Feb 24, 2011

Masjid Menyeret Ku

Pernahkah saudara merasakan panggilan untuk datang ke masjid yang begitu kuat. Panggilan yang dapat diumpamakan bagai arus deras di sungai besar yang curam. Menyeret sang hamba tanpa ampun, tiada akar, kayu melintang, atau batu yang dapat diraih untuk berhenti sekejap mengubah haluan. Tak ada pilihan lain, hanya satu jalan yakni mengikutinya. Semesta mendukung, semuanya bersatu membuat seorang hamba tak punya pilihan lain kecuali menuruti kehendak sang Rabb untuk masuk ke rumah Nya, berdiri mengagungkan dan sujud memuji nama Nya.

Apakah ini telah direncanakan atau hanya kebetulan ?

Pulang kantor kemarin agak awal, saya rencanakan utk singgah membeli keperluan yg kebetulan tidak dijual dekat rumah. Saat itu matahari mulai condong ke barat dan Magrib masih lebih dari satu setengah jam lagi. Saya mulai menghitung waktu. Perjalanan menuju mall yg ada agak di tengah kota, plus waktu belanja, dan naik bus pulang ke rumah mungkin boleh ditempuh kurang dari dua jam. Estimasi kasar di otak menyimpulkan lanjutkan saja perjalanan, mudah2an tak ada macet, barangnya mudah ditemukan, sehingga tak telat Magrib di rumah.

Di alam bawah sadar, otak ini diam-diam sudah merekam dengan teliti bahwa jangan sampai terlambat shalat, apapun alasannya.

Perjalanan pun dimulai. Saya cek situs SBSTransit untuk jadwal kedatangan bus yg akan membawa saya ke mall tsb. 12 menit lagi ! Ada sedikit interupsi alami, harus BAK dulu (baca: ke toilet). Ambil tas dan bergegas menuju lift turun kantor. Wah jatah menit makin berkurang nih. Alhamdulillah terkejar juga bus tsb meski dengan lari-lari kecil menuruni tangga penyeberangan menuju bus stop. Selanjutnya perjalanan lancar karena belum ramai kendaraan2 yg pulang kantor. Di tengah jalan saya mensms istri dan beroleh balasan segera ... ada titipan tambahan ... tak penting banget sih. Sukses tiba dalam 30 menit dan langsung menuju lantai yg menjual barang yg dicari.

Namanya mencari asesoris barang elektronik, tentunya tak semudah mencari pasta gigi Darlie. Mall nya luas, satu lantai khusus elektronik dengan tata letak ruangan yg padat dengan rak-rak produk dan tumpukan kardus stok barang yg memenuhi lantai. Saya tanya seorang SPG untuk memfokuskan pencarian. Bertemu lokasi rak nya. Nah sekarang mata harus fokus untuk meneliti satu persatu detail dari asesoris yg saya cari di rak tsb ... banyak tipe nya ... FC834- ... wah ribet juga. Sementara waktu terus berjalan. Saya pegangi satu kotak yg kira-kira mendekati model pilihan saya. Tapi masih belum yakin dan mata terus mensortir kalau-kalau ada yang memang pasti model yg dicari dan mungkin juga lebih murah :-) Sampai akhirnya ada seorang asisten toko pria yang membantu meyakinkan saya, bahwa pilihan saya sudah benar !

Bergegas beranjak dari sana menuju lantai lain. Nah sekarang utk mencari kebutuhan tak wajib yg tadi di sms istri. Santai lah fikirku, lokasinya pun kukenal pasti. Namun jangan salah di lantai inilah setan menghembuskan banyak keraguan di hati, antara pilihan satu dengan lainnya. Memang barang yg dicari ini tidak spesifik, apa saja merek atau nama nya asal saya dan istri "suka". Namun istri kan tidak ikut ke sini, bagaimana dapat saya memutuskan sendiri tanpa mengecewakan nanti hu..hu..

Benar juga, petualangan mencari barang yg tidak penting inilah yang ternyata memakan masa lebih lama. Sesuatu yang tak pernah terfikirkan dan jelas meletihkan. Sampai nanar mata, pusing, dan pegel. Mgkn krn syaraf bawah sadar pun sudah mengirim sinyal alarm, tiap sebentar mengecek jam di tangan. Cuci mata menjadi tak enjoy lagi, berbenturan antara nafsu (karena barang yg pas belum bertemu) dan kesadaran untuk cepat keluar dari mall ini. Dengan cepat saya putuskan apa yang akan dibeli dan segera menuju kasir dengan tiga item yg dicari. Bagus juga tak ramai pembeli petang itu sehingga tak ada antrian.

Saat itu jam tangan menunjukkan masih ada 30 menit lagi menjelang azan. Dari mall tsb ke rumah perlu waktu sekitar 45 menitan, dalam hati saya berkata, not too late hopefully. Namun ternyata tipis harapan. Bus yg harusnya saya naiki utk pulang, baru saja lewat and waiting for next one can be another 10-20 minutes ! Namun hati ini masih bersikeras, saya akan shalat di rumah, saya akan berjamaah Magrib bersama istri di rumah. Mahluk gaib bernama usus pun "setuju" dengan usulan ini karena makin cepat sampai di rumah artinya cepat ia diisi.

