Mar 2, 2012

Membuat Gua Keluarga


Dalam sebuah ceramah awal tahun seorang ustadz menyitir sebuah hadits yg sampai sekarang saya belum dapat versi lengkap (matan, sanad) nya.: “Kerusakan umat Islam berawal dari atap-atap rumahnya “. Apa maksud hadist ini ? Cerita pak ustadz berangkat dari kenyataan pilu yang ia lihat di negeri-negeri Arab yang amat ketat menerapkan aturan (syariah) di darat, maksudnya pembatasan interaksi pria dan wanita di negeri mereka, namun seolah membiarkan atau tak berdaya menghadapi serangan gelombang maksiat melalui antena-antena parabola lebar di atap rumah mereka.


Beliau prihatin akan melimpahnya arus hiburan nirkabel (tanpa kabel) yg dpt diakses anak-anak. Mudah pula memperolehnya baik dengan cara konvensional seperti kotak televisi dengan puluhan atau ratusan kanal siaran atau melayari situs-situs internet melalui komputer/telepon pintar/tablet. Kemajuan teknologi telah membuat telepon pintar dan tablet menjelma sebagai perangkat main (video game) yg mudah digunakan anak-anak. Mereka justru lebih pandai mengoperasikan alat-alat elektronik pintar tadi dibanding orang tuanya.

Siaran dari kotak televisi, HP/BB dan internet hari ini menjadi "perampok" yg menghampiri kamar anak-anak siang dan malam. Bapak dan ibu mereka memang sudah tidur lelap di malam hari, namun anak-anak masih menatap dunia di luar yg hidup 24 jam. Tak dapat siaran langsung, masih ada siaran tunda atau menonton arsipnya via jutaan cloud server yg setia di internet secara percuma (gratis). Perampok yg sengaja kita belikan untuk anak-anak, diundang resmi ke tengah kamar, dan merelakan perampok tadi "melarikan" jiwa dan akal buah hati kita. Alhasil anak-anak memperoleh pendidikan melalui film kartun, games, cerita-cerita drama korea/jepun/h/bollywood dan pembantu rumah. Adab yg dipelajari sudah jauh atau bertentangan dari nilai-nilai adab/budaya Islam. Generasi masa kini TERLALU CEPAT memasuki dunia yg terlalu baru buat mereka ! Bayangkan usia balita sudah bisa internet di laptop, main game di handphone, dll.

Jelas ini berbeda dgn kondisi di masa lalu, saat TV/Radio hanya punya satu atau dua kanal saja. Ortu merangkap tiga jabatan sebagai legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Rasanya kalau didiamkan atau dimarahi ortu itu tak ada tempat lain utk mengadu. Apalagi bagi anak-anak yg hidup bersama ortu di perantauan, tidak ada kakek/nenek/om/tante/famili dekat yg lain. Diancam tidak diajak ikut dibawa pergi saja pasti ingin nangis berat he..he.. sangat efektif utk saya saat itu. Tnty mnrt pak ustadz, hal yg sama juga terjadi di kampungnya, pada saat ia kecil. Bahwa para bapak atau orang tua di kampung tsb sama-sama menjadi pengadab (penegak aturan) yg ditaati bersama. Seorang anak (dari siapa saja) hormat dan takut kepada bapak-bapak tsb meskipun itu bukan bapak kandungnya. Bapak kandung si anak itu pun akan berterima kasih kepada bapak lain yg telah sudi memberi ajar adab kepada anaknya dan tidak akan menuntut balas (marah) apabila jelas anaknya bersalah. Seorang anak berangsur-angsur diperkenalkan dengan "dunia luar" dengan bimbingan orang tua sesuai tingkat umurnya (baca: tulisan berikut).

Itulah yg membuat pak ustadz menekankan perlunya dibuat „Gua di dalam rumah“.

Gua ?

Ya, meniru gua dalam hikayat shahibul kahfi yang bersembunyi dari kejaran raja yang zalim selama tiga ratus tahun lamanya. Di masa itu, gua menghalangi ancaman atau pengaruh buruk dari luar. Di masa kini, gua yang dapat membatasi guyuran gelombang elektromagnetik, baik dalam wujud pancaran satelit, kabel optik, wifi, EDGE/HSDPA/3/3.5/4G, pembawa siaran hedon yg belum atau tak sesuai dengan konsumsi penghuni di rumah. Tentu, bukan menyuruh orang Islam hidup di dalam gua ha..ha..

Anak-anak dan remaja kini secara umum

Straits Times 01-03-2012
Sebuah survei yg dilakukan Pew Research Center baru-baru ini mencoba memikirkan apa pengaruh yg AKAN dirasakan oleh remaja dan orang muda usia 20-an yg senantiasa terhubung kepada teknologi (internet, game, tv). Jawaban yg diperoleh terbagi dua: (1) 55% merespon positif bahwa generasi muda yg "always-on connected" ini tidak memiliki masalah mental dan mereka amat pandai memanfaatkan teknologi untuk mencari jawaban atas permasalahan, sementara (2) 42% khawatir bahwa generasi ini sukar memiliki fokus perhatian (easily distracted), tak memilki kedalaman berpikir (lack deep thinking skills), dan senang mengejar kepuasan sesaat (thirst only for instant gratification). Mengapa AKAN ? Karena hasil nyata akan diuji para peserta survey di tahun 2020 alias delapan tahun dari sekarang :-)

Apa yg disarankan dari pertemuan para ahli IT, pedagogy (pendidik), dan praktisi kejiwaan tsb untuk para orang tua dan anak ?
  1. Belajar bekerja sama dalam mencari solusi problema di masyarakat.
  2. Kemampuan untuk mencari informasi online, memilahnya (discern) utk tahu yg benar atau tipuan, dan mengkomunikasikan informasi tsb dengan baik.
  3. Meramu informasi dari banyak sumber.
  4. Pandai menyaring mana sampah (noise) dan mana hal-hal penting tanpa hilang fokus di tengah samudra informasi yg luar biasa.
******

Selektif, filter aktif apa dan siapa yang dapat masuk ke rumah ! Budaya sains dan teknologi adalah sebuah keberkahan yg dpt diterima selama kita mampu menerimanya dengan benar sesuai tuntunan Islam. Orang tua tak mungkin tiap hari selama 24 jam mengawasi anak, menunggui kamarnya, mengetahu semua kawan bermainnya dll. Oleh krn nya bekali mereka dengan aqidah tauhid yg dpt melindungi diri dari serbuan informasi, kegiatan, dan pergaulan yg tak bermanfaat.

Tahu kapan jam belajar, bermain, mengerti apa yg pantas ditonton, situs yg dilihat, etika bergaul di dunia maya dll. Orang tua perlu konsisten dengan aturan yg dibuat dan menjadi contoh kedisiplinan bagi anak-anak. Walk the Talk sehingga anak melihat langsung dari bapak dan ibunya. Selain itu ortu yg tak begitu technology-savvy terutama yg berurusan dengan dunia maya (internet) bolehlah mencari info/bantuan ahli IT untuk memasang program-program semacam cyber/netnanny, DNS nawala di computer mereka.

No comments:

Post a Comment