Kalau dulu ... dulu banget sekitar 10 tahun yang lalu, mendapatkan status ini perlu waktu sekitar 1 bulan saja. Antri pagi-pagi ambil formulir lalu diisi, sortir dokumen2 yg diperlukan, terus ditinggal. Lihat surat di mailbox, kalau approved ambil ke kantor imigrasi, jika ditolak antri lagi.
Sekarang, semuanya dipermudah, bisa melamar via online jadi tak perlu antri, tunggu hari dan jam untuk temu ramah dengan petugasnya via situs yang sama. Maklum panjangnya antrian sudah gila2an bahkan sejak jam 5 pagi mungkin, dan kantor baru buka jam 8 pagi. Tidak mungkin dapat terlayani lagi !
Memang bagi beberapa orang, proses ini amat mudah dan bahkan dipermudah.
Katanya ada semacam agen yang dapat membantu, bahkan si pelamar belum pernah tinggal di sini sama sekali. Ada juga yang berbekal niat mulia, untuk menanam modal via buka usaha atau tanam dana segar di sini, nah ini biasanya proses instan. Memang tidak semua orang peduli untuk mengurus PR, misalnya seorang ekspatriat atau seorang high-flyer salaryman yang tak rela begitu saja income dan bonus nya dipotong tiap bulan utk keperluan hari tua :-)
Sejak dua tahun belakangan ini proses diperketat, meski TAK pernah transparan apa saja yang menjadi kriteria kelulusan pelamar. Tahun 2008 "hanya" 80 ribuan yang lulus, tahun 2009 tak sampai 60 ribuan. Memang jumlah pelamar selalu naik tiap tahunnya, macam peminat UMPTN/SNMPTN, gagal kali ini coba lagi tahun depan :-) Alhasil masa penantian semakin lama, proses seleksi makin ruwet (meski kita tak pernah tahu apa metode yang dipakai), bermacam kuota dipakai mis. negara asal, bidang keahlian -- mungkin makin aneh, makin mudah ya :-), ketersediaan tenaga lokal, kemampuan berintegrasi dgn local activities, lama tinggal di sini dll. Ada yang menanti 3, 6, bahkan 12 bulan tanpa kejelasan, padahal credible candidates menurut saya.
Dikutip dari TODAY rabu lalu:
"There would be applicants who may not meet our new criteria and who no longer qualify for PR or citizenship." Others "may take a longer time" as "residency requirements have been stretched out in the new framework".
Sebab2 lain tentunya tekanan dari penduduk negeri ini sendiri (via parlemen mereka) yang mengatakan orang asing yg mencari nafkah di sini sudah terlampau banyak, menyebabkan inflasi di sektor riil, sesak di mall/mrt/park, masalah sosial di tempat tinggal, dan yg pasti persaingan dlm mencari kerja. He..he.. mau gimana lagi, foreign talent/ foreign worker ini ibarat air, selalu mengisi tempat yang lowong. Talenta dalam negeri meninggalkan republik ini, jelas saja terjadi kekurangan SDM, masuklah foreign talent. SDM lokal sudah tak mau mengerjakan pekerjaan yang kasar, kotor, dan berbahaya, maka masuklah foreign worker.
Saya sih senyum simpul saja menulis ini, toh hal yang sama terjadi di republik tertjintah, dgn masuknya orang2 India, Filipina, Cina yang banting harga demi dapat kerja di Jakarta. Lha minimal ada 10000 profesional WNI yang kerja di sini koq, mau dicari kemana gantinya, nunggu yg masih sekolah :-)
(*) Diolah dari versi asli di FB (21/05/2010)
No comments:
Post a Comment