Feb 29, 2012

Menulis Lebih dari 140 Huruf

Lebih 30 tahun yang lalu saat masih duduk di bangku SD kami biasa mendapat tugas mengarang 100-150 kata pada saat ulangan/ujian bahasa Indonesia. Lalu kebiasaan ini berlanjut di SMP dengan jumlah kata yang lebih banyak 300 kata atau lebih. Kemampuan mengarang ini pun diuji saat ujian akhir (Ebtanas). Peserta ujian diberi kesempatan untuk memilih satu dari tiga judul untuk dikembangkan menjadi sebuah karangan dengan jumlah kata minimum yg harus dipenuhi. Seingat saya pada waktu Ebtanas SMA, karangan yg akan dibuat sudah ditentukan tipenya: narasi, deskripsi, argumentasi, atau persuasi. Diharapkan objektif dari tes semacam ini adalah untuk menilai kemampuan siswa menuliskan idenya dalam beberapa paragraf yang runtun (pembuka, isi, penutup), tertib tata bahasa dan EYD, memenuhi kriteria tipe yg telah ditentukan, dan mencukupi dari sisi jumlah kata. Jangan mengabaikan soal mengarang di dalam ujian karena bobot nilainya lumayan besar !

Mengarang cerita 300 kata itu cukup menantang di saat SMP/SMA. Judulnya ditentukan, tata bahasa mesti benar, cerita masuk akal sesuai tipe yg ditentukan dan waktu nya mepet (karena biasanya saya mengerjakan tugas karangan ini di akhir waktu setelah soal-soal tipe lain sebelumnya diselesaikan). Jadi terbayang saja harus berfikir jernih di saat kesempitan waktu. Tiga ratus kata disusun dalam tiga paragraf, masing-masing paragraf berisi 100 kata, kira-kira 8-10 baris tulisan seperti ini. Di masa SMA mengarang dalam bahasa Inggris pun dimulai. Terasa manfaatnya saat kuliah atau melamar ujian beasiswa ke luar negeri yg mensyaratkan nilai TOEFL/IELTS.

Pesan moral: Jangan abaikan tugas menulis saat belajar di kelas, nikmati !

Di masa non-ujian, siswa diajak menulis dalam suasana yg kurang formal. Bisa jadi memang ada tugas mengarang dari guru bahasa Indonesia misalnya laporan setelah darmawisata ke museum, kebun binatang, dll atau resensi buku roman. Ini modal dasar menulis yang paling baik menurut saya karena memadu pengamatan, ingatan, dan menuangkannya dalam tulisan yang benar dan baik. Ada juga tugas dari guru-guru pelajaran lain yang meminta siswa mengumpulkan tulisan tentang hal-hal yg spesifik dengan bab pelajaran yg sedang dibahas. Siswa akan studi literatur, kliping koran/majalah, internet dll. Di sini siswa meramu informasi dari berbagai sumber tsb dan menggabungnya di dalam beberapa halaman kertas A4 lengkap dengan gambar, tabel, foto. Tugas dari guru bahasa Indonesia merangsang kreatifitas anak untuk menulis hal-hal yang orisinil dari otak siswa sementara pada tugas pelajaran lain apa yg lebih dipentingkan adalah terkumpulnya informasi yg relevan sesuai permintaan. Tidak jarang tugas studi literatur ini adalah kerja kelompok, hasilnya cukup satu laporan untuk 5-6 orang siswa. Siapa yang rajin menulis, dialah yg kebagian tugas oleh teman-temannya untuk mengetik, sementara yg lain numpang nama :-)

Pyuuuh menulis tiga paragraf sebanyak 400 kata ini saja makan waktu 20 menit sampai sini. Mengapa perlu 20 menit untuk menulis 400 kata saja ? Kecepatan ini jelas tidak ada apa-apanya dibanding seorang penulis cerita atau blogger yang produktif. Namun ada yang mengherankan dalam seminggu ini saya tak mampu menulis panjang. Mengapa ya ? Ternyata setelah diingat-ingat mungkin ada sebab utamanya. Beberapa hari ini saya rutin mengikuti dinamika thread di milis alumni. Ramai bersahut-sahutan, egaliter lintas angkatan dan jurusan, serbaneka topik macam pasar waralaba (supermarket), dan sebuah subjek asli dapat bercabang beranak pinak dan berkembang menjadi beberapa subjek lain dengan tingkat keseriusan/kehumoran yang berbeda. Amat dinamis dan tumbuh cepat, pernah ditinggal satu jam, muncul dua ratus email baru di beberapa thread sekaligus.

Padahal yang ramai tembak-tembakan email itu paling 30 orang (less than 2% of total member) alias kontribusi tiap orang 7 - 8 email / jam. Dan itu pada jam kerja alias siang hari ! Akselerasi trafik email meningkat pesat pada waktu sore hingga larut malam. Para peserta milis baru atau mereka yg pasif akan berteriak karena tak sanggup menerima banjir bandang tsb, email penting tertimpa yg baru, kecepatan mobile internet yg lelet atau memakai email client apa adanya tanpa membuat filter yg tangguh :-) Hingga pengurus alumni merasa perlu membuat sebuah grup milis baru yg lebih adem, respected dan moderated sehingga trafik cukup 35 email per hari saja (this is less than 2% traffic of the old unmoderated group) he..he..

