Oct 27, 2011

Halte Mandiri

Halte ini mampu "membiayai" perawatan dirinya sendiri. Biaya membangun satu halte kecil spt yg tampak di foto sebelah tentu tak murah, mungkin dua ratus juta rupiah atau lebih (*maaf tanpa data dari LTA). Namun setelah dibangun, halte ini mampu berdikari. Listrik yg menghidupkan dua lampu hemat energi otomatis dan kebersihan halte didanai oleh pemasukan iklan yg mejeng di panel-panel iklan di halte tsb. Tentunya, biaya listrik dan kebersihan hanya sebagian kecil dari pemasukan, selebihnya kembali ke kas negara yg membiayai pembangunannya.

Bandingkan dengan halte yg disia-siakan atas nama *proyek* di Jakarta. Halte bus tanpa lampu dan informasi. Halte yg diabaikan, baik oleh penumpang maupun supir bus angkutan, karena bus tak pernah menghampiri halte sehingga penumpang pun rela menunggu di luar saja.  Penikmat halte yg dibangun dgn pajak uang rakyat ini hanyalah penumpang yg kesal menunggu bus yg tak kunjung tiba saat hujan atau pedagang asongan yg kebetulan berjualan di dalam nya ... membayar lapaknya kepada preman pengelola halte tak bertuan ini. Sungguh mengherankan seorang preman merasa lebih memiliki halte ini dibanding Pemda yg telah membuatnya. Halte yg mestinya menjadi sumber pendapatan daerah justru menjadi liabilitas (kotor, gelap, sumber nyamuk, copet) dan  akhirnya patut dirobohkan *sebelum ia sempat berjasa* karena sudah tak cocok lokasinya !

Hmm apalagi jika iklannya heboh seperti ini, pasti bayarannya lebih besar lagi :-)

*tulisan terkait halte-bus-untuk-helipad.html

No comments:

Post a Comment