia datang krn tertarik iklan kamera diskon namun tanpa sadar justru membeli kamera lain yg tak ada diskon. Lebih baik lagi mereka membeli merek yg sama utk tipe yg memberikan profit margin yg lebih besar ;-) Ada lagi jebakan tradisional, dikatakan bahwa stok dari kamera promosi tadi sudah habis, sehingga calon pembeli terpaksa membeli model lain dgn harga biasa (bait and switch).
  • Alasan ramah lingkungan (Reuse, Recycle): mengurangi limbah dan mendaur ulang komponen kamera bekas. Kamera bekas akan dijual ke pemborong barang bekas dengan harga borongan mungkin 5% dari harga material rata-rata kamera mis. $5. Harga tukaran ini sukar rasanya kembali pada produsen (FF) dan hanya mungkin untuk mengurangi selisih keuntungan yg diperoleh perantara/distributor.

Karena rasa ingin tahu saya coba hitung berapa besar *goyangan* profit margin yg dirasakan ketiga pihak yg terlibat (umumnya produsen, distributor/stockist, dan retail chain). Semuanya kembali pada matematika (simulasi di excel akan mempermudah).
  • Asumsi saya (boleh benar atau salah), kedua tipe kamera di atas punya bill of material (modal pokok) yang sama, kurang dari $100. Dasarnya adalah produk elektronik baru dari merek terkenal, sedapat mgkn akan dipasarkan dgn markup 400-500%. Sebuah angka umum utk menutupi biaya produksi, distribusi, penyimpanan, promosi, keuntungan tiap pemain, dll.
  • Produsen ingin initial profit gross margin 50%, sehingga produk dijual $200 ke distributor.
  • Distributor mau kerja sama dgn gross margin 15-30%. Lalu produk dijual ke retail chain.
  • Retail chain bersemangat menjual produk jika dapat gross margin di atas 50% meski untuk produk elektronik komoditas spt ini terlampau optimis. Range wajarnya 45-55%. Dari sini keluarlah dua harga $499 (46.5%) dan $549 (55%), dengan asumsi harga dari distributor yg cukup senang dengan margin 25%. 
Dari simulasi di atas tampak bahwa FF cukup memproduksi satu produk yg sama dan menjual dengan dua profit margin untuk memenuhi dua segmen pembeli. Bagi FF ini membuat desain produk, logistik, dan distribusi  menjadi praktis.

Sekarang kita simulasikan promosinya. Tiap pemain harus rela juga porsi kue margin nya dipotong :-)
  • Produsen harus rela menanggung potongan terbesar dari 50% menjadi 40%. Kini produsen meletakkan harga awal $166.67 kepada distributor.
  • Distributor ikut bagian mengurangi margin nya dari 25% kepada 20%. Sama besar potongannya, hanya saja jika distributor mau repot dgn menjual *kamera bekas hasil penukaran* mungkin dapat memungut $5-7 untuk tambahan margin :-)
  • Retail shop juga cukup menanggung beban krn harus rela marginnya dipotong rata-rata 14%. Utk tipe low end akan dijual $349 (40%) dan high end $399 (47.5%).
Produsen tentu amat berharap agar promosi ini sukses. Bagi distributor tidak ada beda bagi mereka karena hanya menyimpan stok. Sedangkan utk retail, selama perhitungan masih oke dalam hitungan2 mereka, tentu tak jadi masalah. Malahan retail berharap pembeli terpancing masuk ke toko mereka dengan iklan brosur namun membeli tipe lain atau produk lain dengan margin normal :-) Tantangan bagi salesman FF di retail chain tsb agar dpt menyukseskan promosi ini dan mendapat sales tip (commission) lumayan.

Jadi tetap ada penurunan keuntungan namun tidak terlampau serius. Tidak seperti yg dibayangkan sebelumnya bahwa produsen akan jualan rugi. Tidak sama sekali, ketiga pihak tetap punya margin. Memang utk retail yang harus menyediakan biaya operasi sekitar 30-40% dan mengharapkan keuntungan bersih 6-8% (consumer electronics) per item yg dijual akan cukup berat dgn margin baru di atas.

