Oct 21, 2010

Mau dan Memang Perlu !

Pulang mudik tahun ini kami singgah sejenak di Kuala Lumpur. Awalnya memang sudah direncanakan kami tidak membeli tiket KUL-SIN sekembali dari Padang nanti. Ingin juga bertemu sanak famili di Malaysia dalam suasana idul fitri. Air Asia AK741 mendarat tepat 10:40 pagi Jumat 17 September di LCCT. Selesai urusan imigrasi dan ambil barang sekitar pukul 11:30. Waktunya agak mepet shalat Jumat dan kami menghitung kira2 satu jam diperlukan untuk sampai ke kota dengan transportasi umum.

Untuk pergi ke kota ada beberapa pilihan dari yang paling mahal dan praktis naik taksi sekitar RM100++ hingga yang murah dan nyaman antara naik bus (banyak pilihan dan tujuannya) dan naik kereta listrik cepat. Harga antara bus atau kereta hanya berbeda sekitar dua tiga ringgit.

Karena sudah sejak awal saya tertarik dengan brosur iklannya, kami putuskan untuk menjajal kehebatan pelayanan kereta ekspres bernama KLIA transit. Stasiun terdekat dari LCCT ada di daerah Salak Tinggi. Untuk mencapai stasiun tsb kami perlu naik shuttle bus ke sana, tarifnya nol karena sudah termasuk harga karcis KLIA transit yang kami beli dari kondektur sebelum naik bus tsb. KLIA transit dan KLIA ekspress memakai gerbong dan rute yang sama. Hanya saja KLIA express memulai perjalanan dari bandara KLIA (intl airport) dan terus melaju 160 km per jam tanpa henti, sementara KLIA transit berhenti di tiap stasiun yang dilaluinya. KLIA transit akan berhenti di tiga stasiun antara yaitu Salak Tinggi, Putrajaya&Cyberjaya, dan Bandar Tasik Selatan sebelum sampai di pusat kota.

KLIA transit hanya membawa empat gerbong penumpang, dua diantaranya adalah gerbong yang juga berfungsi sebagai gerbong pendorong (propulsion carriage). Kami menempuh perjalanan kurang dari 20 menit sampai stasiun Bandar Tasik Selatan (BTS). Dari dalam ruang penumpang yang lega, bersih, kursi yang ergonomis, dan nyaman full-AC hanya terdengar desing mesin yang lembut, mengingatkan kami menumpang kereta EC (Eurocars) atau S-Bahn/U-bahn keluaran terbaru yg sudah dipakai di Muenchen sejak lima tahun lalu. Setelah di cek di Wiki, mesin yang dipakai adalah Desiro ET 425 M buatan Siemens AG. Tiket dari ST ke BTS RM10.80 (Rp 30,000). Untuk rute penuh dari KL Sentral (pusat kota) ke bandara KLIA penumpang perlu membayar RM35 atau sekitar Rp. 100 ribu dan mereka akan menikmati perjalanan mulus kelas dunia sejauh 57 km yang dapat ditempuh kurang dari setengah jam. Masih terasa mahal utk penumpang lebih dari dua orang karena mereka dapat memilih naik taksi yang lebih personal dan langsung sampai tujuan.




******

Kondisi di Jakarta masih jauh dari kehadiran si kereta cepat ini, mau express, subway, MRT/LRT/MTR, atau monorel apalah namanya. Kondisi transport publik dari bandara ke pusat kota memang baru ada taksi meter, taksi tanpa meter, dan bus damri. Tiada perubahan berarti dibandingkan lima belas tahun lalu saat saya mulai aktif bolak balik ke bandara Soetta ini. Jarak dari bandara ke rumah sekitar 40 km dan andaikata ada kereta cepat macam di atas tentulah dalam setengah jam sudah sampai stasiun dekat rumah.

Yang pasti shuttle bus Damri semakin banyak tujuannya meskipun dari segi jumlah armada masih terasa kurang karena pertumbuhan penumpang di terminal 1, 2 dan kini 3 bandara Soetta luar biasa pesat terutama setelah munculnya penerbangan berbiaya murah lima tahun terakhir ini. Penumpang domestik dan regional/intl sudah menembus angka 37 juta tahun 2009. Harga bus Damri dalam kota Rp. 20,000 namun jadwalnya tak menentu dan belum tentu dapat bangku. Itupun baru berhasil naik setelah berjuang mengangkat barang bawaan dan bersaing dengan penumpang lain [sigh]. Naik taksi argo atau taksi prabayar umumnya kena antara Rp. 130,000 - 140,000 dengan tarif tol dalam kota. Jika macet lebih mahal lagi dan untuk mendapatkan taksi yang bagus ini boleh kena setengah jam an antri menunggu atau tak ada sama sekali.

Kesimpulannya kita amat sangat memerlukan gerbong2 kereta cepat yg dapat mengangkut penumpang lebih banyak sekali angkut.

