Feb 16, 2011

Niat, Ilmu, dan Ikhlas

Terdapat sebuah hadits shahih yg tampil dlm Shahih Bukhari dan Shahih Muslim:
Dari Ibnu ‘Abbas ra, dari Rasulullah SAW, “beliau meriwayatkan dari Allah SWT. Firman-Nya:Sesungguhnya Allah telah menetapkan nilai kebaikan dan kejahatan, kemudian Dia menjelaskannya. Maka barangsiapa berniat mengerjakan kebaikan tetapi tidak dikerjakannya, Allah mencatatnya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Jika ia berniat untuk berbuat kebaikan lalu ia mengerjakannya, Allah mencatatnya sebagai 10 sampai 700 kali kebaikan atau lebih banyak lagi. Jika ia berniat melakukan kejahatan, tetapi ia tidak mengerjakannya, Allah mencatatkan padanya satu kebaikan yang sempurna. Jika ia berniat melakukan kejahatan lalu dikerjakannya, Allah mencatatnya sebagai satu kejahatan”.

Dari hadits di atas diketahui dua jenis niat, niat baik atau niat buruk, putih atau hitam.
Tidak ada abu-abu.

Niat biasanya diikuti dengan perbuatan. Ada yg tuntas, batal, atau "setengah" jalan dilakukan. Niat baik yg dikerjakan minimal dapat 11 poin (1 poin utk niatnya dan 10 poin utk kerjanya), sementara niat jahat hanya bernilai 0 atau 1 poin (0 jika tak dilakukan dan 1 poin jika jadi terlaksana). Saya tak tahu apakah 1 poin kebaikan itu dapat menghapus 1 poin kejahatan, atau perlu beribu poin kebaikan untuk mengatasi 1 poin kejahatan.

Niat dan Ilmu
Kembali kepada niat baik dan niat jahat. Bagaimana agar seorang muslim dapat membedakan apakah ia sudah memasang niat baik atau niat jahat ? Menurut saya disini pentingnya kerjasama hati dan otak. Kedua organ ini sama penting. Bagi sesuatu yg umum atau jelas hukumnya tentunya mudah. Tunggu dulu, jelas hukumnya utk siapa ? Bagi orang awam yg pemahaman agamanya masih sedikit tentu bimbang menentukan sendiri apakah niat yg diturutinya itu baik atau buruk. Itupun kalau masih sempat bertanya dalam hati mengkaji niatnya. Baik itu pasti diridhai Allah, menuntun pelakunya pada kemuliaan, ke arah perbaikan, keselamatan dll. Buruk adalah kebalikannya, sesuatu yg dimurkai Allah karena menimbulkan kerusakan, kehancuran akal, jiwa, mahluk, atau kesia-siaan.

Boleh jadi, sesuatu yg di dalam fikiran atau kebiasaan orang awam tadi baik atau boleh-boleh saja, sebenarnya adalah sesuatu yg terlarang karena melenceng dari aqidah yg benar (bid'ah sesat), memicu salah paham, menimbulkan penyakit di kemudian hari dll. Oleh karena itu disinilah peranan ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu dunia. Yang dipelajari sendiri lewat bacaan, bertanya kepada ahlinya, atau mendengarkan majelis2 ilmu. Dengan ilmu, seseorang yakin bahwa niat yg dipilih memang benar, yg Allah juga ridha dengan amalannya nanti. Bukannya niat yg tidak ia sadari bahwa itu niat yg salah. Semoga Allah selalu memberi hidayah menuntun kita memasang niat yg baik.


Konsistensi
Tema keikhlasan adalah tema yg akan tetap favorit hingga akhir masa bagi orang2 yg rindu menjaga kesucian amalannya. Bagaimana menjaga keikhlasan hati, sementara batas nya dengan riya (syirik kecil) itu amat tipis. Sampai2 dilukiskan payahnya mendeteksi riya di dalam hati ini semisal mencari jejak semut hitam diatas batu hitam di malam yg kelam pekat (tanpa bantuan senter dan sejenisnya of coz).

