Nov 28, 2010

Antara Pasien dan Pegawai Rumkit

Sebuah papan peringatan yang mudah ditemui di dinding dekat meja2 pendaftaran pasien di rumah sakit kandang kerbau. Pihak rumah sakit ingin menjadi penengah (mediator) antara keinginan pasien dan keberadaan sumber daya rumah sakit. Dalam suasana stres keduanya perlu belajar bersabar dan mengkaji prioritas dari tiap kasus. Pasien perlu menjaga emosi agar tidak mudah melabrak dokter/suster/petugas pendaftaran karena ia tak kunjung dilayani. Juga tak dapat dinafikan sumber daya rumah sakit yang semakin diisi petugas2 senior (baca: berangsur tua) sehingga kerjanya juga tak selincah sewaktu mereka muda :-)

***********************

Biarpun biaya berobat sebagai pasien swasta di sini muahal tetap saja mesti sabar menunggu antrian (queue). Satu pasien umumnya dialokasikan waktu 10 menit, berarti dalam 1 jam akan ada 6 pasien. Namun dalam prakteknya waktu konsultasi dan periksa satu pasien oleh seorang dokter spesialis atau konsultan rata-rata 15 menit. Jadi waktu tunggu bertambah lama dengan semakin banyaknya antrian nomor pasien sebelum Anda. Paling bagus memang dapat nomor urut pertama di awal hari. Paling tak beruntung kalau dapat nomor tanggung di siang hari sementara banyak nomor-nomor antrian yang disisipkan dengan alasan darurat. Waktu tunggu bisa tambah molor tak pasti.

Solusi yang mudah terfikir adalah membuat jarak antar pasien adalah 15 menit, artinya ada 4 pasien dalam 60 menit. Idealnya ini membuat kekesalan menunggu tak terjadi. Jam praktek normal seorang dokter di rumah sakit umumnya 6 jam sehari, itupun umumnya dia hadir hanya 2-3x seminggu. Artinya dalam seminggu hanya terlayani 4 x 6 x 3 = 72 pasien, dalam sebulan kurang dari 300 pasien. Jika spesialisasi dokter ini adalah jenis yang kurang populer tentu tak masalah. Problem muncul bila ia seorang dokter favorit pasien dan kebetulan termasuk ahli bidang yg langka, atau memang jenis spesialisasi yang selalu ramai peminatnya seperti dokter kandungan, dokter anak, penyakit dalam dll. Belum lagi kalau dokter tsb punya jadwal tindakan (bedah, persalinan) pada saat itu. Jelas saja angka 300 pasien terasa amat kecil, tiap pasien terpaksa menunggu 2-3 bulan untuk mendapat gilirannya bertemu dokter tsb. Ini pernah kami rasakan saat berurusan dengan dokter2 spesialis saat di Jerman. Solusinya pemerintah harus menambah rumah sakit baru dan mempekerjakan lebih banyak dokter untuk mengatasi masalah ini.

Di Singapura, ada juga sistem yg unik, pasien bersubsidi dan pasien swasta. Pasien bersubsidi terpaksa menunggu waktu yg biasanya amat lama untuk bertemu seorang spesialis, sementara pasien swasta dapat berlenggang kangkung membuat temu janji kapan saja dengan seorang konsultan/senior konsultan (di atas spesialis) yang cocok dengan selera dan isi kantongnya. Harga konsultasi nya jelas saja 3-4 x lipat pasien bersubsidi. Nah dengan meningkatnya taraf hidup pasien artinya mereka mampu menjadi pasien swasta karena tak mampu menunggu berlama-lama kesempatan mendapat subsidi. Akibatnya kini antrian sudah sama saja, mau subsidi antri, mau swasta pun antri !

One last famous quote (common in public service office):
Queue numbering reports may not be in sequence. Emergencies will be given priority. Your understanding is appreciated.

No comments:

Post a Comment