Aug 5, 2008

Lima Bunyi yang Menyusahkan

PERHATIAN:
Jangan dibaca bila tidak berkenan karena sangat subjektif dan menyinggung perasaan !

Mungkin hanya sedikit orang yang memiliki keterbatasan toleransi macam saya. Toleransi terhadap sekitaran yang kadang dipenuhi dengan bunyi aneh yang membuat kesal dan jelas mengganggu konsentrasi. Terjadi pada jam kerja, lima hari dalam sepekan, dan dilakukan oleh dua tiga orang yang tak sebangsa sungguh menguji kesabaran selama ini. Bunyi yang dimaksud adalah bunyi atau suara yang dihasilkan anggota tubuh, yang mungkin disebabkan ada yang salah pada badan seseorang (misalnya kurang fit, flu, dll) atau sebuah kebiasaan buruk.

Apa saja kelima bunyi tsb ?
  1. Bunyi pilek yang mendesis ditarik ke atas di pagi hari
  2. Bunyi sendawa yang disengaja tanpa permisi
  3. Bunyi saat menyeruput minuman (sip) atau makanan (slurp)
  4. Bersuara saat mulut penuh dengan makanan.
  5. Berbicara atau tertawa berlebihan
Bunyi aneh yang pertama umum terjadi di pagi hari. Bunyi ini paling dapat dimengerti karena yang bersangkutan sakit atau memang kurang fit bekerja. Namun kalau pilek itu terjadi tiap pagi … OMG ! dan dia tidak berupaya untuk menghilangkan kebiasaan menarik-narik pilek kering tsb (baca: mengobati atau membuang ingus tsb). Alhamdulillaah kawan separtisi yang saya maksud akhirnya pindah (atas kemauannya sendiri) ke partisi lain jauh dari partisi saya. Dan bunyi-bunyi aneh itu tetap melekat sebagai ciri khasnya tiap … ooh poor young chap. Bagaimanapun ia tetap kawan baik saya … meskipun bukan pada pagi hari :-)

Sama dengan bunyi kedua. Ini bunyi yang mengesalkan dan menandakan pemiliknya punya masalah dengan sistem pencernaan. Entah disebabkan makan terlampau banyak, makan terburu-buru, atau saat makan yang disambil dengan mengobrol atau kerjaan lain. Intinya sendawa disebabkan bercampurnya banyak gas dalam lambung atau usus. Awalnya mungkin gaya makan yang salah namun bila terjadi berkelanjutan dapat dicurigai sebagai masalah kesehatan akibat kekurangan enzim dalam saluran pencernaan. Mengapa saya sebut disini secara sengaja, karena si pelaku bersendawa tanpa berupaya menutup mulut atau mengaturnya agar berbunyi selembut mungkin !

Diantara kelima bunyi di atas inilah yang paling mengesalkan. Termasuk dalam kategori ini adalah menyeruput teh atau kopi saat masih panas, menghirup minuman sambil bernafas di dalam mug atau gelas persis mirip anak kecil, dan menyantap mie panas cepat-cepat seperti di film-film kungfu cina atau tontonan makan di jepun. Sepertinya sudah menjadi kebiasaan atau tradisi turun temurun kurang sopan yang tetap dilakukan hingga hari genee. Menyeruput minuman atau makan mie saat masih panas tentu secara refleks membuat aktivitas ekstra. Mulut berupaya untuk mendinginkannya dengan cara "mengalirkan" udara masuk sehingga timbullah bunyi-bunyi aneh tsb. Ditambah lagi dengan bunyi kerongkongan saat minuman telah berhasil melampauinya. Kadang saya pun melakukannya, tapi tidak berlebihan. Tidak setiap saat, karena saya akan menunggu minuman tsb hingga nyaman untuk diminum ! Kalau memang masih panas mengapa harus memaksakan diri meminumnya. O..ya kebiasaan minum seperti ini ternyata juga berimbas saat pelaku minum apa saja termasuk minum air putih atau cola dingin sekalipun …. slurp aaachh …. Rasanya koq nikmat banget minumannya yah :-(

Berbicara saat mulut penuh dengan makanan memang ciri-ciri masyarakat sibuk atau tak punya tatakrama saat makan. Biasanya diiringi batuk-batuk, tersedak, sendawa dan lawan bicara yang tak mengerti tentang apa yang ia utarakan. Sepertinya ini disebabkan oleh kebiasaan dan budaya masyarakat sekitar yang menganggap hal ini bukan suatu masalah. Sudah sering dilakukan dan pelaku tak kapok-kapok.