Namun ada cara lain yg mungkin sudah dilakukan yaitu produsen menjual kepada retail langsung (tanpa via distributor) sehingga dapat diperoleh margin yg lebih baik bagi produsen dan pedagang eceran tsb. Hanya saja di sini produsen perlu mengatur pengiriman sendiri dan pedagang perlu memiliki space gudang yg cukup untuk menampung barang selama masa promosi.

***************

Selain model di atas ada juga pemberian voucher diskon yg hanya berlaku untuk pembelian jeans / sepatu di toko tsb untuk model-model tertentu. Misalnya voucher $50 untuk pembelian celana jeans atau sepatu olahraga seharga $100 ke atas. Syarat menukarkan celana/sepatu bekas menjadi terkesan main-main. Ada yg serius membawa celana bekasnya, ada yg perlu membeli celana baru yg murah (baru atau di tukang loak), atau ada yg gila mencuri di tumpukan pakaian bekas yg telah disumbang orang :-( Terkesan pegawai tokonya pun tak peduli dengan pakaian bekas ini bahkan ada kasus dimana mereka memberikan saja voucher itu tanpa harus menunjukkan bukti pakaian bekas.

Difikir-fikir memang calon pembeli terjebak kepada *wants* dibandingkan *needs* dalam posisi ini. Apalagi dalam urusan pakaian/sepatu, sukar sekali mencari size yg cocok dengan Anda. Ukuran/model yg tersedia utk barang2 yg berharga *wajar* bagi Anda sudah tidak tersedia, sehingga harus mencari ukuran/model lain yg harganya jauh lebih mahal dari anggaran belanja.  Dalam contoh ini, sukar mencari jeans sepatu dalam range harga $101 - $149, yg artinya cukup menambah kurang dari seratus dollar. Yg banyak stok nya adalah yg berlabel harga $200 ke atas. Nah di sinilah calon pembeli terpaksa merobek dompetnya lebih lebar krn sudah masuk perangkap halus ini :-( Belum lagi toko yg sudah diantri pembeli sejak pagi dan suasana toko yg super riuh krn tiap orang berupaya mengaduk stok barang yg dipajang utk mencari ukuran/warna/harga yg cocok. Akhirnya banyak jg yg pulang dgn voucher tetap di tangan krn seharian tidak bertemu barang yg sesuai harapan.

***************


Moral of the story dari cerita yang -- koq jadi panjang begini -- ini adalah, kapanpun dan dimanapun:
  1. Mampu membedakan keinginan dengan keperluan. No better way to elaborate it. Perlu sepatu dan ada anggaran yg kurang lebih sama dgn harga promosi berarti Anda beruntung :-)
  2. Sesuaikan anggaran dengan harga final barang yg dicari. Biarpun diskon 70% namun tetap di luar anggaran, lupakan saja, daripada pusing membuat kalkulasi spt ini dan menjelajah setiap sudut toko mencari objek yg benar.
  3. Jangan tergesa-gesa, survey pasar (internet) sebelum memutuskan. Jangan sampai konyol, tahu-tahu harga barang di toko sebelah sama saja atau lebih murah dgn barang yg Anda peroleh dgn voucher diskon $150.
Bagi penjual mereka sudah melakukan hitungan cermat sebelum promosi. Dalam meletakkan harga awal mereka sudah memperhitungkan biaya markdown yg meliputi biaya promosi, menangani stok yg tak terjual, cuci gudang dll.

Catatan:
  • Perhitungan profit gross margin di atas memakai rumus dasar:
    GM = (selisih harga jual dan pokok/harga jual) x100%. 
  • Perhitungan initial gross margin dgn memperhitungkan biaya operasi, laba bersih, dan biaya markdown memakai rumus umum:
    IGM = ((%laba + %biaya operasi + %markdown) / (100 + %markdown)) x 100%

Foto Levis dari http://www.greatdeals.com.sg/

Diskusi/bacaan dengan kata kunci "retail markup"/"initial markup"/"rebates" dapat dilihat di:
(1), (2), (3), (4), (5)



No comments:

Post a Comment