Ini solusi jangka panjang dibandingkan memperlebar jalur tol ke dalam kota yang justru memperparah kemacetan. Kereta cepat terutama yang berjalan di bawah permukaan (underground) akan mengurangi kemacetan dan yg pasti dapat langsung menembus ke tengah kota di lima pusat wilayah Jakarta. Jadwal yang teratur dan waktu tempuh yang realistis (misalnya kurang dari 1 jam) dari seluruh penjuru Jakarta akan amat membantu pergerakan penumpang pesawat dan juga karyawan2 yang bekerja di/sekitar bandara. Mungkin dalam tahap awal baru dibuat beberapa stasiun2 utama saja. Ini untuk memastikan jumlah penumpang yang terangkut dan waktu tempuh yang konsisten di bawah satu jam. '

Saya melihat sendiri di jam-jam sepi (bukan jam masuk atau keluar kantor), kereta ini memang kosong. Bisa dilihat pada foto di atas penumpangnya hanya bbrp orang saja. Ini mungkin dikarenakan layanan KLIA transit yang masih baru sehingga belum populer. Apalagi banyak penumpang lokal yang enggan repot berpindah-pindah antara bus dan kereta spt terjadi di Salak Tinggi. Pada dasarnya ini adalah investasi jangka panjang, pemerintah mensubsidi dan tidak mengharap investasi ini break-even dalam waktu kurang dari 5 tahun misalnya. Pemerintah punya visi dan niat yang baik bahwa kereta cepat adalah solusi terbaik untuk jangka panjang sehingga atas keyakinan tsb KLIA express pun mulai melayani rakyat sejak April 2002. Dengan kehadiran LCCT, maka sejak September 2009 dimulai pula KLIA transit, yang melayani daerah industri/perkantoran Cyberjaya dan Putrajaya. Perlahan tapi pasti terbukti, di bulan Juni 2010, sudah tercatat 30 juta penumpangnya.

S i t u a s i s t a s i u n

Salak Tinggi
Lokasi bandara LCCT memang tidak atau belum disinggahi rute kereta. Penumpang yang ingin menghindari macet di jalur menuju kota, perlu naik shuttle bus menuju stasiun KLIA transit di Salak Tinggi. Nah di sini terkesan buang waktu dan tidak praktisnya, terutama bagi yg membawa orang tua, rombongan anak2, atau bagasi yang luar biasa banyak. Bus ulang alik ini datang tiap 15 menit dan waktu tempuh sekittar 15-20 menit. Padahal ada bus langsung dari LCCT ke KL sentral dengan harga RM10 saja. Perlu membawa barang naik turun lift/escalator menuju gerbong KLIA transit :-(

Setiba di Salak Tinggi, kami harus menggotong barang bawaan menuju platform kereta yang menuju KL sentral. Ada kejadian lucu saat kami mendengar deru mesin (dan melihat) dari jauh datangnya si kereta ekspress. Kereta tersebut terus melaju tanpa sedikitpun melambatkan roda-rodanya padahal sudah mendekati stasiun dan ia terus melesat meninggalkan stasiun Salak Tinggi. Barulah kami tersadar itulah KLIA express yang melayani rute langsung KLIA dan KL Sentral :-) Beberapa menit kemudian kereta yang benar yaitu KLIA transit berjalan perlahan mendekati stasiun, itulah dia.

Bandar Tasik Selatan
Ini adalah stasiun pertemuan dari beberapa tipe kereta listrik yang beroperasi di Kuala Lumpur. Salahsatunya adalah KLIA transit. Kami lebih baik turun di BTS ini karena rumah kakak memang berdekatan dengan lokasi ini (sekitar 5 km an mungkin). Di sini kami juga berjuang untuk menarik2 koper melalui lift dan escalator. Sebuah jembatan panjang yang melangkahi beberapa jalur kereta di bawahnya harus pula dilalui. Cerita berkeringat belum selesai di sini, ternyata di ujung jembatan panjang itu kami harus kembali mengangkat koper satu persatu ke halaman luar stasiun melalui tangga, karena belum adanya escalator turun :-( Selepas stasiun BTS inipun belum tersedia angkutan umum yang memadai kecuali taksi. Mungkin ada bus yang harus dicapai dengan berjalan dulu beberapa ratus meter di luar stasiun. Alhamdulillah ada keponakan yg menjemput di pintu keluar itu, kalau tidak, tentunya kami harus naik taksi untuk menuju rumah kakak di sana.

Situasi yang terjadi di BTS ini memang tak bisa dihindarkan pasti terjadi. Stasiun satelit di tiap wilayah belum mampu menyediakan sarana kendaraan penghubung yang memadai. Akhirnya perlu "mengadakan" kendaraan sendiri. Di Jakarta situasi semacam ini dimanfaatkan ojek, bajaj, angkot, atau taksi, dan yg beruntung dijemput sanak famili sendiri. But at least efisiensi sudah tercapai, tak banyak bahan bakar habis untuk menjemput ke bandara, dan lokasi kemacetan sudah dipecah dan dipindahkan jauh-jauh dari jalan tol/pusat kota.

2 comments:

  1. salam kenal,

    jadi, lebih cepat mana pak:

    LCTT (by shuttle bus) ke Salak Tinggi, lanjut dengan KLIA Transit ke Bandar Tasik Selatan
    ato
    LCTT (by Skybus) ke KL Sentral, lanjut dengan KTM Komuter ke Bandar Tasik Selatan

    kebetulan saya ada rencana ke batu pahat (parit raja) bulan depan.

    Trim's before for the info.


    regards,
    -shima-

    ReplyDelete
  2. Mbak Shima, maaf saya baru lihat komen nya. Krn kami juga baru sekali itu mencoba jadi belum dapat membandingkan.

    Keuntungan naik KLIA ke kota adalah terhindar dari macet dalam kota pada saat jam sibuk. Kerugiannya krn perlu ganti-ganti bus/kereta, repot kalau bawa barang banyak.

    ReplyDelete