Di suatu waktu kami berkunjung ke salah seorang nenek dari pihak Papa, kalau tak salah berhari lebaran. Rupanya anak perempuannya (saya panggil tante) punya kegemaran mengoleksi perangko. Ada satu dua buku perangko kecil (ukuran B5) mungkin yang diperlihatkannya. Menarik koleksi di dalamnya, tersusun rapi, berwarna warni. Di waktu lain juga, di rumah salah seorang tante juga, saya sekali terpesona melihat album koleksi perangkonya, yang lebih besar dan lebih tebal. Perangkonya pun lebih bervariasi, tidak melulu segiempat, bahkan ada yang segitiga dan bundar. Untuk satu jenis gambar bahkan ada beberapa seri warnanya, miriplah dengan seri Pak Harto itu, hanya saja ini gambar kapal api atau kupu-kupu sehingga lebih menarik :-)
Mulai saat itu niat untuk punya album perangko sendiri itu tumbuh. "Start with something small", Papa membelikan sebuah album perangko kecil. Album berukuran buku harian ukuran B5 gemuk itu terdiri dari delapan lembar halaman yang bisa disisipi perangko, enam lajur per halamannya. Jadi total ada 6x16 lajur perangko tersedia. Awalnya tentulah wajah-wajah Pak Harto dulu yang berjejer di halaman pertamanya. Mulai dari yang kecil hingga yang besar semua gambar beliau. Bila yang besar diselipkan di satu lajur, maka lajur di atasnya pun tak dapat dipakai karena tertutupi badan besar itu. Barulah di halaman dua berjejer perangko Indonesia dengan gambar-gambar lain semacam sawah, tanaman, buah, hasil pembangunan dll. Mulai sejak itu Papa pun mulai giat membawakan beberapa amplop bekas dari kantor yang masih nempel perangkonya di sana :-)
Selama dua tiga bulan mengumpulkan perangko sudah pasti perangko negeri Indonesia yang mendominasi koleksi. Belasan perangko asing pun mulai muncul satu persatu hasil bawaan Papa dari amplop bekas di kantornya ataupun "sumbangan" dari kawan-kawan nya di kantor :-)
Masih tak bersemangat ...
Hingga di suatu malam kami mampir ke toko buku Prapatan, yang terkenal di pasar Mester Jatinegara di jalan raya Bogor (heran ini jalan panjang amat sampai ke Jatinegara dari Bogor), tampak samar-samar di sebuah standing rack sampul-sampul plastik transparan yang berisikan kertas-kertas berwarna. Pada kertas bersampul plastik tsb tertempel (stamp hinges) beberapa perangko beragam rupa dan ukuran, sementara di bagian atas kertas terketik nama negara asal perangko. Itu juga melihatnya sambil jinjit-jinjit karena pandangan terhalang oleh etalase kaca buku yang menghalangi lokasi pembeli dan pembaca. Layout ruangan toko Prapatan sampai kini pun masih seperti itu, tradisional, pembeli hanya dapat menunjuk sesuatu di yang dilihatnya di etalase dan si pelayan akan mengambilkannya.

Koq bisa-bisanya baru ketemu sekarang. Cukup kalap saat itu tak tahu negara apa yang harus dipilih koq mayoritas cantik-cantik perangkonya. Lagipula melihat harga per sampul yang cukup bersahabat mulai dari Rp. 100, Rp. 125, Rp. 150 ... paling mahal juga Rp. 250. Tapi jangan salah uang segitu lebar nilainya di tahun 1980 an awal itu. Kalau diingat-ingat saya baru punya uang saku Rp. 25 per hari kalau tak salah di kelas III-IV SD itu. Nggak ingat koleksi negara apa yg dibeli waktu itu. Mungkin ambil kurang dari sepuluh sampul -- yang murah-murah lagi he..he.. Satu negara bisa punya koleksi beberapa lembar sampul yang berbeda-beda koleksinya.
Saat itu mulailah muncul nama-nama baru dalam kosakata saya: ada Magyar Posta, Helvetia, Polska, Ras al-Khaima, Guinea de Bissau, Posta Romana, dan berbagai nama2 negara lain yang ditulis dalam bahasa Inggris. Mulai juga mengenal huruf kanji Cina, Jepun, dan Korea yang ada pada perangko2 mereka. Tiap ada waktu ke toko buku apa saja, pasti disempatkan menyelidiki apa mereka menjual koleksi perangko jg :-) Pada saat itu sempat juga terfikir, apa benar perangko-perangko cantik dengan lukisan dan warna nge-jreng ini benar2 asli

