Oct 10, 2011

Bank Syariah di Singapura


Di sebuah meja kecil dekat pintu keluar masjid tampak setumpuk majalah bernama Menara Sinar. Gratis utk jamaah di masjid tempat saya baru menunaikan shalat tarawih malam itu. Majalah bersampul ungu edisi perdana 2011 ini dibuat oleh pihak masjid, berisi informasi kegiatan, nama-nama pengurus, laporan keuangan, artikel yg ditulis ustadz/pengurus, dan ajakan berderma selama Ramadhan. Agak terkejut  membaca catatan kaki di tiap halaman: biaya operasional bulanan masjid berlantai tiga dengan kapasitas 3000 jamaah ini rata-rata S$70 ribu per bulan dan aktivitas harian selama bulan Ramadhan memerlukan belanja $2000 per hari ! Pengeluaran terbesar adalah gaji pegawai dan biaya pemeliharaan. Alhamdulillah tidak tekor :-)

Mulai saya  membolak-balik halamannya yg dicetak dengan kertas mewah glossy full-color dan  bertemu satu artikel keuangan Islam yg dibuat Ust Kauthar Ridzuan. Temanya isu lama yg dipertegas kembali, mengenai kewajiban umat Islam utk meninggalkan praktek riba di bank konvensional dan utk segera bergabung dengan bank Islam. Secara terbuka beliau menyatakan HARAM hukumnya bagi nasabah muslim yg bertahan di bank konvensional setelah bank Islam hadir (secara cukup meluas) di sebuah negeri. Alasan pelarangan mengutip ayat dari al-Baqarah 2:278 dan dua hadits mengenai riba yg memiliki 72 pintu (HR at-Tabrani) dan memakan riba adalah salah satu dari tujuh dosa besar (HR Bukhari). Jika di Indonesia aturannya sudah disosialisasikan dengan fatwa MUI (24 Januari 2004) dan fatwa majelis tarjih dan tajdid Muhammadyah (27 Juni 2006).

Dalam paparannya ustadz tetap menyalahkan orang yg hanya menyimpan uangnya di bank tanpa mengambil bunga nya (interest = riba). Alasannya, hal itu tetap berdosa krn secara tak langsung nasabah muslim tsb sedang *menyokong* pembangunan atau perniagaan haram dan riba, dimana uang simpanan tsb tanpa disadari kemungkinan atau telah digunakan oleh pihak bank untuk berinvestasi kepada institusi/ perusahaan/pelaku bisnis yg belum tentu halal (sesuai syariah Islam). Namun jika di suatu negeri, bank syariah belum hadir, maka praktek memarkir uang di bank non-Islami ini masih diperbolehkan dengan mengambil situasi darurat.

*******

Saya memiliki dua tabungan di unit syariah dua bank umum di Singapura, OCBC al-Wadiah Savings Account dan Maybank Savings Account-i. Keduanya memakai sistem Al-Wadiah Yad Dhamanah (Guaranteed Safe Custody = bank bertanggung jawab menjaga titipan amanah nasabah) dan berada satu atap bersama induknya yg merupakan bank konvensional OCBC (berpusat di Singapura) dan Maybank (berpusat di Malaysia). Pertama kali saya membuka di OCBC empat tahun yang lalu dan* baru-baru ini di Maybank. Beda masa empat tahun tidak ada bedanya dari sisi layanan nasabah baru . Calon nasabah mendaftar persis seperti membuka rekening konvensional, tak ada ciri khas, krn petugas bank hanya mengerti satu perbedaan saja: interest (konvensional) atau dividen (syariah). Selebihnya sama saja: persyaratan, saldo minimum, fee, fasilitas (buku, atm, online banking, ...), aktivasi atm, jaringan atm bersama dan token langsung saat itu juga ... perfect tak ada beda ! Namun hilang sentuhan syariah nya, nasabah tak pernah dijelaskan mengapa ada dua produk dan bagaimana bank menghitung bagi hasil (dividen) tsb. Petugas tak ambil pusing mengkaji produk ini ! Anda cukup baca di website mengenai informasi lanjut.

Tak heran pertama kali menerima istilah dividen di laporan rekening al-Wadiah saya pun heran, koq angka dividennya 0.25% persis spt bunga tabungan konvensional.  Dijawab dgn cukup panjang yg intinya sama dgn link yg diberikan di atas: "Under the Al-Wadi’ah concept, the Al-Wadi’ah accounts do not promise a fixed rate of returns or interest since interest is not permissible in Islam. However, based on past returns, the returns paid from the Bank’s profits are normally similar to the conventional accounts at the sole discretion of the Bank. This is permissible in Islam".







Selanjutnya dijelaskan kaidah umum:
  • Deposits made are invested in Halal instruments approved by the Syari'ah Advisory Council.
  • The depositors are not entitled to any share of the profits but the Bank may provide returns to depositors as token of appreciation.
Di poin kedua akan bingung, bgm menetapkan dividen nya jika bank menetapkan seenak hati ? Jadi selama ini saya hanya menerima hadiah penghargaan saja (token of appreciation). Dan pada prakteknya hari ini jumlah dividen ini sudah dapat diketahui kapanpun karena bank mengumumkannya online: OCBC dan Maybank, Jadi apa bedanya dengan interest :-(

Memang sampai hari ini keadaannya masih begitu. Sampai hari ini saya masih mengandalkan bank syariah utk menjamin bahwa simpanan uang di bank tsb tidak dipakai untuk membiayai produk/jasa/instrumen keuangan yg diharamkan. Ini tentunya kita harus percaya pada itikad baik bank yg sudah ditulis jelas-jelas di atas. Mengambil sepotong komentar rekan Willy Mardian di situs BSM yg populer ini: Ma La Yudriku Kulluhu La Yatraku Kulluhu (apa-apa yang sebenarnya bisa berkembang dengan baik namun belum optimal jangan tinggalklan sama sekali), berarti umat Islam memang harus mendukung sistem keuangan berbasis syariah ini, hingga di suatu saat nanti semuanya syariah. Tidak ada keraguan dan kondisi yg membuat kita sinis sambil berkata "namanya saja yg beda, prakteknya sama !".


Ramadhan 1432 H

*Al-Wadiah Yad Dhamanah: titipan nasabah (wadiah) di mana si penerima titipan dapat memanfaatkan barang titipan tersebut dengan seizin pemiliknya dan menjamin untuk mengembalikan titipan tersebut secara utuh setiap saat kala si pemilik menghendakinya. Dalam hal ini bank boleh memanfaatkan harta titipan tsb, krn bank bertindak sbg peminjam dan dan nasabah adalah pihak yg meminjamkan.

Ebooks yg dapatdibaca dari situs pusat komunikasi ekonomi syariah:
- Perbankan Syariah
- Tuntunan praktis menggunakan jasa perbankan syariah



No comments:

Post a Comment