Mengapa bisa sekencang itu ? Jawab mudahnya, bersahutan satu baris (one liner alias SOL). Dengan mesin spt BB, smartphone, tablet mengetik satu baris itu tentu sangat cepat. Paling serius mungkin tiga baris atau concise ala twitter 140 huruf. Padahal zaman sekarang bukan zaman telegram dimana pengirim berita harus membayar tiap huruf yg diketikkan. Menulis di internet tak dibatasi spt SMS/Tweet dgn 160/140 huruf. Membaca tiap thread bisa dilakukan sangat cepat krn email yg “berisi” hanya thread starter email di awal saja, selebihnya apresiasi, bumbu, dan kelucuan yg berkicauan.

Lalu apa hubungannya SOL/S3L dengan menurunnya kemampuan menulis ? Saya berpendapat ini disebabkan menulis/menjawab gaya SOL itu sangat mudah, instan, tak perlu banyak pikir. Mayoritas reply-ala-SOL membelok dari isi awal thread atau bahkan melintir jauh sekali. Tak jarang, semakin konyol SOL, semakin ramai followernya :-) Sedangkan utk menulis spt di blog perlu sersan – serius tapi santai – perlu waktu merenung, merangkai ide, membaca sumber lain, atau membatalkan yg sudah dimulai. Pengalaman pribadi nih … jangan didebat ya he..he.. Nah terlalu lama mengikuti thread yg melompat-lompat, sahut menyahut yg berakibat info penting terlibas, membuat pola pikir kacau. Mgkn saya yg tak meletakkan prioritas mana yg mau dibaca atau otak saya yg lamban mengikuti kecepatan percakapan maya. Short memory effect or short attention span ? Keasyikan ? Saya merasa budaya menulis instan dan dangkal ini cenderung mengabaikan fungsi otak yg sebenarnya.

Jelas saya menikmati diskusi SOL dan bahkan kadang menjadi peserta aktifnya di kala luang. Namun porsi waktunya perlu dibatasi mengingat gejalanya yg kurang baik pada kemampuan menulis yg detail dan panjang. Menulis yg bermakna kadang Sebagaimana ada yg menikmati tentu ada pula peserta milis yg sakit hati. Pesan saya bagi pembenci SOL ada tiga:
  1. Jika Anda tak tahan volume milis, silakan baca dalam digest mode atau pindah.
  2. Bosan dengan subjek-subjek yg ringan dan mau serius, silakan buat subjek baru dan filter lah subjek yg membosankan tsb.
  3. Tak tahan sarkasme di subjek yg sedang diikuti, solusinya hindari emosi, bring topic on track again, dan kalau perlu ban sementara akun si pembuat onar.
Ada fenomena yg dikenal dgn istilah “minoritas yg menindas mayoritas” . Sebenarnya istilah ini tak perlu dimunculkan asalkan kita mampu berkomunikasi dengan sehat dan memahami keanekaragaman latarbelakang peserta diskusi. Tak perlu meladeni dengan emosi karena di dunia nyata mungkin orang-orang yg kita tak senang bahasanya di milis itu sebenarnya tak begitu. Silaturahim adalah nomor satu. Kita tak mungkin benar sendiri. Istilah pepatah: kamu pintar kami tak kan bertanya, kamu kaya kami tak kan meminta.

Hidup adalah pilihan namun tiap manusia ada keterbatasan: sempit waktu, tak punya dua BB, tak punya batere HP cadangan, tak tahu mengeset option di mailing list, mau akrab tapi salah atau mati gaya, budaya instan ingin lekas menyimpulkan drpd menggali beratus email-email pembukaan, membuka milis di tempat dan saat yg tidak tepat misal sedang letih otak, ketawa sendiri saat istri/pacar di samping Anda, atau banyak masalah dll jadi mood akan sangat menentukan aksi dan reaksi :-)

Sejak dini asah kemampuan menulis panjang untuk menyampaikan ide dengan jelas dan terstruktur. Setelah itu coba menulis pesan ringkas, padat dan tetap sopan dalam media spt BBM/SMS/chat/FB status dengan bahasa manusia dan bukan bahasa 4L4y. Kombinasi keduanya amat diperlukan meski prioritas tetap pada tulisan panjang berisi. Kita tak ingin anak-anak, kembali ke zaman doeloe, yg hanya mampu jadi tukang ketik telegram saja (maksudnya BBM/SMS/Twitter/Chat/FB) !

Alhamdulillah ternyata hari ini saya masih bisa menulis panjang dan dalam. Jangan marah karena kurang berisi karena ini hanya catatan pribadi.

Bacaan menarik di sebelah: Twitter syndrome dan ini.


No comments:

Post a Comment