Aug 19, 2008

15 hari sebelum HUTRI ke 57 (3. Andenken)

Guten morgen Muenchen

Pagi hari pun tiba, jam tangan sudah disesuaikan dengan waktu setempat. Berdasar info yang sempat saya baca dari internet saat ini sudah Subuh. Mata masih berat dan antara sadar dan tidak bahwa arah kiblat di Eropa Barat itu ke tenggara :-) Bermanfaat sekali bawa kompas, namun seingat saya kami tertidur pagi itu karena waktu Subuh di musim panas berakhir lebih awal lagi (di musim panas matahari cepat terbit dan lambat terbenam artinya waktu siang lebih panjang). Buru-buru shalat deh karena di luar hari hampir terang. Setelah mandi dan sarapan seadanya kami bersiap untuk menjajal hari Senin pertama kali di kota Muenchen ini. Di luar apartemen udara tak dingin meski sukar juga dibilang hangat pada jam 10 pagi itu. Sebelum menutup pintu keluar pastikan dulu anak kuncinya sudah dibawa, hal ini mengingat pintu2 apartemen umumnya tidak memiliki lobang kunci di sisi luarnya. Agen kami Andreas mengingatkan agar berhati-hati jangan sampai kunci tertinggal di dalam apartemen, karena sekali kita berada di luar dan pintu tertutup … tamatlah riwayat. Pintu sama sekali tak dapat dibuka lagi dari luar karena ia otomatis tertutup meskipun bukan pada posisi terkunci. Pada sisi luar, gagang pintu hanyalah gagang statis dan pintu hanya dapat dibuka dengan menggunakan anak kunci tsb. Kalau masalah ini terjadi terpaksa panggil Hausmeister atau Landlord yang memiliki kunci cadangan. Kalau harus panggil tukang kunci (locksmith) … wah bisa kena EUR50.

Menuruni anak tangga lalu sebelum pintu gerbang utama kami bertemu dengan Hr. Hafner, sang Hausmeister. Sudah tua dan lamban rupanya, ia selalu ditemani anjing setianya. Postur anjing ini cukup besar dan seperti biasa it likes to sniff the strangerssok akrab. Padahal saat itu kami sedang menuruni koridor tangga yang sempit. Dengan sedikit senyum dan kewaspadaan kami sapa bapak itu dan ia cukup mengerti dengan kegelisahan di raut muka kami sehingga harus menarik jauh-jauh anjingnya :-) Selamat deh … kini kita sudah bebas di luar blok apartemen tersebut. Mungkin ada 12 unit apartemen di dalamnya dan semuanya memilik alamat yang sama Wotanstrasse 23. Oleh karenanya tiap unit apartemen memiliki kotak pos tersendiri dengan nama pemiliknya dan tiap unit apartemen memiliki bel di gerbang utama (di sebelah bel rumah diletakkan nama) untuk memanggil pemilik yang dituju. Pemilik apartemen yang bersangkutan dapat bertanya kepada tamu yang datang via interkom di dekat bel tersebut dan ia dapat menekan tombol pembuka gerbang tsb dari apartemennya bila tamu itu memang diundang. Di luar tampak gerobak-gerobak sampah besi yang cukup besar terbuat dari baja menunggu untuk dikosongkan, maklumlah di akhir pekan tentu tidak ada truk pengangkut sampah. Posko taksi di luar pun sudah buka menunggu panggilan.

Sesuai petunjuk kami langsung berjalan mengikuti jalan raya ke arah kanan menuju terowongan Laim. Kendaraan berjalan dengan arah berlawanan karena mobil-mobil di sini memakai kemudi di kiri. Halte bus pun terletak di kanan jalan dan penumpang menaiki bus dari sebelah kanan bus. Tidak terlampau jauh, kurang dari 10 menit kami telah tiba di mulut terowongan besar dan panjang ini. Ada dua mulutnya, satu untuk kendaraan dua arah dan satu lagi untuk pejalan kaki dan sepeda. Melewati lorong jembatan yang lembab dan tak berbau segar ini perlu waktu 3 menitan, di dalamnya cukup ramai orang berjalan, ada parkir sepeda yang berjejer rapi dan ada seorang pengamen musik yang serius di tempatnya tanpa peduli berapa uang yang dilemparkan pejalan kaki ke dalam tasnya. Dengan memperhatikan orang-orang turun naik di sebuah tangga, tahulah kami bahwa itu adalah akses menuju stasiun Laim, dan ini dipertegas dengan simbol huruf S besar berlatar hijau. O… itu lambang S-Bahn, kereta listrik cepat (schnellbahn).

