Nov 27, 2010

Ritual Akhir Tahun

Sistem pembelajaran yang paling sukses ditiru dimana-mana adalah belanja akhir tahun. Ini adalah konsep konsumerisme yang melanda dunia dari barat. Padahal di negeri asalnya (Eropa Barat dan juga Amerika) akhir tahun identik dengan hari2 dingin bersalju dimana orang2 lebih senang berkumpul di rumah bersama keluarga. Tiket2 mudik dengan pesawat dan bus sudah dipesan jauh hari sebelumnya untuk merayakan ritual keyakinan yang mereka percaya sejak 2010 tahun yang lalu. Niat reuni keluarga jelas amat mulia, namun di sisi lain sepertinya kurang lengkap jika membagi keceriaan tanpa membawa kado atau hadiah akhir tahun.

Di sinilah naluri pengusaha mampu merasuki jiwa dan raga calon pembeli yang lelah, yang telah bekerja keras sepanjang tahun, dan kini dibujuk utk berlomba menikmati uang lelah bonus tersebut (indulgence). Work hard, play hard ! Bagi pelayan toko, SPG, salesman, kasir, manajer toko inilah waktunya utk bekerja dua kali atau lima kali lebih keras untuk memompa penjualan meramaikan malam-malam dingin di akhir tahun. Berlomba menawarkan produk terbaru atau produk lama dengan harga diskon (atau cuci gudang/clearance sale yang tetap saja ada untungnya meski sudah di diskon up to 70%). Film2 baru bermunculan di bioskop, produk mainan dan elektronik model terbaru meramaikan outlet/showroom yang bergelimang cahaya, jam buka toko2 diperpanjang hingga larut malam, lagu2 rohani yang sudah jauh dari nuansa religius berteriak bersahut-sahutan dari berbagai toko seolah menjadi magnet yg amat kuat menarik para calon pembeli yang masih bingung mau beli apa ? Maklumlah ritual ini ada tiap tahun, sementara tak ada ide di kepala (tak mgkn juga membelikan kado yg sama tiap tahun), harga barang (baru) yg dijual di mall-mall SALE itupun tetap mahal kenyataannya.

Di dunia barat kini tinggal budaya perayaan saja. Hingga tanggal 24, semuanya berlomba berbelanja, 25 hening seketika, dan 26 kedai belanja kembali ramai hingga akhir bulan. Mengapa ? Begitu banyak hadiah/kado2 yang ingin di refund alias ditukarkan ke toko2 asalnya karena tidak atau kurang berkenan di hati penerima. Anehnya lagi, ketika membuka bungkusan hadiah itu mereka semuanya menyatakan betapa gembira dan senangnya ia menerima hadiah tsb dan sangat berterima kasih kepada yang telah memberinya hadiah yang "sangat sesuai dengan keinginan hatinya" itu.

Bagaimana dengan kita di belahan bumi di timur. Tidak kalah heboh dan jelas tak ada maknanya sama sekali -- we just need an excuse for a holiday in the year end and of coz with some celebration ! Sebut saja di Tokyo, Seoul, Taipei, Hongkong, Shanghai, Beijing, Bangkok, Singapura ... semua berlomba menjadi negeri2 yang lebih barat dari negeri asalnya perayaan ini. Musiknya lebih bising, gemerlapan di pusat2 perbelanjaan, dan toko2 buka hingga 12 malam. Jelas ini amat baik utk ekonomi. Persiapannya kurang lebih satu bulan sebelum akhir tahun tiba. Akhir bulan 11, brosur-brosur SALE di berbagai mall, restoran, hotel sudah memenuhi kotak pos, halaman2 surat kabar, dan majalah. Belum lagi iklan yang dipajang di halte bus, mall, dan disiarkan di televisi. Termasuk iklan berlibur ke luar negeri, kebetulan di banyak negara bulan Desember ini juga identik dengan libur akhir sekolah sebelum mulai tahun ajaran baru. Komplit deh, bulan bonus, bulan belanja :-)

Fenomena sama dapat diamati saat hari-hari besar lain, baik yg ada hubungannya dengan keagamaan ataupun tidak. Para ahli pemasaran baik barang atau jasa selalu mencari dalih agar dapat membonceng keistimewaan hari2 tsb untuk meraih keuntungan sebesar mungkin. Tinggal kita sebagai mangsa yang perlu pandai untuk mengelakkan jebakan atau perangkap konsumerisme dan westernisasi yang mereka tawarkan. Prinsipnya sudah jelas mampu membedakan antara keinginan (wants) dan keperluan (needs), syukur2 di saat diperlukan barang yang kita cari dapat diperoleh dengan harga murah dan tak perlu menunggu akhir tahun :-)

No comments:

Post a Comment