Lupakanlah itu utk sekarang, nanti kalau ada waktu -- di masa depan -- atau mendapat surat dari negara yg dimaksud dapat kita uji keasliannya. Keingintahuan ini pun tak pernah terlaksana hingga artikel ini ditulis saya sempat


Kegiatan mengumpulkan perangko mencapai puncaknya di akhir SD, naik dan melambat saat SMP, dan hampir terhenti di waktu SMA. Tukaran dengan kawan sekolah, tetangga, atau keluarga yang punya hobby sama. Masih sering juga beli koleksi perangko yang ada di toko2 buku karena tidak sabar menunggu limpahan perangko asli. Maklum saat itu tak punya koneksi atau kawan dari luar negeri :-) Setelah masuk pertengahan II SMA kegiatan ini terhenti karena kesibukan sekolah dan memang malas pergi beli perangko. Suplai di toko buku jauh lebih cepat dari kemampuan saya membeli. Saat kuliah di Bandung hampir tak ada aktifitas kecuali ada saudara yang berbaik hati memberikan perangkonya. Lagipula kedua album perangko di rumah sudah benar2 penuh tak mau diisi lagi. O..ya pernah juga dapat perangko2 tua republik indonesia yang dijual di kakilima sepanjang Pasar Urip Sumoharjo Jatinegara. Saat ada kesempatan belajar di Tokyo, sempat juga ikut antri di depan kantor pos di pagi hari untuk dapat special edition pertama Doraemon (1997). Beberapa perangko seri ini saya pakai saat mengirimkan surat ke Jakarta, dengan titipan pesan, tolong perangkonya disimpan :-)
******
Saat menjelang akhir kuliah di Bandung 1994, refreshing di tengah TA, saya pulang ke Jakarta. Salahsatu kegiatan yg dilakukan adalah survei kembali kedua album perangko.

Tiga setengah tahun, setelah pulang studi S2, muncul lagi proyek bingkai perangko kedua. Rupanya setelah seratusan perangko dibingkai pertama kali itu, masih banyak juga kawan-kawannya yang berceceran, terutama karena mendapat tambahan koleksi yg saya kumpulkan selama di Tokyo.

Nah kali ini harus sabar mengerjakan sendirian karena si kembar sedang kost di luar rumah. Awal 1998 selesailah bingkai kedua ini, tetap dibingkai di toko yang sama. Untuk memori kami beradik kakak, ditambahkan guntingan foto kenangan di tengah2 figura tsb :-) Hobby ini sebagaimana hobby lainnya perlu ketekunan, telaten merawat, dan tentu biaya utk menambah koleksi. Makanya saat ini belum berani utk kembali menseriusi hobby ini. Meskipun bisa saja kalap dengan memborong sampul-sampul perangko seperti yg ditawarkan di musium filateli. O..ya sebagai pengingat, sepulang dari tugas di Munich bbrp tahun lalu, saya bawa juga bbrp perangko utk kenangan. Yang ini benar asli lhoo :-)

Perangko tidak lagi sepenting sebagaimana masa lalu. Mesin2 penjual perangko otomatis yang sering dijumpai di luar negeri juga mempermudah pengirim karena ia dapat membeli perangko kapan saja 24 jam tanpa perlu bertemu pegawai kantor pos. Namun ada kelemahannya, perangko yang dibeli di mesin ini memiliki gambar yg sama berapapun nilai nominal perangko yg dibeli. Harga tercetak sesuai pesanan kita nanti. Dan karena hasil cetakan elektronik, maka desain gambar/warna pun mudah hilang. Nah tak mungkin dikoleksi kan kalau beberapa lama kemudian yang tinggal hanya stiker putih saja ...

Assalamualaikum
ReplyDeletetulisan yang bagus, saya juga semenjak sd hingga kini masih mengumpulkan prangko, prangko-prangko yang engku sebutan di atas saya punya semua malah yang paling mendominasi seperti dari Uni Emirat Arab ( Ras Al Khaima termasuk UEA ) Mongolia, Uni Sovyet dan Belanda. bila ada masa nya sudilah engku bertukar prangko dengan saya hehehehe mengingat kini filatelis sudah semakin menyusut dan melampaui masa jaya nya
salam
Willy Mardian