Tampak dua kotak telepon umum (Deutsche Telekom dengan lambang T warna pink nya), kami masuk ke salahsatunya dan mencoba "kesaktian" kartu telepon Singtel ICC yang katanya dapat dipakai menelepon antar negara. Alhamdulillaah benar saja kami dapat terhubung ke Jakarta dan Padang meskipun tarifnya mahal SGD 1.33/menit (ini darurat bung !). Dibanding MRT di Singapura, sistem keretanya ruwet dan minim informasi dalam bahasa Inggris, awalnya membuat bingung. Maklum saja kota ini memiliki banyak jalur kereta baik di atas atau bawah tanah, tentu saja banyak persimpangan dan zone harganya. Jenis tiket keretanya beragam mengikuti keperluan: ada tiket harian, mingguan, bulanan, akhir pekan, sendirian, partner untuk 2-5 orang, tiket strip yang dapat dipakai berulang-ulang. Tarif dalam kota umumnya dibatasi per ring (per zone), sebagai contoh tiket bahn dari rumah ke kantor melewati berapa ring maka tiket itu akan berlaku utk ke setiap stasiun yang terletak di dalam kedua ring tsb baik dengan menaiki bus/U-bahn/S-bahn (U:unter atau kereta bawah tanah). Memang murah dirasakan bila kita beli yang bulanan dan mencakup beberapa ring sekaligus.

Modal utama di Jerman ini memang KEJUJURAN. Untuk masuk ke platform tunggu kereta sama sekali tidak ada pintu (pembatas) masuk ke sana, tidak ada pengawas yang memeriksa karcis masuk atau keluar. Berbeda dengan di JP/SG/ID. Penumpang perlu memiliki karcis yang benar untuk rute perjalanannya saat itu. Ada juga tipe karcis yang harus di ”jegreg” dulu (diberi stemple atau cap sesuai tanggal, jam, dan kode stasiun tempat ia naik saat itu) pada mesin stempel (entwertungsstempler) yang berdiri kaku di beberapa tempat di stasiun. Ini umumnya adalah tipe-tipe karcis untuk sekali pakai seperti tiket satu arah sekali jalan (einzelfahrkarte), tiket strip untuk beberapa kali jalan (streifenkarte), tiket harian (tageskarte), dan tiket akhir pekan (schoenes wochenende karte). Membosankan bentuknya karena hanya kotak biru besi yang menggantung di atas tonggak besi 120 cm. Namun kalau kedapatan kita curang atau tidak beli karcis saat inspeksi mendadak di kereta, masalah besar deh, kena denda (max. 30 euro waktu itu) dan kalau sampai 3 kali berbuat salah akan menghambat izin tinggal kita di sini. Utk kereta2 ke luar kota/jarak jauh baru ada kondektur pemeriksa karcis dan untuk kereta dalam kota maka pemeriksaan akan dilakukan secara acak oleh petugas berpakaian seragam atau preman.

Sesuai petunjuk dalam booklet kantor dan peta perkeretaan Munich maka untuk menuju kantor kami perlu membeli karcis kereta untuk sekali jalan dalam dua ring (Laim ---> Karl-Preiss Platz). Setelah itu tiket perlu distempel di dalam mesin pen jegreg (sukses setelah diajari penumpang lain). Mengikuti petunjuk, kami naik S-bahn menuju stasiun utama Muenchen (Hauptbahnhoff/Hbf). Tak lama kemudian S-bahn tiba di Hbf yang hanya berada tiga stasiun dari Laim. Disebabkan perut masih lapar kami muter-muter di dalam Hbf dan beruntung ada kedai Burger King di lantai duanya. Ya sudah, kita isi perut dulu makan burger dan minum susu coklat panas disana seharga EUR 6.50. Kesan kami pertama pada penduduk lokal adalah mereka ramah asal saja kita menyapa mereka pertama kali. Hitung-hitung praktek langsung kosa2 kata pertama di alam nyata ... Guten Morgen, Gruß Gott, Vielen Danke, Bitte, Entschuldigen Sie ...

