Papa gi kerja, jangan nangis ya, nti papa sedih.
Seawal ide ini diluncurkan lebih setahun lalu saya sudah pesimis bahwa strategi ini akan berhasil. Tak akan banyak perubahan dengan apa yang sudah berlaku sebelumnya. Alasan saya yg utama adalah mengapa dilakukan hanya di kawasan CBD ? Seharusnya ia dilakukan di stasiun-stasiun MRT yang ramai tiap hari oleh pekerja pabrik (work in shift) atau berdekatan dengan industri / pertokoan yg padat karya. Para karyawan yg bekerja di sekitar CBD adalah gerombolan kerah putih (white collar) yg memiliki pendapatan umumnya di atas rata-rata, sementra sentra industri dihuni kerah biru (blue collar) yg berpenghasilan menengah / rendah. Berapalah penghematan $1.50 maksimum sehari (dikalikan 22 hari kerja, yg setara dengan 6x harga makan siang para pekerja kantoran) dalam sebulan dibandingkan "pengorbanan" terhadap kebiasaan selama ini.
Apalagi bagi tipe pasangan yg masih punya batita / balita yg perlu melakukan ritual dgn anaknya di pagi hari. Bagi kami yg tidak punya pembantu di rumah, bonding dengan anak di pagi hari itu sebuah kewajiban yg dinikmati dan begitulah irama tiap hari. Mulai dari ritual sejak bangun tidur, membawa anak bermain, memandikan mereka dll baru akan selesai menjelang jam 9 :-) Uuups memang tak semua bisa ikut contoh kami krn perusahaan tempat saya bekerja memang punya aturan waktu fleksibel. Untuk saya pribadi waktu bersama anak adalah penting. Bagi orang tua lain mungkin mereka harus mengantar anak-anak ke playgroup/TK/childcare (penitipan) yg semuanya perlu waktu.
Di dalam riset yg disajikan di surat kabar tsb: budaya kantor, pola tidur pegawai, jam kerja yg panjang semuanya tak sebanding dengan umpan hemat yg nanggung ini. Mungkin agar lebih terlihat "keikhlasan" nya, gratiskan seluruh perjalanan sebelum jam 8 pagi dari/ke mana saja di hari kerja, jadi tak hanya bagi mereka yg memakai MRT. Ini cukup signifikan penghematannya krn dapat menghemat hingga $3 sehari.
Lagipula bus dan MRT menjadi lebih sesak di waktu pagi, kecuali benar-benar pagi sebelum jam 7. Tiba di kantor awal bukan berarti dapat pulang awal. Bos dan rekan kerja pada umumnya baru datang jam 9. Mereka sudah terbiasa kerja minimal 10 jam sehari. Rapat mulai jam 5 sore itu bukan hal aneh apalagi jika berurusan dengan klien/rekan di belahan bumi bagian barat sana. Artinya jika seorang pekerja ingin keluar kantor jam 5 sore, krn ia datang awal, pasti ia tak dapat hadir pada meeting yg mgkn baru akan dimulai atau minimal memancing keheranan dari teman-teman segrup. Belum lagi, datang paling awal bukan termasuk salahsatu ukuran kinerja tahunan :-)
Sebagai pemakai transport publik saya hanya berharap sedikit perubahan pada sistem transportasi "kelas satu" di sini. Sediakan time table untuk bus dan MRT. Perbanyak frekuensi bus dan MRT, namun bukan berarti kedatangan yg "seenaknya" seperti bunching: dua tiga bus datang beriringan, dimana yg depan sudah sesak, sementara di belakang kosong atau long gaps: jarak ke bus berikutnya lamaaaa sekali. Jangan membuat display (tampilan) yg menipu. Di layar tertulis next train in 4 minutes, namun kenyataan lebih lama dari itu. It just makes someone who reads it feeling happy but in reality the minutes counter never moves ! Pemakai kendaraan umum sudah mengikuti kenaikan tarif tiap dua tahun, sudah kebal membaca berita servis/kepuasan pelanggan yg membaik tiap kali diadakan survey acak, padahal dalam realita tak ada perubahan :-( Jadi seperti judul tulisan saya, umpan ini tak akan banyak diminati ikan.