Berbicara keras di telepon atau tertawa berlebihan adalah penyakit kronis yang menghinggapi pelakunya. Dianggap sudah menjadi merek dagang (trademark) si empunya, yang mungkin ia yakini akan menambah percaya diri (seolah-olah membuat ia yang paling mengerti tentang isi pembicaraan karena bicara paling keras) atau level narsis nya. Saya memperhatikan orang-orang dengan kebiasaan ini cenderung pelupa dan tidak dapat bertutur sistematis karena mulut lebih cepat dibanding otaknya. Jadinya lebih sering mereka bercakap dengan tersendat dengan eh… oh… the…the…. a….a (dan kata-kata jeda lainnya). Kemungkinan lain mungkin kelemahan pendengaran, sehingga pelaku tidak sadar bahwa suaranya sudah keras dan tak perlu diulang.

Lalu bagaimana menyikapinya ? Selama ini memang saya lebih bersikap pasif untuk menghindari keributan yang tak perlu karena seperti yang sudah saya utarakan di atas bahwa ini masalah tingkat toleransi yang saya sendiri miliki. Buat saya ini masalah namun bukan untuk orang lain. Ada empat cara yang sudah dicoba:

(1) Menyingkir sebentar dari ruang kerja selama beberapa menit untuk menikmati udara bebas, mengistirahatkan tubuh, atau mengobrol dengan rekan di ruang lain.

(2) Ada kalanya di saat sibuk dan harus serius di meja kerja, maka earphone sederhana dan lagu-lagu MP3 (bajakan) adalah kawan setia yang ampuh. Namun cara ke (2) ini tidak berdaya guna saat kebisingan sekitar sudah diluar ambang batas (60dB adalah ambang yang masih dianggap nyaman oleh orang normal seperti saat menonton berita TV pada jarak 1 meter) misalnya pada saat orang berdiskusi dengan suara keras di telepon atau mondar-mandir dengan tawa yang keras amburadul disela bicaranya yang tersendat-sendat akibat otak yang tak mampu mengiringi ceplas-ceplos mulut besarnya :-)

(3) Menutup telinga saja, bila tak dapat pakai cara (2) atau telinga sudah sakit karena mendengar lagu MP3 yang terlampau keras hu...hu...

(4) Memakai earplug yang biasa dipakai di pabrik. Katanya ini efektif untuk menurunkan level suara sekitar 29 dB. Sudah saya beli namun belum sempat praktek, takut dianggap terlalu offensive :-)

Mohon maaf kalau saya temukan tradisi tidak sehat diatas didominasi oleh suku bangsa kuning dari daratan khususnya yang belum mengenal etiket pergaulan yang baik. Bagi mereka bunyi-bunyian aneh yang dikeluarkan tubuh bukanlah hal tabu dan tak merasa perlu untuk minta maaf dengan orang lain. Jangan heran kalau mereka sendawa, batuk berdahak, atau sampai level ekstrem yaitu kentut di ruang publik bukanlah sesuatu hal yang aneh atau memalukan pelakunya. Suku bangsa kuning didominasi oleh ras Cina, Jepang, dan Korea (Asia Timur).

Saya pun bukan mahluk sempurna yang terbebas dari bunyi-bunyian di atas. Namun saya dapat membatasi dan tidak menjadikannya kebiasaan yang mengganggu orang lain. Nah bagaimana dengan pembaca, semoga terhindar yah dari hal-hal yang tak enak begini dan tidak menjadi sumber bunyinya :-)

p.s:
Untuk tingkat suara baca di Sound pressure
Foto diambil dari koleksi Jippolito.

No comments:

Post a Comment