Dari S-bahn kami perlu tukar dengan U-bahn. Di sini muncul masalah baru karena tidak ada petunjuk bagaimana cara menuju perhentian U-bahn nomor 2 (U2). Kami perhatikan memang ada stiker persegi empat di dinding dengan huruf U putih berlatar biru tua, we guess it stands for U-bahn. Kami ikuti saja huruf-huruf U itu hingga akhirnya tiba di platform bawah tanah. Ternyata di sini berkumpul beberapa jalur U-bahn, di antaranya U1/U2/U4/U5. Khusus U2 petunjuknya berlatar merah dengan tujuan akhir tiap arahnya dituliskan di sebelah kanan huruf U2 tadi. Misalnya untuk ke arah kantor, saya perlu menuju platform U2 dengan tujuan Messestadt Ost dan untuk pulang nanti menaiki U2-Feldmoching. O..begitu rupanya, ini juga baru mengerti setelah membandingkan peta U-bahn dengan "kenyataan di lapangan". Ada kejadian yang menegangkan karena ramainya penumpang U2 pagi itu ditambah lagi kami tidak mengerti instruksi masinis yang mengatakan akan menutup pintu (dalam bahasa Jerman pastinya), kami terpisah, Elwis masih di platform sementara saya sudah naik. Ya, terpaksa ditunggu U2 yang membawa saya kembali ke Hbf, menunggu 5 menit lamanya untuk U2 berikutnya. Setelah itu perlu diingat bahwa instruksi masinis bahwa pintu bahn akan menutup adalah zurückbleiben (diam di tempat).

Perjalanan U2 (Hauptbahnhof-Karl-Preiss-Platz) ini makan waktu 10 menit ditambah dengan berjalan kaki dari sana ke kantor 5 menit. Sesampai di kantor para manajer rupanya belum dapat ditemui mungkin masih cuti atau dinas luar kota, maklum saja Agustus adalah musim panas. Syukurlah ada teman sekantor yg bisa dihubungi yaitu Nano, yang sebelumnya pernah dikenalkan kawan via milis. Beliau dulu di TF-ITB, melanjutkan S2 di Karlsruhe, dan bekerja di Infineon Munich ini sudah sekitar 1 tahun. Hari itu kami diajak makan siang ke rumahnya, senang deh ketemu wajah Indonesia juga di sini. Istrinya Nuri pun mengajak kami ke kedai Turki dekat rumah mereka untuk membeli beras basmati dan minyak goreng. Rupanya di lantai 4 toko ini ada masjid yg sering dikunjungi karyawan muslim Infineon untuk shalat Jumat, karena memang hanya dua stasiun U-bahn (U2) dari kantor, tepatnya Silberhornstrasse.

Di hari Selasa pun saya tidak ke kantor karena memang manager akan masuk kantor kembali hari Rabu. Kami memanfaatkan hari itu untuk berjalan-jalan mengenal lingkungan sekitar apartemen dan ke bandar kota Muenchen, mencari toko halal (Turki) di dekat Hbf. karena menurut informasi mayoritas toko Turki ada di sana, melihat objek wisata tengah kota antik Marienplatz yg terkenal, dan cuci mata saja di hari mendung dan gerimis itu. Tak lupa beli kartu prabayar Vodafone GSM untuk dipasang di HP (harganya EUR 40 untuk pendaftaran dan pemakaian 15 menit). Menerima panggilan free, namun untuk membuat panggilan lokal bisa kena 39 sen per menit. Itulah mahalnya prepaid, namun mulai hari ketiga di Jerman ini kami sudah dapat dihubungi :-) Perut pun kenyang karena sudah dapat menanak beras (secara manual) dan menggoreng. Hari terus merambat maju, tercatat Nano, Nuri, Silvi, Saad, dan Dwi adalah beberapa nama awal yang menjadi perintis silaturahmi kami selanjutnya.













(1) U2 di Muenchen Hbf, koleksi http://flickr.com/photos/neudinho37/
(2) Luar Hbf
(3) Dalam Hbf untuk kereta antar kota/negara

No comments:

Post a Comment