Seawal ide ini diluncurkan lebih setahun lalu saya sudah pesimis bahwa strategi ini akan berhasil. Tak akan banyak perubahan dengan apa yang sudah berlaku sebelumnya. Alasan saya yg utama adalah mengapa dilakukan hanya di kawasan CBD ? Seharusnya ia dilakukan di stasiun-stasiun MRT yang ramai tiap hari oleh pekerja pabrik (work in shift) atau berdekatan dengan industri / pertokoan yg padat karya. Para karyawan yg bekerja di sekitar CBD adalah gerombolan kerah putih (white collar) yg memiliki pendapatan umumnya di atas rata-rata, sementra sentra industri dihuni kerah biru (blue collar) yg berpenghasilan menengah / rendah. Berapalah penghematan $1.50 maksimum sehari (dikalikan 22 hari kerja, yg setara dengan 6x harga makan siang para pekerja kantoran) dalam sebulan dibandingkan "pengorbanan" terhadap kebiasaan selama ini.
Apalagi bagi tipe pasangan yg masih punya batita / balita yg perlu melakukan ritual dgn anaknya di pagi hari. Bagi kami yg tidak punya pembantu di rumah, bonding dengan anak di pagi hari itu sebuah kewajiban yg dinikmati dan begitulah irama tiap hari. Mulai dari ritual sejak bangun tidur, membawa anak bermain, memandikan mereka dll baru akan selesai menjelang jam 9 :-) Uuups memang tak semua bisa ikut contoh kami krn perusahaan tempat saya bekerja memang punya aturan waktu fleksibel. Untuk saya pribadi waktu bersama anak adalah penting. Bagi orang tua lain mungkin mereka harus mengantar anak-anak ke playgroup/TK/childcare (penitipan) yg semuanya perlu waktu.
Di dalam riset yg disajikan di surat kabar tsb: budaya kantor, pola tidur pegawai, jam kerja yg panjang semuanya tak sebanding dengan umpan hemat yg nanggung ini. Mungkin agar lebih terlihat "keikhlasan" nya, gratiskan seluruh perjalanan sebelum jam 8 pagi dari/ke mana saja di hari kerja, jadi tak hanya bagi mereka yg memakai MRT. Ini cukup signifikan penghematannya krn dapat menghemat hingga $3 sehari.
Lagipula bus dan MRT menjadi lebih sesak di waktu pagi, kecuali benar-benar pagi sebelum jam 7. Tiba di kantor awal bukan berarti dapat pulang awal. Bos dan rekan kerja pada umumnya baru datang jam 9. Mereka sudah terbiasa kerja minimal 10 jam sehari. Rapat mulai jam 5 sore itu bukan hal aneh apalagi jika berurusan dengan klien/rekan di belahan bumi bagian barat sana. Artinya jika seorang pekerja ingin keluar kantor jam 5 sore, krn ia datang awal, pasti ia tak dapat hadir pada meeting yg mgkn baru akan dimulai atau minimal memancing keheranan dari teman-teman segrup. Belum lagi, datang paling awal bukan termasuk salahsatu ukuran kinerja tahunan :-)
Sebagai pemakai transport publik saya hanya berharap sedikit perubahan pada sistem transportasi "kelas satu" di sini. Sediakan time table untuk bus dan MRT. Perbanyak frekuensi bus dan MRT, namun bukan berarti kedatangan yg "seenaknya" seperti bunching: dua tiga bus datang beriringan, dimana yg depan sudah sesak, sementara di belakang kosong atau long gaps: jarak ke bus berikutnya lamaaaa sekali. Jangan membuat display (tampilan) yg menipu. Di layar tertulis next train in 4 minutes, namun kenyataan lebih lama dari itu. It just makes someone who reads it feeling happy but in reality the minutes counter never moves ! Pemakai kendaraan umum sudah mengikuti kenaikan tarif tiap dua tahun, sudah kebal membaca berita servis/kepuasan pelanggan yg membaik tiap kali diadakan survey acak, padahal dalam realita tak ada perubahan :-( Jadi seperti judul tulisan saya, umpan ini tak akan banyak diminati ikan.
No comments:
Post a Comment