Tunggu punya tunggu, bus yg sama tak kunjung muncul, oke lah tak sabar saya pakai bus lain dulu menuju bus stop yg lebih banyak alternatifnya. Lancar, tiba di bus stop berikutnya. Di sini ada beberapa bus yg akan menuju rumah. Ternyata semua bus yg saya perlukan kompak tidak ada yg datang, sementara menit terus berlari dan kini hanya 15 menit lagi sebelum dee-jay Warna FM mengucapkan "... sebentar lagi akan kedengaran azan Magrib untuk wilayah Singapura ...". Tambah gelisah dan otak berputar keras apa yg harus dikerjakan, sementara tampak antrian panjang kendaraan pun mulai mengular menyempitkan jalan di petang 7 PM itu.

Akhirnya saya menyerah. Begitu tampak merah putih ungu dua lantai bernomor jidat 64 itu langsung saya stop. Mudah2n waktu 12 menit ini tidak sia-sia saya perjuangkan untuk dapat mengejar masjid terdekat. Urusan pulang dari sana, urusan belakangan. Dari masjid tsb biasanya hanya perlu 30 menit utk sampai rumah. Deg..deg...an yang tadi nya menantikan bus utk pulang kini berganti utk mengejar jamaah Magrib. Langsung saya sms Elwis di rumah, mengabarkan akan shalat di luar.

Bus berhenti enam halte kemudian dan saya paksa badan ini kembali berlari- lari kecil karena sayup-sayup terdengar muadzin mengumandangkan ... ah tak mungkin azan, itu sudah iqamat ! Benar saja, saat saya mengintip ke ruang shalat, tampak shaf sudah terbentuk dan imam bersiap akan takbir. Segera lepas sepatu dan berwudhu, alhamdulillah imam tak baca Qulyaa-ayyuhal- kafiruun di rakaat pertama, sehingga saya pun dapat bergabung tanpa menyandang titel masbuq. Alhamdulillaah ...

Kini yg terasa perasaan nikmat, sejuk dan tenang, serasa baru saja menyelesaikan sebuah perlombaan dan jadi pemenang. Nikmat yg diperjuangkan, ditarik magnet ribuan Tesla dari rumah Allah. Nikmat badan sehat yg siap sedia dipacu untuk mengejar ridha Nya.
Mengapa saya sering lupa keistimewaan ini ?
Mengapa banyak saudara sesama muslim yg juga tak mengindahkan panggilan ini ?
Dilalaikan oleh pekerjaan-perjalanan-mengisiperut-ngobrolsantai dll, padahal masjid begitu dekat dengan tempat mereka. Tak perlu bersusah payah untuk mencapainya dan merelakan "waktu berharga" yg HANYA 10 menit utk melapor pada Sang Pemilik Jiwa. Memang sering saya merasa waktu menunggu azan 10 menit itu terlalu lama dan lebih baik dipakai utk hal-hal lain yg berakibatkan shalat itu berlalu 30 menit begitu saja ck..ck..

Apa salahnya menunggu 10 menit daripada tertinggal 30 menit.

Tiga rakaat Magrib yang amat berarti. Teriring doa berharap agar semua yg dilakukan mendapat curahan ridha Nya. Kini saya dapat pulang dengan tenang. Gelisah dalam hati telah pergi. Entah kemana nyanyian usus dua belas jari yg protes berat dua belas menit tadi minta segera diisi. Mungkin saya dapat mencari alternatif lain dan tetap tiba di rumah, namun jelas rugi melewatkan bonus 27 kali ganda berjamaah di masjid. Akan lebih baik lagi tentunya jika saya sudah mengikhlaskan utk shalat Magrib di masjid, tak perlu merasa diseret, dan tak perlu gusar bergegas pulang.

Usai shalat saya berjalan perlahan kembali ke halte bus tadi, menanti bus utk melanjutkan perjalanan pulang menutup diary perjalanan hari ini. Saya ikhlas, tak akan menyesal, jika di lain waktu masjid menyeret saya menjadi tamunya lagi. Bagi saya jelas sekali sore itu: kesinkronan tubuh dengan >>> jam tangan, kasir, bus-bus ke arah rumah yang tak kunjung muncul, SBS nomor 64 yang tahu-tahu muncul, iqamah, dan pilihan surat pendek sang Imam <<< benar2 membuat saya jadi tamu yg diseret menjadi makmumnya. Alhamdulillah ini jelas jauh lebih baik daripada "diseret" memasuki galian tanah 1x2 meter persegi tanpa membawa bekal cukup utk perjalanan ke akhirat nanti.

*foto koleksi Imran Arshad

No comments:

Post a Comment