Sementara amalan fardhu itu wajib dilakukan dan mengerjakan amal2 baik itu tidak pernah ada hentinya (Fastabiqul khairat = berlomba-lomba mengerjakan kebaikan), nah bagaimana agar keikhlasan tetap dapat dijaga. Salah bila kita menunda atau batal beramal baik karena perasaan ragu sebab banyak orang yg memperhatikan, tenggang rasa dengan umat agama lain, takut dibilang sombong, mengganggu acara/agenda rapat/pemandangan dll. Jangan sampai kita meninggalkan perbuatan baik, yg artinya mencari murka Allah demi menanti ridha manusia. Jika ini terjadi, maka ini pun termasuk pasal riya.

Salahsatu cara yg saya amalkan untuk menghindari perasaan riya (atau takut terjerumus pada tidak ikhlas) adalah dengan membiasakan diri berbuat baik (KONSISTEN). Jangan menunggu berbuat baik, beribadah kualitas prima, berinfaq lebih, atau mengerjakan ibadah nawafil (sunnah) hanya pada momen-momen tertentu (tempat khusus, waktu khusus, acara khusus).

Setelah membiasakan diri di suatu level, sudah nyaman di sana, coba TINGKATKAN kualitas dan/atau kuantitas nya. Peningkatan ini dilaksanakan secara bertahap dan --lebih utama-- bukan pada momen-momen khusus tadi. Inilah yg namanya pembiasaan diri mengerjakan kebaikan prima dan semata krn Allah SWT. Mudah2n kemungkinan timbulnya perasaan riya atau takut tidak ikhlas akan lenyap karena memang sudah jadi kebiasaan. Awalnya berat, hati belum tenang, namun lama2 terbiasa.

Misalnya:
(1) Saat jadi imam atau shalat sendiri biasakan melafalkan bacaan shalat dengan tartil.
(2) Biasakan membaca surat yg agak panjang saat jadi imam di rumah atau jadi imam di mesjid.
(3) Biasakan berzikir/doa seusai shalat, rutin baca al Quran, shalat sunat rawatib.
(4) Berinfaq Rp. 10000 tiap shalat di mesjid, bukan hanya shalat idul fitri/idul adha saja.
(5) Ikut kerja2 amal, sosial tanpa pamrih spt mencari popularitas, uang dll.

Perangkap Kebiasaan
Satu hal yg perlu diberi perhatian di saat amalan sudah menjadi kebiasaan adalah JANGAN PERNAH LUPA pasang niat lillaahi ta'ala. Jangan2 krn sudah "biasa", semua jadi otomatis, taken for granted, dan tak ingat bahwa utk menggapai poin-poin kebaikan dan terutama ridha Allah, kuncinya adalah niat di awal kegiatan. Melakukannya pun tetap perlu serius sesuai tuntunan syar'i. Jangan sampai amalan baik yg dilakukan tidak bernilai ibadah dan nihil dari poin-poin kebaikan yg sedang kita cari.

Allah dan Rasulullah SAW tahu kesulitan umat nya dalam menjaga hati dalam urusan niat dan keikhlasan ini. Malah banyak yg sudah terlebih dahulu salah melangkah karena belum ada ilmu. Intinya adalah memohon perlindungan Allah untuk menjaga agar niat dan keikhlasan kita terlindung dari noda2 syirik baik kecil/besar dan disadari/tidak.

Diriwayatkan oleh Al Imam Ahmad dan At Thabrani dari shahabat Abu Musa Al Asy'ari bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Wahai manusia takutlah akan As Syirik ini, sesungguhnya ia lebih tersamar dari pada semut. Maka berkata padanya: "Bagaimana kami merasa takut dengannya sementara ia lebih tersamar daripada semut? Maka berkata Rasulullah SAW mengajarkan:" Ucapkanlah: "Ya, Allah! Sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik yang kami ketahui. Dan kami memohon ampunan kepada-Mu dari dosa (syirik) yang kami tidak mengetahuinya."

Notes:
(1) Hadits 40 (Arba'in) dari Imam Nawawi

No comments:

Post a Comment